Duapuluh Tiga

27 7 0
                                    

Menit-menit pertama perpisahannya dengan Maya membuat dirinya secara serta merta terganggu dan juga gelisah. Tak jarang dirinya mendapati bahwa ia sering kali menengokkan kepalanya ke arah pintu keluar apartemennya itu.

Menanti dalam diam dan dengan penuh harap akan kedatangan sosok wanita yang tengah menjadi pusat pikirannya ini. dan kegelisahannya ini pun dapat dirasakan dengan tepat oleh hewan-hewan berbulu kesayangannya itu. Baik Ichiro mau pun Jiro, keduanya tak henti-hentinya mengeong dan menggesekkan tubuh mereka ke tungkai kakinya.

Seolah-olah mereka ingin ikut serta menenangkan sekaligus meredakan hal-hal yang telah membuat dirinya gelisah dengan cara mereka tersendiri. Dan sebagai gantinya, ia pun mengusapkan kedua tangannya ke bulu-bulu lembut keduanya seraya berbisik pelan, mengatakan bahwa dirinya baik-baik sana dan juga ia berterima kasih atas perhatian yang mereka berikan.

Kemudian, mengingat rasa gelisahnya yang dapat dengan mudah mempengaruhi sang hewan peliharaan, Radi pun memilih untuk mengabaikan rasa kekhawatirannya barang sejenak, dan mengalihkan perhatiannya kepada kedua anak berbulu kesayangannya itu.

Toh, bagaimana pun juga, tujuan awal dari perjalanan ini adalah demi memanjakan dan menyenangkan bola bulunya tersebut. Maka akan sangat tidak etis bukan, bila dirinya kini justru mengkhawatirkan hal-hal tidak penting yang belum tentu terjadi. Lagi pula, ia percaya kok dengan ucapan Maya. Karenanya, yang perlu ia lakukan hanyalah menunggu hingga wanita itu sendirilah yang datang dan tiba di hadapannya ini.

Dan nyatanya, tak berapa lama setelah Radi memutuskan untuk berhenti mengkhawatirkan hal-hal yang tak penting, Maya justru datang dan hadir di hadapannya kini. Berbekal dengan ekspresi muram yang entah mengapa terasa begitu mengganggu sukmanya, Maya pun menyapa dirinya beserta para kucing dengan suara yang lembut serta sebuah senyuman kecil yang tidak tergambar di kedua mata cemerlangnya itu.

"Hai," sapa Radi.

"Hai, juga Rad," balas Radi.

"So ... is everything all right?"

"Yeah," sahut Maya lesu.

"But?"

"It ... it just unfinished business, Rad."

"Maksudnya?" tanya Radi tak mengerti

Namun, alih-alih menjawab, Maya malah duduk terdiam dan tepekur di tempatnya kini. Dan membuat dirinya berinisiatif untuk mengatakan kata-kata penghiburan kepada wanita tersebut.

"Em, kalau semisal kamu nggak mau cerita, ya nggak apa May. Jangan dipaksa. Tapi, satu hal yang perlu kamu ingat, kapan pun kamu udah siap bercerita atau butuh seseorang untuk bersandar dan mendengarkan ceritamu, aku akan selalu ada buat kamu, May. Kamu bisa ceritain semuanya sama aku. Semua kegundahan, beban pikiran, amarah dan kegelisahanmu. Bahkan kalau pun kamu ingin menangis, aku juga siap kok, menampung air mata kamu itu."

"Hihi, kamu tahu nggak Rad, kalau kamu itu terdengar kaya sales obat sekarang?"

"Lah, serius ini aku, May. Kok, dikira bercanda sih?" ucap Radi mengernyitkan keningnya.

"I know Rad, and I truly appreciate it. Makasih ya Rad, karena kamu udah mau ngehibur aku. dan membuatku sadar, bahwa segala hal yang dipendam itu nggak baik. Hanya akan membuat diriku sendiri sakit. Karenanya, maukah kamu mendengarkan kisahku?"

"Kan aku udah bilang, May, jangankan kisah tau pun mendengarkan curhat kamu, tangisan kamu pun aku tamping, kok. Kalau kamu butuh pelukan, aku juga selalu siap sedia," ujar Radi sembari merentangkan tangannya. Yang kemudian di tepis pelan oleh Maya sembari terkikik geli melihat tingkah polah rekan kerjanya ini.

Love Project [TAMAT]Where stories live. Discover now