Duapuluh

29 6 0
                                    

"Udah selesai ya, Bu, semua masakannya?" tanya Radi sembari mengintip dari balik bahu Maya.

"Eh, iya udah Pak. Semua udah beres, tinggal di pindahin aja ini satu-satu ke piring saji," ujar Maya sembari menunjuk ke beberapa peralatan dapur yang tergeletak di sekeliling kompor di atas kitchen bench-nya ini.

Peralatan yang sama yang terpaksa menjadi tempat penampungan sementara bagi masakannya, lantaran dirinya yang terlalu malas memindahkan semua masakan tersebut ke dalam piring saji sebelum seluruh menu masakannya telah selesai ia buat.

"Oh ya udah, kalau gitu Saya bantu pindahin ya Bu," ucap Radi tangkas.

Setelah itu, dengan sigap Radi pun mulai mengambil piring-piring saji yang telah mereka berdua keluarkan serta bersihkan tadi, dan membawanya menuju ke area kitchen bench yang separuhnya telah tertutup oleh peralatan memasak milik Maya tersebut.

Lalu, dengan telaten dan juga hati-hati, Radi mulai memindah isi wajan ke atas piring-piring saji, seraya memastikan tidak ada satu pun makanan yang tertinggal atau pun terbuang dalam proses pemindahan itu.

"Nah, udah Saya pindahin semua nih Bu, masakannya. Tinggal kita bawa ke meja makan aja."

"Iya Pak, tapi sebelum dihidangkan, kayanya minyak-minyak yang ada di pinggiran piring perlu di rapiin sedikit deh, Pak."

"Oh, iya juga. Sebentar Saya ambilkan tisu dapur dulu," ucap Radi sebelum melesat pergi.

Lalu, dirinya kembali dengan membawa beberapa lembar tisu yang segera di gunakan oleh Maya untuk menghapus noda-noda minyak yang terdapat di atas piring saji, akibat proses pemindahan yang dilakukan oleh temannya itu.

Seraya membersihkan piring saji, agar terlihat lebih cantik dalam memajang hasil masakannya, Maya sempat beberapa kali merasa tidak nyaman dengan rambut lepeknya yang begitu mengganggu. Rambut yang telah keluar dari ikatan rambutnya dan sudah pasti menempel ke segala arah di seluruh permukaan kulit di sekitar wajah dan lehernya, lantaran dirinya yang terlalu malas merapikan kembali rambutnya yang sudah nyaris tak berbentuk itu. Dan Radi yang memang senantiasa memerhatikan gerak-gerik si pujaan hati, tentu saja menyadari sikap tak nyaman yang diperlihatkan oleh wanita tersebut selama proses masak-memasak tadi.

Namun sayangnya, dirinya belumlah terlalu berani untuk bersikap lancang selain menawarkan selembar tisu untuk menghapus peluh yang sempat mengalir deras dari arah pelipis wanita itu. Hingga, sikap tak nyaman itu pun kembali berulang dan membuat dirinya memutuskan untuk membantu wanita pujaannya ini agar lebih nyaman dalam beraktivitas.

"Bu, maaf kalau saya lancang, tapi saya perhatikan kayanya Ibu agak nggak nyaman sama rambut Ibu ya."

"Eh, iya Pak."

"Gara-gara kunciran Ibu ya?" ujar Radi memerhatikan.

"Iya nih, Pak. Kayanya kunciran saya emang duah berantakan, sedangkan sayanga terlalu malas kalau harus merapikan rambut kala melakukan aktivitas. Sehingga tak jarang, si rambut malah justru semakin mengganggu kegiatan saya. Habisnya, kalau saya berhenti dulu dan merapikan rambut, rambut saya akan semakin kotor," celoteh Maya menjelaskan.

"Dan karena lupa kalau tangan Ibu kotor, jadinya rambut pun keikutan kotor hanya gara-gara lupa Ibu bersihakan. Yang mana justru berakhir dengan kulit kepala yang gatel, bener kan Bu?" tebak Radi.

"Bener, Pak. Makanya, Saya anti banget megang-megang rambut kalau lagi kerja. Kecuali, Saya udah selesai berkegiatan dan telah mencuci tangan Saya."

"Nah, kalau gitu gimana kalau Saya aja yang ngerapiin rambut Ibu? Sekalian ngebantuin gitu. kan katanya, tangan Ibu kotor, minyakan. Terus, belum cuci tangan kan? Tangan Saya bersih kok, Bu! Abis cuci tangan juga barusan, udah kering dan wangi," cerocos Radi seraya menunjukkan kedua belah tangannya yang sudah bersih dari noda.

"Eh, iya sih. Tapi-"

"Ya udah, kalau begitu Saya ijin ya, Bu, buat ngerapiin rambut Ibu!"

Dan setelahnya yang terjadi adalah Radi menghapus titik-titik peluh yang membasahi sepanjang kening hingga pelipis Maya dengan selembar tisu secara lembut. Tak lupa pula, menghapus jejak-jejak keringat lainnya yang tersebar di seluruh area permukaan kulit halus milik wanita tersebut. sementara itu, Maya yang terlalu terkejut, hanya mampu berdiri diam di tempatnya.

Tidak mampu melakukan gerakan sekecil apa pun, apalagi mengucapkan kata penolakan. Yang ia pikirkan hanyalah mengatur pernapasannya dengan baik, agar dirinya tidak jatuh pingsan lantaran sikap sang teman yang begitu intim namun juga begitu lemah lembut kepada dirinya ini.

"Bu, maaf, boleh wajahnya di miringkan sedikit ke arah Saya? Soalnya Saya agak kesulitan menepikan beberapa rambut basah yang berada di sisi sebelah kiri wajah Ibu ini," pinta Radi dengan sopan.

"Oh, i-iya Pak," sahut Maya gugup.

Tetapi, pada akhirnya tetap pasrah dan mengikuti permintaan dari lelaki itu.

Sesudah menepikan rambut-rambut basah yang menempel di kulit wajah Maya, Radi pun mengusap area tersebut dengan selembar tisu baru sebelum membawa anak-anak rambut itu ke balik kedua telinga Maya.

Yang kemudian di lanjutkan dengan dirinya yang mengambil posisi tepat di belakang tubuh si pencuri hatinya, untuk mengumpulkan semua rambut-rambut nakal yang sempat keluar dari ikatannya sebelum merapikan seluruh rambut tersebut dan mengikatnya kembali dengan ikatan rambut milik wanita di depannya ini.

"Nah, udah Bu. Rambut Ibu sekarang udah rapi lagi!"

"I-iya makasih ya Pak," jawab Maya grogi sembari memegang kunciran yang terikat dengan rapi di belakang kepalanya ini.

"Ya udah kalau gitu, ini piringnya udaj bersih semua kan, Bu? Udah bisa diangkutin ke meja makan?"

"Iya Pak, udah."

"Eh, iya. Kayanya kita ngomongnya masih terdengar canggung gitu nggak sih, Bu? Kayanya formal banget, padahal kita udah nggak di area kampus," kata Radi seraya mengambil piring-piring saji dan meletakkan di atas meja makan.

"Bener juga sih, Pak. Kalau Saya sih, kebiasaan deh kayanya. Soalnya kan kita keseringan ketemu dan berinteraksi di kampus, jadinya ya kebawa aja gitu," jawab Maya sambil melangkah mengikuti Radi yang sudah terlebih dahulu meletakkan piring saji yang dibawanya tadi.

Dan kini pria tersebut telah mengambil posisi di meja makan mungilnya, sebelum menyiapkan peralatan makan mereka untuk mengambil nasi dan juga lauk-pauk yang mereka inginkan untuk disantap dalam acara makan malam kali ini.

"Terus, gimana kalau kita ganti jadi yang sedikit lebih santai. Pakai aku-kamu gitu, tanpa embel-embel Ibu atau Bapak, gimana menurut Ibu?" Ya, kalau sekalian punya panggilan sayang juga boleh kok, May!

"Kayanya aku-kamu tanpa mengikut sertakan sebutan Bapak-Ibu, boleh juga tuh. Tapi, selama kita di luar area kampus aja ya, Pak."

"Oh, iya dong. Kalau di kampus, kita mah perlu profesional."

"Siip, kalau gitu setuju Saya Pak," kata Maya menyetujui.

"Nah, kalau gitu mari kita makan, May! Bismillah. Selamat makan Maya," kata Radi.

Yang tanpa sadar telah memamerkan kebahagiaannya melalui senyum lebar nan menawan yang setara dengan ribuan watt tersebut. Sehingga, dalam sekejap dirinya pun mulai merasa terbutakan sekaligus terperangkap dalam senyum tulus yang terpasang di wajah lucu milik pria di hadapannya ini.

Duh, kalau begini caranya, jantungku lama-lama bisa tewas nih. Senyumannya itu loh, nggak nahanin banget! Meleleh deh akunya, kaya Olaf yang meleleh di musim panas.

***

Love Project [TAMAT]Where stories live. Discover now