17

4 1 0
                                    

Why do you give the same person a second chance when there is the other one, waiting for their first?

🐰🐰🐰

"Udah sore.."

Suara Kak Taeil membuat gue dan Doyoung gelagapan, sama-sama salting sendiri. Gue buru-buru masuk ke dalem rumah dan meletakkan nasi goreng buatan camer.. ehh.. Tante Ayana di dapur. Sesampainya di tujuan, gue senderan di meja dapur dan menepuk-nepuk dada gue yang masih sesak karena cegukan tiba-tiba tadi.

Hekkm.. hekkm..

"Minum sana" ucap Mami yang masih berkutat dengan alat-alat penggorengan di bak cuci piring.

Gue mengambil gelas dan menuju dispenser dekat kulkas.
Gluk.. gluk.. gluk..
nafas gue sampai ngos-ngosan karena gue menenggak air putih yang gue ambil tanpa berhenti.

Hahh.. si kelinci.. awas lo..

"Mi, ini nasi goreng dari Tante Ayana. Taeri taruh meja sini."

"Iyaa.. Doyoung yang nganterin?"

"Iya. Taeri ke teras dulu. Doyoung mau pulang." Jawab gue ke Mami yang sekarang menata gelas-gelas bersih di kitchen set. Padahal Doyoung belum pamit ke gue.

"He em. Salam dari Mami sama bilang makasih"

"Sudah." Jawab gue sambil melangkah keluar dari dapur. Gue berusaha menahan kestabilan nafas gue dan degup jantung gue. Ingatan demi ingatan kejadian barusan dan kata-kata yang dilontarkan Doyoung kembali menghantui gue.

"Mami kan belum bilang salam buat Doyoung? Kok kamu udah bilang? Ohh iya.. cepet mandi terus jemur seragamnya biar nggak jamuran."

"Taeri tahu aja. Beres bos.."

🐰🐰🐰

"Tadi kenapa sampai kepala kamu maju gitu?"
Tanya Kak Taeil to the point. Emang jago kakak gue buat yang diintrogasi jadi deg-degan disco. Mendengar itu gue sembunyi dulu dibalik korden ruang tamu dan memajukan telinga gue biar bisa mendengar apa yang setelah ini diucapkan Doyoung.

"Emm.. tadi ada kotoran sejenis rambut kecil gitu masuk ke mata Taeri, daripada dikucek terus sama Taeri, mending saya bantu bersihin."

Tunggu.. kenapa Doyoung jadi formal gitu? Biasanya nggak gini-gini amat kalau sama Kak Taeil.

Daripada gini terus, akhirnya gue melangkah keluar dari tempat persembunyian gue.
Gue berdiri di samping Kak Taeil dan otomatis Kak Taeil menoleh ke arah gue. Dipikir-pikir kedua orang ini, melihat ke arah gue secara bersamaan.

"Doy, katanya lo mau pulang kan? Nyokap lo tadi kan nitip beli merica bubuk sama maizena. Sana gih.. nanti diomelin lo."

Kak Taeil menatap gue dengan menyilangkan tangannya di depan dada. Atmosfer aneh mulai menyelimuti sekeliling gue. Tatapan meneliti khas dari seorang Moon Taeil yang jarang diperlihatkan pada siapapun.

"O-ohh.. i-iya.. gue hampir lupa, untung lo ingetin. Ya udah, gue balik dulu. Bang Taeil, saya pulang dulu." Pamit Doyoung dan direspon jawaban singkat dari Kak Taeil.

"Ya"

Setelah ini, gue akan diadili. Untung Mami di dapur. Jadi, tidak tahu-menahu kronologi sore ini di teras rumah.
Kak Taeil bukan tipe kakak dan seseorang yang asal melapor ke mami papi jika belum tahu kebenarannya dari yang bersangkutan.

Setelah kembalinya Doyoung ke habitatnya, gue berniat mandi dan melanjutkan istirahat bentar di kamar akibat gangguan panggilan dari luar tadi. Tapi, nggak semudah itu man.. langkah gue tertahan karena pergelangan tangan gue ditarik Kak Taeil dan agar gue bisa lolos dengan mudah, gue harus ngomong sejujurnya dan mungkin akan sedikit gue beri bumbu. 😏

Mau gimana lagi? Daripada diri ini menjadi sasaran sindiran beberapa menit lagi.

Kedua sorot mata Kak Taeil seolah memberikan titah untuk segera menjelaskan apa yang telah terjadi. Ketika mata gue bertemu dengan manik mata Kak Taeil, gue segera mengalihkan sorot mata gue ke tanaman lidah mertua di halaman. Lidah gue jadi kelu, padahal niatnya mau jujur.

"Oke. Nggak ada salahnya kalau seseorang jatuh cinta dan menyatakan perasaannya walau nggak bisa memiliki.." jelas gue tanpa sadar dan menepuk-nepuk bibir gue. Kenapa jadi melilit gini ngomongnya?

Ah..

"Lo ngomong apaan sih? Kebanyakan nonton drama lo. Orang yang ngomongnya berbelit-belit kayak gini ini, biasanya yang bersangkutan sudah tahu letak kesalahannya dan titik kejujurannya. Karena yang bersangkutan harus menjelaskan sekelumit dan inti dari rentetan kejadian tanpa harus menceritakan semuanya. Intinya apa tadi?"

Gue melongo mendengar penjelasan Kak Taeil, otak gue masih mencerna semua kalimat-kalimat itu. Gue berdeham karena udah sadar dengan suara jentikan jari Kak Taeil. "Intinya, kalau pria itu berhak suka sama wanita. Itu aja." Jawab gue sesingkat mungkin. Ayolah.. mana gue berani mengakui yang sebenarnya walaupun yang berdiri di depan gue saat ini dengan dahi mengernyit adalah kakak kandung gue.

"Gue ngerti. Jawaban lo sudah cukup mewakili penjelasan dari kronologi sore ini di teras rumah." Jawab Kak Taeil, lalu meletakkan tangannya diatas kepala gue. "Boleh aja, asalkan tahu sikon. Belajar dulu yang bener. USEK dulu tuh dipikirin."
"Sana gih mandi. Seragam lo mulai tumbuh lumut." Ucap Kak Taeil sambil melangkah masuk ke dalam rumah.

Dih.. untung Anda kakak saya, kalau bukan, sudah saya hihhh..

"Makasih kak."

Kak Taeil hanya melambaikan tiga jarinya ke udara tanpa menoleh ke belakang dan tetap berjalan. Kedua sudut ujung bibir gue melawan arah gravitasi. Ketika gue mulai tenang, gue kembali teringat chat dari Doyoung di LINE Kak Taeil, kedua sudut-sudut ujung bibir gue menjadi vertikal seiring dengan perubahan ekspresi gue. Pasalnya, chat sebelum Doyoung mengatakan itu, nggak ada, alias sengaja dihapus oleh sang empunya akun LINE.

Tiada awalan tanpa akhiran, kan?

╮(╯_╰)╭

Moi et toi (?)| DoyoungWhere stories live. Discover now