PART 7 - DOBBY

96 26 51
                                    

"BOS?! Apa yang kau lakukan di sini??!!" pekik Kelsie dengan sengaja seraya mendorong tubuh Dio dengan keras karena ingin menyamarkan bunyi detak jantungnya yang semakin mengeras. Suasana seketika berubah jadi canggung saat keduanya teringat kembali insiden pelukan tadi siang. Baik Dio maupun Kelsie saling membuang pandangan ke arah lain.

"Bukankah aku yang seharusnya bertanya seperti itu? Ini sudah hampir pukul setengah sebelas malam. Dan kau baru saja mengubah ruang kerja ini menjadi sebuah klub." Dio mulai menggerutu. "Sekali saja. Bisakah, sekali saja kau tidak bertingkah aneh-aneh di hadapanku?" omelnya lagi.

Benar juga, ini adalah perusahaan milik bosnya. Terserah jika dia ingin menginap ataupun berkemah di sini. Kelsie tidak dapat berkata-kata lagi dan langsung mematikan musik yang terputar di komputernya. Refreshing singkat untuk keluar dari rasa penatnya usai sudah. Biasanya dia tidak pernah ketahuan saat bertingkah gila seperti ini, tapi kali ini rupanya dia sedang sial.

Dio lalu menoleh ke arah pekerjaan Kelsie yang menumpuk di atas meja dan kemudian datang memeriksanya. Pria itu merasa sangat penasaran dengan pekerjaan apa yang selalu membuat Kelsie terus pulang hingga larut malam.

Kening Dio tampak berkerut kusut. Dia menatapi lembaran kerja yang ada di atas meja Kelsie satu persatu dengan mimik wajah serius sambil sesekali berdecak heran. Setelah itu, tatapannya berganti ke arah layar komputer untuk memeriksa power point yang sedang disusun oleh Kelsie untuk presentasi timnya besok pagi.

"Bukankah ini seharusnya menjadi pekerjaan utama Mikha? Dan ini? Ini adalah laporan yang tadi kuminta kepada Rayna untuk diselesaikan. Lalu ini-" jeda sejenak, berusaha memahami situasi yang sedang terjadi, "tunggu dulu, jangan bilang kau yang mengerjakan semua ini?"

Dio menoleh ke arah Kelsie yang menatapnya balik tanpa bisa berkata apa-apa. "Arrghhh!" Dio mengerang jengkel karena tebakannya tepat. Rasa nyeri di dahinya yang tadi sudah sempat menghilang, muncul kembali jadi dua kali lipat. Sebelah tangannya sampai harus memijat perlahan dahinya yang berkedut.

"Bos, aku sama sekali tidak keberatan," ungkap Kelsie langsung, tanpa jeda, lebih ke arah memohon agar jangan sampai para seniornya itu tertimpa masalah.

"Aku tahu kau itu bodoh, tapi bisa tidak jangan sebodoh ini?" Dio mengomel lagi, lalu membanting lembaran-lembaran pekerjaan itu ke atas meja. "Huh, kau dengan seenaknya memberiku julukan triple kill, kalau begitu julukanmu adalah Dobby!"

"Ha?"

"Kenapa? Kau tidak tahu karakter Dobby di film Harry Potter? Akan kuberi tahu, dia adalah peri rumah yang dimanfaatkan oleh majikannya untuk melakukan pekerjaan yang seharusnya bukan tugasnya. Dia bodoh, sangat bodoh. Mirip denganmu."

Kelsie mengatupkan rahangnya rapat-rapat sambil menarik napasnya dalam. Sudah terlalu sering orang menyebutnya bodoh, tapi sebenarnya dia tidak mengharapkan kata itu keluar dari mulut orang yang paling diseganinya.

Arah pandang Dio kembali menelusuri tumpukan-tumpukan odner yang tersusun tinggi di sisi meja. "Meski kau merasa tidak apa-apa, tapi aku tetap keberatan. Aku tidak bisa tinggal diam melihat mereka seenaknya menyuruh orang lain menyelesaikan tugas yang seharusnya sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab mereka sendiri."

"Di film, Dobby bebas ketika mendapat kaus kaki tuannya. Besok, aku akan memberimu kaus kaki kebebasan itu, sehingga mereka tidak akan lagi memperlakukanmu dengan semena-mena."

Terus terang, Kelsie merasa tersentuh dengan kata-kata bosnya barusan. Paling tidak, Kelsie senang akhirnya ada yang mengerti apa yang dirasakannya selama ini. Bagaimana dirinya selalu diperlakukan dan dianggap tidak lebih dari seorang jongos di dalam devisinya. Dan beruntungnya, seseorang yang mengetahui hal itu adalah sang CEO langsung. Kelsie tidak tahu apa yang akan terjadi pada senior-seniornya itu besok. Tapi lebih baik Kelsie tidak peduli, sebab inilah saat yang paling dia tunggu-tunggu.

THAT CRAZY CLUMSY MESSY GIRLWhere stories live. Discover now