PART 5 - THE OTHER SIDE

100 28 38
                                    

KELSIE AMANDA

Klingg...

Kelsie melangkah keluar dari KAI's Coffee setelah sempat berjuang untuk menarik pintunya dengan susah payah, sebab kedua tangannya sudah penuh dengan empat paper bag berisi tujuh cup es kopi berukuran grande yang harus diperlakukan super hati-hati. Sebisa mungkin, dia tidak ingin membuat masalah lagi kali ini. Semua paper bag beserta isinya itu harus selamat sampai ke tangan masing-masing pemesan.

Tas selempang hitam kesayangan yang tersampir di satu sisi bahunya terasa bergetar. Padahal dia sedang buru-buru sekarang, tapi ponselnya terus saja meraung minta segera diangkat. Kelsie menghentikan langkahnya sejenak, agak ke pinggir supaya tidak menghalangi orang yang berlalu-lalang di trotoar ini. Sebelah tangannya meletakkan sejenak kantong kertas berisi es kopi itu ke bawah, kemudian menggunakan tangannya yang bebas untuk merogoh ponselnya di dalam tas.

- Nenek Sihir -

Helaan napas langsung terdengar setelah melihat nama si penelepon yang akhir-akhir ini mendominasi kehidupannya. Ingin sekali rasanya memblokir nomor itu, kalau bisa, diblokir sekalian dari hidupnya. Sejenak dia merasa ragu, tapi akhirnya dia putuskan untuk mengangkatnya juga.

"Selamat pag-"

Kelsie menjepit ponselnya di antara bahu dan kepalanya, kemudian dia bergegas melanjutkan langkahnya kembali setelah semua kantong kopi berada dalam genggaman. Sebelah matanya menyipit begitu mendengar teriakan sebal di ujung telepon yang terasa sangat nyata.

"HEH, ANAK BARU! Bukankah sudah sering kubilang kau harus segera mengangkat saat kutelepon? Sibuk sekali sepertinya anak baru ini," ujar seniornya itu, menyindir.

Kelsie meringis, tidak habis pikir. Bagaimana mungkin seniornya bisa berkata-kata dengan inosen seperti itu, padahal dialah tersangka utama yang membuat dirinya tenggelam dalam kesibukan di luar pekerjaan kantor?

"Aku memang sedang sibuk."

"Ap-"

"Maksudku kedua tanganku, penuh dengan pesanan es kopi. Jadi aku butuh sedikit waktu untuk mengambil ponselku dari dalam tas. Maaf."

Serentetan amarah yang hendak diluncurkan bak kembang api di malam tahun baru itu, mendadak surut.

"Oh, begitu. Ya sudah, tidak apa-apa. Jadi kau tidak lupa kan, apa saja yang dipesan oleh senior-seniormu pagi ini? Kau tidak salah beli lagi, kan?"

Nada suara seniornya mulai melembut. Tipikal baik kalau ada maunya. Kemarin, salah satu seniornya memberi mandat kepada Kelsie untuk membelikan es kopi terlebih dahulu sebelum berangkat ke kantor. Mau tidak mau, dirinya harus berangkat lebih pagi untuk memenuhi perintah para seniornya itu.

Konyol kalau sampai alasannya terlambat hanya karena mengantre beli kopi untuk para seniornya. Lagipula, tidak mungkin juga Kelsie mengatakan alasannya datang terlambat secara gamblang seperti itu, jika tidak ingin lingkungan kerjanya berubah menjadi neraka karena dimusuhi sana-sini.

"Tidak mungkin salah. Aku sudah mencatat semua pesanannya di notes ponsel kemarin. Kecuali jika ada yang tiba-tiba mengubah pesanan tanpa memberitahuku."

Langkah Kelsie berhenti di persimpangan jalan raya, menunggu sampai lampu lalu lintas menyala merah untuk menyeberang.

"Ugh! Seandainya saja si CEO yang bukan manusia itu tidak membuatku tenggelam dalam kesibukan, aku pasti sudah membuatkanmu daftar pesanan kopi kemarin," ujar seniornya berpura-pura menyesal.

Mulut Kelsie komat-kamit, bermaksud mengejek dengan menirukan kata-kata seniornya barusan. Dia tahu betul kalau seniornya itu sedang berakting. Kelsie juga tahu betul seniornya itu hanya mengada-ada soal kesibukan. Yang ada, Kelsie-lah yang mengerjakan hampir semua pekerjaan itu sampai harus rela bekerja lembur.

THAT CRAZY CLUMSY MESSY GIRLWhere stories live. Discover now