PART 13 - THE WISH [소원]

72 21 36
                                    


Denting jam menunjukkan waktu pukul sebelas malam WIB. Pesawat yang ditumpangi Dio akhirnya terparkir dengan sempurna setelah sebelumnya sempat berputar-putar di angkasa selama beberapa menit. Di luar pintu arrival gate, dua pesuruh ayahnya yang berbadan kokoh dan tegap terlihat kompak untuk menyambut kedatangannya—lebih tepatnya menggiring. Seolah-olah dirinya adalah seekor sapi yang hendak digiring menuju ke tempat penjagalan.

Pesuruh ayahnya yang lain, kebagian tugas untuk mengurus bagasi Dio, sehingga pria itu tidak perlu pusing dengan nasib barang bawaannya dan dapat langsung melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.

Sudah lama sekali Dio belum pernah menginjakkan kakinya lagi ke rumah itu semenjak dia memutuskan untuk hidup mandiri dengan tinggal di sebuah flat apartemen. Saking lamanya, Dio hampir lupa bagaimana seluk beluk rumah yang hanya sempat ditinggalinya selama beberapa dekade itu.

Setelah mobil Mercedes Benz S-Class bewarna dark grey yang mengantarnya itu memasuki satu-satunya area yang masih asri di Jakarta, pikirannya menjelajah kembali ke masa lalu yang penuh gejolak hingga akhirnya Dio mengambil keputusan itu—memisahkan diri ke apartemen. Hidup jauh dari hingar-bingar keluarga Alexander Kurniawan yang serba praktis dan terlayani dengan baik.

Bangunan bergaya kastil Eropa klasik nan megah dengan empat pilar putih yang bertengger kokoh di halaman depannya itu mulai dapat terlihat dari kejauhan. Semua orang yang baru pertama kali melihat rumah itu, pasti akan menganggapnya sebagai istana yang cantik, tapi bagi seorang Dio yang memang tinggal di dalamnya sebagai penghuni, rumah itu tidak lain halnya dengan sebuah penjara yang dingin dan menyesakkan.

Dio turun dari dalam mobil setelah sebelumnya mengitari sebuah kolam air mancur besar berhiaskan patung dewi Yunani seukuran orang dewasa yang terletak di bagian depan pintu masuk rumah utama. Kakinya melangkah berjalan menyusuri deretan jendela-jendela klasik di sepanjang sisi kiri koridor. Tiap pagi, cahaya matahari disambut dengan baik di sini. Menghangatkan lantai-lantai batunya.

Suara dentingan piano terdengar sampai ke luar ruangan yang sebentar lagi akan Dio masuki. Dio tahu persis lagu itu selalu dimainkan oleh ayahnya ketika sedang dalam suasana hati yang buruk. Salah satu lagu yang pernah ia dengar di sebuah konser musik bertajuk Romantic Schizophrenic. Kelam tapi penuh makna.

Dua orang penjaga yang berdiri di luar pintu langsung menunduk penuh hormat ke arah Dio ketika melihat pria itu datang. Salah satu dari mereka bahkan memberikan ucapan selamat datang, dan laki-laki yang usianya berada di sekitar kepala empat itu adalah satu-satunya orang kepercayaan ayahnya yang paling setia. Seperti seekor anjing yang setia mengabdi kepada tuannya.

Yah, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Dio. Mereka berdua sama-sama bertindak sebagai anjing peliharaan keluarga Alexander Kurniawan. Jika bisa diibaratkan, maka paman itu adalah anjing jenis German Sheperd, sedangkan dirinya, mungkin adalah seekor Malinois Belgia. Berbeda ras, tapi satu tipe.

"Ayah, aku sudah datang."

Dio berucap tanpa ekspresi. Datar. Pemain piano itu tahu anaknya sudah berdiri di sana dan sekarang sedang menungguinya, tapi Samuel sepertinya masih enggan mengalihkan jemarinya dari tuts-tuts piano yang saat ini jadi terasa dua kali lebih menarik. Pria baya berusia hampir delapan puluh lima tahun itu terlihat sangat bugar dan ekspresif ketika sudah berhadapan dengan sebuah piano tua.

Beberapa menit berlalu, Dio masih setia menunggui ayahnya menyelesaikan permainan pianonya dalam diam. Suara hentakan keras dari beberapa tuts piano yang ditekan sekaligus, mengakhiri pertunjukkan musik itu dengan sempurna. Jika saja situasinya normal, Dio pasti sudah memberi tepuk tangan yang sangat meriah dengan ekspresi takjub. Bagaimanapun juga, Dio pernah jadi pengagum berat permainan piano ayahnya dulu.

THAT CRAZY CLUMSY MESSY GIRLWhere stories live. Discover now