Lantas untuk apa kelebihan ini?.

645 82 17
                                    

Gua sendiri juga tidak tau sampai kapan kelebihan yang aneh ini harus ada pada diri gua. Gua merasa terasingkan dalam lingkungan gua sendiri. Gua ingin seperti orang lain yang bisa sepuasnya berjalan ke sana ke mari tanpa harus di ikuti mereka.

Dan kalian harus tau. Karena kelebihan gua ini sampai-sampai kakak gua yang kena himbasnya, dia selalu diteror oleh mereka, diganggu bahkan sampai di cekakakan hingga membuatnya di diagnosa memiliki gangguan jiwa.

Selepas mandi gua keluar untuk sarapan. Dibawah sudah ada mamah, tapi entah dimana keberadaan ka Gevan, sejak kemarin gua belum bertemu dia karna kesibukan gua sampai tidak tau gimana keadaan dia dari kemarin.

"Zaa, sini sarapan dulu". ajaknya sembari mengelus kepala gua.

"Hari ini, kakakmu mamah akan hantar ke rumah nenek dan kuliahnya juga akan dipindahkan ke Belanda." ujar mamah yang terdengar pilu.

Gua merasa bersalah.

"Kenapa, mah? apa karna Yaza?." tanya gua dengan nada sendu.

"Mah, pliss Yaza janji. janji akan jaga mamah, ka Gevan dari mereka. Yaza ga mau mah jauh dari ka Gevan." pinta gua sesegukan.

Mata mamah berkaca.

"Kakak kamu ga bisa berada dengan segelintir rasa takut soal semacam itu Zaa. Biarkan Gevan tenang dulu kalo dia udah sembuh mamah janji akan bawa kakak kamu kembali bersama kita." ujar mamah dengan lembut.

Gua terdiam tanpa niat membalas perkataan mamah. seketika gua melamun kan kehangatan foto yang ada didinding itu, melihat keceriaan saat bersama Ka Gevan, mamah dan ayah.

"Zaa, yu sarapan dulu." ucap mamah tidak ada sautan sedikitpun dari gua.

"Hey, Zaa. Kenapa kamu ini." ucapnya sedikit mengagetkan.

"Eh iya mah, kenapa?."

"Ngelamun lagi?."

"Ngga kok mah, tadi mamah bilang apa?."

"Sarapan dulu sayang." jawabnya dengan seulas senyum yang terukir disana.

Lalu gua jawab dengan sebuah anggukan.

• • •

Selepas gua sama mamah sarapan, Ka Gevan keluar dari kamarnya wajahnya tidak pernah berubah, datar itulah yang menggambarkan dirinya saat ini.

"Kak maafin gua". ujar gua sembari memeluknya.

Ia mematung. Jelas gua merasakan bahwa badannya lumayan dingin.

"Lepasin gua Zaa". lirihnya tanpa berniat menatap gua.

Gua Pun segera melepas pelukan itu.

"Gua sayang lu kak. Ayolah bujuk mamah jangan bawa lu ke rumah nenek." ujar gua yang kini mulai meneteskan air mata.

Ka Gevan hanya bergeming. Tak ingin berkutik sedikitpun.

"Gevan, ayo nak. Nanti kalo kita ketinggalan pesawat gimana?". ucap mamah sembari menghampiri gua dan Ka Gevan.

Ka Gevan hanya mengangguk dan sedikit menoleh ke gua.

Sampai kapan Ka Gevan jadi acuh seperti ini, ini semua salah gua. Andai saja gua bisa menjaga Ka Gevan dari mereka pasti semuanya akan baik-baik saja.

"Gevan, ga mau ucapin selamat tinggal dulu sama adik kesayanganmu itu?." ujar mamah sambil melirik ke gua.

Ka Gevan hanya diam mematung, tidak lama langsung keluar menuju mobil yang sudah terparkir di garasi.

"Jangan dipikirin ya sayang. Kakak kamu ga bermaksud seperti itu hanya saja pikirannya agak sedikit terganggu." ujarnya sambil berisyarat mengajak gua keluar untuk melihat kepergian Ka Gevan.

Sesampai didepan rumah, mamah menghampiri dan memeluk gua.

"Ka Gevan tidak membencimu sayang. Jangan berfikir macam-macam, kamu ga mau kan? kalo makhluk-makhluk itu tau kamu sedang lemah seperti ini mereka akan dengan mudah mencelakakan kamu sendiri." ujar mamah sambil berusaha menenangkan gua.

Gua hanya bisa mengangguk. Berusaha ikhlas melepas kepergian Ka Gevan.

"Mamah sama Gevan pergi dulu ya sayang. Ingat kalo ada sesuatu langsung kabarin mamah".

Mamah sudah masuk ke mobil.

Gua menatap sedih kepergian Ka Gevan dari luar kaca mobil itu, ia tak mau mengatakan sepatah katapun buat gua.

Dan mobil pun melaju meninggalkan halaman rumah ini.

Jika keberadaan kemampuan gua ini hanya membuat keluarga gua hancur. Lantas untuk apa kemampuan ini diberikan kepada gua.

• • •

Sekarang posisi gua berada dikamar, merebahkan tubuh diatas kasur milik gua dan berniat mendengarkan lagu favorit yang selalu menemani gua dalam kesunyian.

Gua baru sadar sejak pagi tadi, sampai pukul 12 siang gua belum melihat keberadaan Glen di rumah ini biasanya dia suka muncul tiba-tiba kenapa sampai siang ini dia belum muncul, kemana Glen sebenarnya.

Gua berniat memanggil Glen, biasanya kalau nama dia dipanggil dia langsung datang. Tapi, belum sempat gua memanggil Glen. Suara orang yang sedang berjalan menghiasi ruangan kamar ini yang memang cukup agak kedap suara.

Gua menoleh ke arah jendela yang tadinya gua liat tertutup kini sekarang nampak terbuka.

Gua memberanikan diri menuju arah jendela itu. Sesampai di jendela, gua melirik kesana kemari tidak ada siapapun diluar sana.

"Apa itu anak tetangga? yang biasanya suka mengambil bola kalo bola milik dia tidak sengaja masuk ke halaman rumah gua. Tapi ga mungkin deh, kalo anak itu ingin mengambil bola biasanya anak-anak bermain didepan sana kan." ujar gua sambil menunjuk ke arah depan rumah beno anak dari pemilik rumah yang ada di depan persis rumah gua.

Gua berusaha mengabaikan kejadian itu dan berniat kembali ke posisi awal gua tadi.

Belum sempat merebahkan tubuh tiba-tiba terdengar suara...

Bugh...

Lagi-lagi gua mendapatkan kejanggalan pasalnya sekarang gua berada di rumah sendirian tidak ada siapapun selain gua. dan sekarang terdengar suara dari depan pintu kamar gua.

Gua menghembuskan nafas agak kencang, merasa kesal dengan semua ini.

Cklek...

Knop pintu berhasil gua buka. Tidak ada siapapun, yang ada hanya bola mainan milik Ka Gevan.

"Apa maksud semua ini?". ucap gua ketika mengambil bola yang tergeletak dilantai.

"Kak,,, Kakak".

Suara anak kecil perlahan terdengar ditelinga gua.

"Kakak". suara itu terdengar semakin dekat.

Sampai sini ceritanya masih ngegantung ya hehehe tunggu kelanjutan chapter selanjutnya...

𝙸𝚗𝚍𝚒𝚐𝚘 𝙶𝚒𝚛𝚕Onde histórias criam vida. Descubra agora