╱╱ 12. Belajar Bareng ? 🌿

Mulai dari awal
                                    

"Maaf, gue nggak berniat ngagetin."

Ia kemudian melirik buku Biologi yang ada di tanganku. "Lagi belajar ya?"

Aku mengulas senyum tipisku, sembari mengangguk kecil.

"Gue ganggu ya disini?"

Aku menggeleng cepat, tentu saja tidak. Kehadirannya selalu bikin hati adem dan membuatku semangat.

"Nggak kok kak, malahan aku seneng."

Duh, mulut keceplosan.

"Seneng?"

Aku merutuki mulutku yang tidak adab. Kemudian terkekeh canggung, supaya suasana tak terasa tegang amat. "Maksudnya, aku seneng ada yang temenin belajar disini."

Kak Arthur manggut-manggut paham, "mau gue ajarin?"

Wow, lampu hijau.

Siapa juga yang tak mau belajar bersama doi. Aku mengangguk cepat, "nggak papa nih kak?" Aku takut, jika orang lain melihat kita dan menduga yang tidak-tidak. Apa dia juga tak keberatan belajar bersama aku yang cupu ini?

"Kenapa? Ya nggak papa dong. Masa ngajarin adik kelas ga boleh."

Benar juga, senyumanku semakin melebar. Kak Arthur menarik buku yang ada di tanganku. Kemudian ia mulai menjelaskan ulasan-ulasan yang kurang ku mengerti.

Aku mengamati wajahnya yang sangat serius menjelaskan pelajaran untukku. Duh, memang cocok sekali jadi kepala rumah tanggaku.

Aku menggeleng, halusinasi ku benar-benar sudah sangat tinggi tingkat langit ke tujuh. Bukannya mendengarkan aku malah mengkhayal tak jelas.


"Mel? Lo paham?"

Aku tersentak dari lamunan, raut muka ku kelihatan gelagapan. Bagaimana aku mengerti, sedari tadi saja aku terus-menerus memperhatikan wajah tampannya.

Aku mengangguk sembari tersenyum kikuk. Bohong sedikit tak apalah, biar tak kelihatan terlalu bodoh di matanya.

"Serius? Oke, gue lanjut ya." Ia kembali menjelaskan, namun lagi-lagi aku senyum-senyum tak jelas memperhatikan wajahnya.

Namun tiba-tiba ia melirikku, sehingga mata kami bertemu begitu saja. Aku cengo, lalu mencoba menetralkan wajahku yang sedari tadi senyum-senyum tak jelas. Tapi jantungku sudah berdentum tak karuan.

"Gue tau lo liatin muka gue dari tadi. Terpesona ya?" Ucapnya seakan menggodaku.

Pipiku memerah hingga menjalar ke telinga. Sialan, aku kepergok memperhatikanya.

"N-nggak kok kak!" Sangkalku. Aduh, malu aku malu.

Kak Arthur terkekeh, "belajar dulu. Kalau udah, silahkan deh lihatin muka ganteng gue sepuasnya."

Ck, pipiku benar-benar memanas.

Tapi apa katanya? Kak Arthur mengijinkanku melihat muka dia sepuasnya setelah belajar?

Wow, wow, wow!

Aku sepertinya harus menyelesaikan belajar ini lebih cepat. Supaya cepat juga berpuas-puasan mengamati pemandangan indah, nikmat tuhan mana yang akan engkau dustakan?

Semangat belajarku semakin naik, aku pun sangat serius mendengarkan penjelasan kak Arthur. Menurutku, penjelasan dari kak Arthur lebih masuk ke otakku dari pada guru-guru yang selalu mengoceh secara belibet.

"Belajar apaan tuh?"

Aku dan kak Arthur tersentak kaget, dengan bersamaan kami menoleh ke arah sumber suara.

Aku menyerngit heran, ngapain juga Leon berada disini? Pakai acara duduk di sampingku lagi, cih.

"Ngapain kamu disini?" Tanyaku ketus, memang mengganggu saja lelaki ini. Padahal lagi enak-enaknya berduaan sama kak Arthur.

Leon mendengus, "emang ada undang-undang yang melarang gue disini? Nggak kan?"

Hsshh, memang dasar lelaki menyebalkan. Sampai kapanpun juga tetap menyebalkan.

"Terserah!"

Fokusku kembali ke kak Arthur, biarkan saja Leon menjadi nyamuk. Toh mungkin dia kesini hanya ingin ngadem di bawah pohon. Bukan untuk menemuiku.

Kak Arthur terlihat heran, namun ia sepertinya tak seberapa peduli dengan Leon. Ia pun kembali mengajariku. Duh, aku seperti sedang les privat dan dia si guru ganteng. Kalo begini ceritanya, aku ga bakal bolos sekalipun buat les privat seperti ini.

Hahahahalu.

Tiba-tiba Leon merampas buku di tanganku, buku catatan menulis setiap rangkuman yang di jelaskan kak Arthur.

Aku melotot ke arah Leon, "Leon balikin ga?!"

Dengan santainya dia menjawab, "gerah." Lalu ia mengibaskan buku milikku ke wajahnya, menjadi kipas menghilangkan rasa gerahnya.

Aku mendecak geram, namun aku tetap menjaga image di depan kak Arthur. Aku tak boleh kelepasan melempar buku paket ke mukanya.

"Itu buku buat belajarku, kamu pakai ini aja. Oke?" Aku berbicara semanis mungkin, nyatanya dalam batinku aku ingin mencakar lelaki satu itu.

Ku berikan buku lainnya, buku tulis yang tak ku pakai untuk belajar. Namun Leon hanya meliriknya, lalu bersikap acuh dan tetap menjadikan buku tulis rangkumanku sebagai kipas.

Hish, menyebalkan.

Kalau saja tak ada kak Arhur, sudah ku tendang lelaki ini ke zimbabwe.

Aku melirik kak Arthur, sepertinya dia terlihat tak nyaman juga dengan keberadaan Leon.

"Leon, kamu pergi deh!" Amukku.

"Mager."

Benar-benar pingin tak hihhh!

"Ya udah kak, kita belajar di tempat lain aja yuk." Aku berancang-ancang bangkit dari dudukku. Namun Leon tiba-tiba bangkit, wajahnya terlihat kesal.

Yeh, situ yang bikin kesal, dia juga yang kesal.

"Oke gue pergi," namun tiba-tiba jantungku serasa berhenti berdetak karena Leon membisikkan sesuatu tepat di telingaku.

"Tapi nanti malem lo harus belajar bareng gue." Kemudian ia berlalu begitu saja meninggalkanku.

Aku termenung, nanti malam? Belajar bersama Leon? Tumben sekali dia mau belajar, secara dia saja jarang mengerjakan pr, ujian harian juga selalu nyontek.

Aku merinding seketika, apa dia kesambet dedemit pohon besar taman ini?

Hih, serem!

To Be Continued . . .

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KAMELEONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang