Episode 17: Dua sahabat

Começar do início
                                    

"Apa perasaanmu masih sama padaku?" tiba-tiba Hansel mengeluarkan pertanyaan yang tidak diduga.

Hajun memperhatikan dengan lamat kedua netra Hansel sebelum menjawab pertanyaan itu.

"Kau menyukai Min Yoongi,"

Lantas Hansel mengangkat sudut bibirnya. "Tapi Yoongi sudah menolakku sebelum aku mengatakannya."

Hajun tersenyum pahit. "Aku iri padanya. Pekerja keras, cerdas, mendapatkan cinta dari banyak orang..."

"Bagaimana denganmu? Apa mimpimu masih hidup?" tanya Hansel sambil menyesap bir kalengnya. Ia merasa lebih nyaman dibandingkan saat pertama kali mereka kembali berjumpa.

"Ayah memberiku jabatan di salah satu perusahaan stasiun televisi karena aku lulusan dari London School Film. Namun, aku tolak. Aku lebih suka bekerja di lapangan daripada duduk di balik meja kerja."

"Kau memang selalu keras kepala,"

"Tidak ada yang berubah dariku, Hansel."

Hansel mengangguk lalu mengangkat minuman kalengnya. Hajun mengerti, ia buka bir kaleng miliknya lalu mendekatkannya pada minuman kaleng Hansel, mereka meminumnya bersamaan.

Cheerrss!!!

"Kau tahu gadis bernama Park Seyi?"

Hajun berhenti menyesap minumannya. Kedua alisnya beradu. "Kenapa dengannya?"

Pandangan Hansel beralih pada Hajun. "Dia kekasih Yoongi."

Agaknya Hajun terkejut mendengar hal itu, namun sebisa mungkin menutupinya. "Jadi, mereka benar berpacaran?" batin Hajun.

"Kau tahu sesuatu tentang mereka?" tebak Hansel.

Hajun mengangguk. "Ya, aku berteman dengan Park Seyi."

"Apa? Kau serius?"

"Setiap aku bersamanya, Yoongi selalu ada didekatnya. Tetapi aku tidak tahu mereka berpacaran."

"Beritahu aku informasi tentang gadis itu!" desak Hansel.

Hajun menggeleng ringan. "Aku juga tidak tahu apa-apa tentang Seyi."

"Aku ingin bertemu dengannya. Kau tahu dimana aku bisa menemuinya?"

Sejenak Hajun berpikir dalam diam. "Aku pernah berjumpa dengannya di salah satu toko kue kenari. Sepertinya dia bekerja di sana."

***


"Ayah Yoongi menawarkanku bekerja di perusahaan keluarga mereka,"

"Daebak! Wah! Park Seyi... Jadi kau akan bekerja di perusahaan keluarga Min? Perusahaan mereka yang mana?" histeris Yebin.

"Aku menolaknya."

Sontak Yebin lemas dan gemas mendengar jawaban Seyi. "Ya!!! Itu kan kesempatan yang bagus!!! Kenapa kau menolak?!!! Kau mau jadi pengangguran terus?!!!"

"Aku juga ingin segera dapat pekerjaan, tapi kalau caranya seperti itu bukankah itu namanya nepotisme?" Seyi membela diri.

Yebin kehilangan kata-kata. Park Seyi itu terlalu baik atau terlalu polos?

"Seyi-ya, negara kita tidak akan hancur hanya karena kau mendapat pekerjaan melalui nepotisme!" balas Yebin yang mulai kepanasan.

"Tapi... aku tidak mau mengecewakan ibu," Seyi berujar lirih.

"Apa bibi masih menyuruhmu bekerja sebagai guru saja?" tanya Yebin sambil menepuk bahu sahabatnya.

Seyi mengangguk kepala membenarkan. "Sebenarnya aku sudah mendapat pekerjaan sebagai guru TK. Tapi, kau tahu kan aku tidak mengerti seni sama sekali. Bagaimana jika nanti anak-anak di sana tiba-tiba menyuruhku memainkan piano? Atau bertanya siapa penemu buku gambar?"

"Jadi? Kau menolaknya juga?"

Seyi mengangguk lagi.

Ubun-ubun Yebin sudah panas. Ia menghempas badan lalu tidur membelakangi Seyi. "Sudahlah! Jangan bicara denganku lagi!"

 

***


Min Yoongi mengetuk pintu ruang kerja ayahnya. Setelah mendengar sahutan dari dalam ia membuka pintu itu perlahan. Rupanya, sudah ada Ibunya yang duduk dengan santai di ruangan Ayahnya.

"Ayo, masuk. Kita ngobrol bersama. Sudah lama kau tidak mengobrol dengan Ayah dan Ibu, kan?" ujar Ibunya.

Yoongi melirik arlojinya. Lekas ia menjawab. "Besok aku ada rapat pagi—"

"Min Yoongi! Kau mau jadi anak durhaka?" pungkas Ibunya cepat. "Duduk sini!"

Nyali Yoongi menciut. Ia gagal kabur.

"Jangan bicarakan tentang pernikahan lagi, aku sudah menjawabnya tadi." kata Yoongi sembari mendudukkan diri di kursi depan Ibunya.

"Ibu mengerti. Hanya saja Ibu tidak mengerti mengapa kau menyembunyikan kekasihmu dari kami?"

"Seyi tidak mau orang-orang mengenalinya. Dia tidak nyaman." respon Yoongi dengan lancar.

"Sudah 5 bulan kalian berkencan, setidaknya beritahu Ibu bahwa kau sudah punya kekasih. Kalau saja Ibu tidak mengancammu waktu itu, mungkin Ibu tidak akan pernah tahu kau punya kekasih yang begitu cantik."

Tiba-tiba tenggorokan Yoongi menjadi sangat kering. Ia haus lalu menyesap cepat teh di hadapannya.

"Ayah tidak tega melihat kekasihmu belum mendapat pekerjaan. Korea memang keras. Sangat disayangkan orang-orang pintar seperti kekasihmu belum diterima bekerja. Kau bilang nilai akhirnya sangat memuaskan, kalau begitu akan ayah rekomendasikan dia untuk bekerja di manajemen museum seni milik bibimu."

Yoongi hampir terbahak kalau saja ia tidak menahannya. "Seyi tidak mengerti seni sama sekali, aku yakin seratus persen dia akan menolak tawaran Ayah."

"Memangnya dia ingin bekerja sebagai apa?" tanya sang Ayah.

"Guru. Dia ingin menjadi guru matematika."

"Baiklah. Ayah akan rekomendasikan dia menjadi guru baru di salah satu sekolah yang kita sponsori."

Yoongi diam dan berpikir sebentar sebelum akhirnya ia mengangguk setuju.

"Ibu jadi mengerti kenapa tadi dia menolak tawaran ayahmu. Ibu akan mendukung! Menjadi seorang guru itu sangat mulia, Ibu yakin Seyi akan menjadi ibu yang baik bagi anak-anak kalian nanti!" seru Ibu Yoongi yang gemas sendiri memikirkan masa depan mereka.

Kali ini Yoongi hampir tersedak udara. Pikirannya mendadak kalut. Bagaimana jika nanti, suatu saat, keluarganya tahu Park Seyi bukan kekasihnya?

"Yoongi-ya, besok bawalah Seyi ke acara ulang tahun perusahaan kita..."

RICH MIN ✔️Onde histórias criam vida. Descubra agora