Ch. 18

237 51 2
                                    

Dua pemuda bermarga Askaradewa itu menatap bingung ke arah satu-satunya saudara sepupu perempuan yang mereka miliki

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dua pemuda bermarga Askaradewa itu menatap bingung ke arah satu-satunya saudara sepupu perempuan yang mereka miliki. Ajakannya berkunjung ke kafe milik Mas Mino saat ini sangat mencurigakan. Disamping letaknya yang jauh dari rumah, ini bisa saja membahayakan keselamatan mereka karena dekat dengan STM. Bagaimana jika ada anak STM yang berkunjung mengenali mereka?

Aksa melirik jam tangan lalu menghembuskan napas berat. “Udah hampir jam delapan. Kok gue tiba-tiba khawatir Yosan kenapa-kenapa, ya?” Biasanya dia orang yang paling tidak peduli dengan sekitar. Tapi kali ini benar-benar mendebarkan.

“Sama, Sa,” tambah Bagas sambil mendekap diri sendiri, seperti orang yang memiliki firasat buruk. “Lo juga, Ya, kenapa minta kumpul di sini, sih? Kalau anak STM tau gima—eh, itu Yosan.”

Dapat mereka lihat Yosan yang melangkah masuk bersama dengan Yola. Dan mereka paham apa yang membuat Yosan telat. Karena setahu dua pemuda itu, Lea tidak mengundang Yola dalam acara berkumpul malam ini.

Tapi pada nyatanya Yola ikut datang. Pasti Yosan harus bersusah payah menjemput Yola terlebih dahulu, rumah gadis itu yang jaraknya terhitung paling jauh dari sini.

Yosan mendekat lalu duduk di satu-satunya kursi kosong yang tersisa. “Sorry, telat. Gue lihat Yola di halte tadi,” jelasnya menunjuk Yola yang sedang memindahkan kursi dari meja lain. Beruntung kafe tidak ramai pengunjung.

Mewakilkan pertanyaan kedua saudaranya yang sedari tadi ada di kafe bersama dengan dirinya. Bagas bertanya. “Lah? Motor lo ke mana, Yol?”

“Mogok.” Jawaban singkat dari Yola mewakilkan mood buruknya saat ini. Ia duduk di samping Lea dan mengatakan pesanan pada Yosan yang hendak pergi memesan. “Kamu jahat banget, Ya. Kumpul-kumpul enggak ajak aku.”

Lea tidak perlu merasa bersalah di sini. Tadi siang saat kuajak berkumpul malam ini, dia bilang ada urusan seperti biasanya. Dan sekarang Lea harus apa? Tentu ini bukan salahnya. “Katanya ada bimbel.”

“Oh, iya. Lupa baru pulang dari bimbel.” Yolanda menepuk kening pelan.

Mereka menatapnya iba. Pasti rumus-rumus yang ada di pikirannya membuat segalanya bubar. Dia memang sering seperti itu, tidak perlu heran. Tapi tetap saja membuat teman-temannya selalu merasa iba jika ia sedang seperti ini.

Yola baru saja selesai dari bimbelnya hendak pulang, akan tetapi motor yang dikendarai mogok. Gadis cantik itu memutuskan pergi ke halte, didatangi oleh Yosan dan berakhir ikut berkumpul dengan mereka di sini.

“Kok tumben tempat kumpulnya jauh?” tanya Yola usai ikut meneguk milkshake milik Lea, pesanannya belum jadi. “Dekat STM pula.”

“Kafe ini,” Lea melihat sekitar, “punya Mas Mino. Aku ada keperluan sebentar. Jadi sekalian aja aku minta kumpul di sini.” Iya, keperluannya mencari informasi tentang Lily, siswi STM terdekat yang menjadi topik pembicaraannya akhir-akhir ini.

Bagas mengerutkan kening sesaat sebelum mengatakan sesuatu. “Keperluan? Sama Mas Mino?” tanya Bagas memastikan.

Bagas pikir jika hanya ada keperluan dengan Mas Mino, Lea tidak harus sampai mendatangi kafe ini. Telepon atau chat 'kan bisa.

“Entahlah,” racau Lea lalu meminum milkshake-nya yang hampir habis. Kedatangan Yosan membuat Lea menghentikan aktivitasnya. Ia langsung duduk tegap. Padahal Yosan datang tenang, lalu untuk apa Lea sampai segugup itu?

“Eh, tau enggak ekspresi gue waktu dapat chat dari Lea minta kumpul di sini? Kata Sisil, sih, enggak jauh beda sama yang waktu itu di-chat Juan.” Yosan tertawa samar. Sebelum akhirnya meletakkan pesanan makanan yang entah kenapa bisa jadi secara kilat itu.

Kini Lea yang mengerutkan kening bingung. Pasalnya nama pemuda yang disebut Yosan tidak pernah mengatakan apapun tentang ini. Bahkan tau Juan memiliki kontak Yosan pun tidak. “Juan nge-chat kamu?” tanya Lea.

Yosan yang awalnya menatap Aksa dan Bagas kini beralih pada Lea. “Iya. Minta tolong temenin kamu bicara, katanya. Emang mau bicara apa sampai Juan ikut chat aku?”

***

Di meja yang terletak di pojok ruangan menjadi tempat Lea mencurahkan segala keresahannya akhir-akhir ini. Tidak peduli dengan tatapan curiga dari tiga yang lain di tengah ruangan.

Yosan tersenyum samar. Lama-kelamaan senyum itu makin terlihat.

“Aku senang kamu masih mau memikirkan hal itu saat ini.” Yosan menjeda kalimat panjang yang ada di pikiran. “Sejujurnya selama ini aku senang kamu masih pakai aku-kamu ke aku. Itu tandanya kamu masih anggap kita dekat, 'kan? Cuma itu yang buat aku senang, Ya.”

Lea menatapnya antusias. “Jadi, kamu mau 'kan maafin aku?”

“Jelas aku mau maafin kamu. Kita berteman sekarang. Sesama teman harus saling memaafkan kalau ada yang bersalah dan itu udah aku lakuin jauh sebelum kamu minta. Jadi jangan merasa bersalah lagi, dulu kita mengakhiri dengan cara yang baik dan memulai pertemanan lagi juga dengan cara yang baik.”

Lea terharu dengan cara Yosan memandangnya selama ini. Tidak ada dendam dan menerima lapang dada semua keputusan itu. “Thanks, Yos.”

You're welcome,” jawab Yosan.

Setidaknya sekarang Yosan sudah tenang bahwa Juan sangat memperhatikan Lea. Dari Juanlah Lea mendapatkan keberanian untuk menyatakan rasa bersalah seperti ini. Yosan lega, senang dan harus merelakan Lea pada Juan.

“Masih ada banyak hal yang mau aku bicarakan sama kamu, Ya. Enggak tau kamu bisanya kapan? Aku cuma mau cerita ini ke kamu.” Kini Yosan yang berusaha memberanikan diri untuk mengatakan banyak hal yang dia maksud.

“Sama kayak kamu, Yos, aku bisa meluangkan banyak waktu buat kamu. Kamu banyak membantu aku selama ini, jadi tenang aja. Aku bakal ada buat kamu bercerita.”

Orang-orang mungkin akan takjub dengan perpisahan ini. Banyak orang di luar sana yang setelah memutuskan sebuah hubungan tidak ingin lagi berinteraksi sedekat ini. Jangankan untuk berinteraksi, jika salah satu tidak sengaja melihat seseorang yang disebut sebagai mantan biasanya akan langsung membuang muka.

Ya. Orang-orang perlu takjub dengan mereka. Lea, Juan dan Yosan, mereka hebat. Patut menjadi teladan bagi para barisan para mantan. Boleh kecewa, marah dan menyesal tapi tidak diperbolehkan menyimpan perasaan seperti itu terlalu lama.

Tidak baik bagi jiwa.

Sudut Pandang ✔Where stories live. Discover now