✨40 | Home

927 114 8
                                    

Suasana rumah hening, tidak ada yang bicara satu sama lain setelah kepergian Lisa dengan membawa kopernya.

Luna sedari tadi diam sambil mengelus perutnya yang sedikit terlihat buncit karena sudah memasuki bulan ke empat. Ia menghela napas kemudian menoleh pada Ibunya. "Mom, aku samperin Jimin dulu—"

Belum sempat Luna menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba pintu terbuka secara kasar dan memunculkan sosok laki-laki bongsor berjalan tergesa-gesa mengedarkan pandangan tajamnya ke seluruh ruangan. "Jimin Hyung dimana?!"

Melihat anak bungsunya berapi-api, latas Denish langsung bangkit ketika Lucas berjalan memasuki kamar dimana Jimin berada. "Hey, Lucas! Stop it!"

Kepala Lucas menggeleng kasar. Ia melepas cengkraman Ayah pada bahunya. "Ngga, Dad. Aku harus beri Jimin Hyung pelajaran."

Ketika tahu bahwa kakak iparnya itu menghamili Luna, total membuat Lucas marah. Akhir-akhir ini ia jarang pulang ke rumah karena sibuk mengurus kafe dan kuliah. Ia baru tahu permasalahan ini ketika mendengar perbincangan kedua orang tuanya untuk segera menikahkan Jimin dan Luna sebelum usia kandungannya membesar.

Mata Lucas merah padam ketika netra hazelnya itu menangkap sosok Jimin yang kini terduduk di tepi kasur dengan tangan menumpu wajahnya. Lucas membawa kaki jenjangnya untuk menghampiri Jimin kemudian menarik laki-laki itu sebelum memberi satu pukulan telak di rahang.

"Brengsek."

Jimin tersungkur di lantai. Ia memegang sudut bibirnya yang berdarah. Kepalanya mengadah memandang tinggi Lucas yang kini berdiri di hadapannya lalu laki-laki itu menarik kerah kemejanya begitu kencang. "Mau Hyung apa?! Menghamili Kak Luna setelah tau kalau Kak Lisa ngga bisa hamil. Hyung ngga lebih dari seorang bedebah. Hyung tau."

Belum sempat Jimin berbicara, Lucas kembali menghujamnya dengan beberapa pukulan. Jimin mengaduh menahan sakit dan berusaha melindungi kepalanya dengan lengan. Ia tidak berniat untuk membalas, karena ia pikir dirinya pantas mendapatkannya.

Pukulan Lucas terhenti ketika Denish menarik putranya itu. Lucas berusaha berontak sambil menangis terisak, pandangan nanarnya tak lepas dari Jimin. "Lepas, Dad! Aku belum puas beri dia pelajaran.."

Denish menggeleng sambil terus memeluk putranya hingga beberapa pelayan datang membawa Jimin keluar dari kamar untuk segera diobati.

Lucas menyerah. Ia menangis sambil mengepalkan tangannya erat menahan emosi, pandangannya tak lepas dari kepergian Jimin hingga netranya menangkap manik kelabu milik Luna. Entahlah, Lucas harus marah atau tidak pada kakaknya itu. Yang ia tahu kalau kehamilan Luna merupakan suatu kecelakaan. Namun entah mengapa, Lucas merasa kecewa. Mau itu kecelakaan atau bukan, tetap saja, kakaknya—Lisa—yang paling menderita dan hancur.

✨✨✨

Keesokan harinya Lisa dan Bambam sudah mendarat di tanah kelahiran mereka. Bangkok, Thailand.

Entahlah, Lisa harus merasa senang atau sedih. Senang karena ia akan berjumpa dengan neneknya di kampung halaman, atau sedih karena kedatangannya kesini untuk melupakan semua masalahnya.

"Lis, kamu yakin?" Bambam menatap manik sendu milik Lisa yang kini menatap kosong jalanan luar. Tangan wanita itu mengusap dinding cangkir yang diisi kopi panas. Kini mereka berada di kafetaria Bandara.

Lisa membuang napas membuat kepulan uap keluar dari mulutnya. Ia menoleh membalas tatapan Bambam yang menanti jawabannya. Kepalanya mengangguk seraya berusaha menyunggingkan senyum. "Setelah pulang dari sini, aku akan resign dari agensi. Mengurus perceraian, kemudian menata kembali hidupku di sini."

Kalimat yang Lisa lontarkan barusan terdengar santai seperti tidak ada masalah. Namun Bambam tahu betul bahwa sahabatnya itu kini sangat terpuruk. Pasti berat rasanya untuk terlihat baik-baik saja ketika sedang hancur.

"Gimana soal mimpi kamu? Bukannya kedatangan kamu ke Korea untuk itu?" Bambam menghela napas, ia menggenggam tangan Lisa berusaha meyakinkan. "Lisa.. please.. jangan cuma karena dia kamu jadi kehilangan mimpimu juga."

"Ngga, Bam.." Kepala Lisa menggeleng lemah. Ia berusaha tersenyum hingga mata sembabnya terpampang jelas. "Kamu salah.. mimpiku yang sebenarnya sudah benar-benar hancur.. duniaku hancur, Bam.."

Bambam mengeratkan genggaman tangannya pada Lisa, tangannya yang lain terulur untuk mengusap kepala sahabatnya ini yang kini tertunduk berusaha meredam tangis. "Jangan nangis lagi.." Kemudian ikut menundukkan kepalanya menatap wajah basah Lisa. "please? Kalau kamu nangis, hatiku sakit, Lis.."

Perlahan kepala Lisa mengadah mempertemukan pandangan mereka. Suara seraknya bersuara, "Bam.."

Sejurus kemudian Bambam berpindah tempat ke sisi Lisa dan menarik wanita itu ke dalam pelukannya. Tangan lebarnya mengusap punggung Lisa lembut seraya meletakkan dagunya di atas pucuk kepala wanita itu. "Hati kamu boleh patah, mata kamu boleh basah, tapi jangan terlalu larut dalam kesedihan. Pelan-pelan pasti kamu bisa lupa, you will be okay. Aku yakin, kamu bisa tanpa dia, Lis."

Bambam tidak main-main mengatakan itu semua. Bahkan ia berjanji pada diri sendiri, selama Lisa bersamanya ia akan menjamin kebahagiaan wanita itu.

"Kalau kamu udah ngga bisa sama dia lagi, seandainya kamu ngga tau harus cerita ke siapa, ingat aku, Lis. Anggap aja aku rumah kamu, you can go home whenever you want."

Seandainya..

Seandainya Lisa tahu kalau semuanya merupakan rencana busuk saudari kembarnya itu. Seandainya Lisa tahu kalau Jimin tidak salah. Mungkin saja, ia tidak akan seterpuruk ini.

TBC

I'm sorry for the late update guys😭

Aku minta dukungan ya! Apalagi kalo ada yang komen tuh seneng banget rasanya 😭💜

Sweerheart,
Nadyazayn ✨

Married With Mr. Park ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang