Chapter 27.2

24 4 0
                                    

Aku terdiam dalam kesunyianku. Aku dilema. Aku menggenggam kesembilan shards ini di tanganku, aku terus mematung menatap inventory berisi pecahan yang lengkap. Satu opsi yang kutakutkan muncul ketika pecahan-pecahan lengkap itu akan dikombinasikan. Yah, seperti opsi enchanting, ada opsi untuk konfirmasi. Namun di sini lain lagi ceritanya.

"Kamu itu kadang sulit ditebak, kecuali waktu menghilang dan aku tahu di mana harus nyari kamu." Suara yang familier itu membuatku menoleh dan dengan segera mendapati Violet berada beberapa meter di belakangku. Senyum hangat ia tampilkan di sore yang ingin segera lenyap menjadi malam. Aku langsung buru-buru menutup inventory dan membuat shards yang kupegang lenyap.

"Kenapa kesini?" tanyaku canggung. "Bukannya ini waktu yang bagus buat sekali lagi nikmatin dunia virtual tanpa permasalahannya?" tanyaku. Dia berjalan mendekat dan duduk di sebelahku, membuat kursi ini penuh.

Ia tidak menjawab, dan hanya memberiku ekspresi datar yang lembut ketika kutatap.

"Aku nggak tau," katanya. Dia menempatkan kedua tangannya di paha dan membuatnya sebagai tumpuan dagu mungil itu. Dia sempat menghela napas sebelum akhirnya melanjutkan. "Aku tahu kamu bukan pusing soal masuk lagi ke sana."

Aku merinding kilat mendengar kalimat yang ia ucapkan barusan. "Hmm?" responsku kaku dan aku sangat menyadarinya.

"Aku nggak tau, "ujarnya sambil mengangkat bahuku namun dengan gerakan yang cukup lama, kemudian tangannya ia ambil kembali dan bersandar di kursi. Kakinya ia ayunkan. "Ada yang beda," lanjutnya singkat.

"Beda?"

"Apa aku boleh nebak?" ujarnya bertanya balik.

"Nebak apa?"

"Hmm..." ia memutar bola matanya ke atas dengan ekspresi berpikir, lalu menggoyangkan tubuhnya dengan santai ke kiri dan kanan. Di akhir berpikirnya itu, ada bahu yang terangkat lagi. "Apa kamu bohong soal shards itu?" sialan, dia memang pintar hingga dapat menebaknya. "Apa kamu punya potongan lengkap shards-mu?" lanjutnya.

Aku meliriknya sambil mengusap keringat, jantungku terpacu kencang tanpa aba-aba. Aku tak menjawab pertanyaannya karena ragu.

"Haha, lupain saja," ucapnya tiba-tiba disertai tawa kecil, namun tidak membuat tubuh kakuku melentur sedikit pun. "Kayaknya cuma perasaanku aja, kamu nggak mungkin bohong soal shards. Aku kenal kamu." Ia membenarkan kata-katanya dengan menabrakkan tubuhnya kepadaku dengan gerakan riang namun dapat menggetarkan jiwaku dari dalam.

Jantungku langsung serasa berhenti seketika, mendengar kata-katanya membuatku jadi tambah bingung. Dia tahu, tapi dia sendiri juga ragu. Dan aku ingin sekali memberitahu dia karenanya. Tapi, bagaimana caraku memberitahunya?

"Gimana kalo aku emang punya shards-nya?" aku melirik dan ia mengernyit dengan spontan. Ekspresinya berubah kembali dan mulai berpikir lagi.

"Gimana, ya?" ia bingung, aneh, semestinya ini jawaban yang simpel. "Kalo kamu punya shards-nya, kita bisa mencari tau dulu."

"Kenapa?" aku tidak paham, sungguh. "Kenapa kita saja—dan tidak Rainbow?"

Ia diam cukup lama untuk menjawabnya.

"Sebenarnya aku punya pecahannya dengan lengkap," ucapannya cukup cepat, tapi aku bisa mendengar kata perkataan itu dengan jelas di setiap katanya.

Aku menoleh dengan sempurna. Aku mengernyit karena masih sedikit ragu dengan perkataannya meski aku tahu itu memang benar yang dikatakannya barusan. Aku hanya menatapnya tanpa memberi jawaban apa pun. Hanya ekspresi yang entah bagaimana harus kudeskripsikan.

Ia menghela napas panjang dan menutup mata sejenak. Aku menunggunya. "Entahlah." Ia membuka inventory miliknya dan mengeluarkan sesuatu, pecahan-pecahan shards muncul di telapak tangannya. Kuhitung ada tujuh. Ia memperlihatkannya padaku. Kenapa aku tidak terkejut?

Sebuah tab info dari item itu muncul di depanku.

"Menurutmu apa yang akan terjadi jika kutekan tombol itu?" tanyanya. Aku baru ingat bahwa shards utuh miliknya berjumlah hanya tujuh buah saja. Beda dua denganku.

Aku hanya diam menatap shards tersebut dan bertanya-tanya pada diriku sendiri: apa yang akan terjadi, ya? Tidak ada hal apa pun yang terpikirkan.

"Kenapa nggak kamu coba aja di sini, sekarang juga?" aku tersenyum sembari mengembalikan shards tersebut kepadanya. Ia menutup inventory tersebut dan shards yang baru kukembalikan hilang.

Ia menggeleng.

"Aku takut." Yah, aku juga. Mungkin ini gerbang menuju logout yang sudah dinantikan setelah bermain cukup lama. Terjebak di sini bukan hal yang menyenangkan—setidaknya aku bisa melihat kematian di dunia ini sebagai hal yang sepele lagi.

Tapi kebenarannya masih tidak ada yang tahu, apa yang akan terjadi ketika menyatukan legacy shards tersebut. Satu-satunya yang terpikir hanyalah tombol logout yang akan kembali ke dalam menu. Ya, siapa yang tidak berpikir demikian?

"Takut dengan hal apa?" tanyaku selagi berusaha untuk tetap bersikap tenang.

Ia terdiam lagi, menunduk, seakan akan ada hal buruk yang terjadi ketika ia menyatukan legacy shards. "Aku takut ini tidak seperti yang diharapkan," ujarnya dengan jujur dan polos.

Kini ganti aku yang terdiam, lebih tepatnya kami berdua sama-sama terdiam.

Project Legacy: ReascendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang