DUA PULUH EMPAT

16K 1.3K 30
                                    

***

"Alasan kamu nggak masuk akal Leonard!"

"Bagian mana yang nggak masuk akal, Deandra?" tanya Leonard dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Punggungnya menyandar pada sandaran sofa, sementara matanya menatapku dengan ekspresi tenang, tak terbaca.

Aku menarik napas panjang sebelum menjawab, "Dengar! Tidak ada siapapun di sini yang akan mengambil peran sebagai ayah dari bayi aku. Kecuali kamu, ayah kandungnya."

"Bagaimana itu bisa terjadi jika kalian tinggal bersama? Sebagaian besar waktumu, akan kamu habiskan bersama Arkan. Dan aku yakin dia akan selalu menjadi pilihan pertama ketika kalian membutuhkan sesuatu."

"Demi Tuhan kamu berpikir terlalu jauh."

"Kamu nggak bisa menyangkal hal itu Deandra, karena itu yang akan terjadi. Kamu akan lebih nyaman minta pada Arkan ketika kamu membutuhkan sesuatu. Dan aku percaya, ikatan batin itu bisa tercipta seiring dengan banyaknya waktu yang di habiskan bersama. Sekalipun bukan dengan orang tua kandungnya."

Aku terdiam memikirkan ucapan Leonard. Suka tidak suka aku harus mengakui jika ucapan pria itu memang ada benarnya. Kekhawatirnya cukup masuk akal, ditambah lagi Arkan pun sangat menyayangi anak ini seperti anak kandungnya sendiri. Tapi jika aku menuruti permintaan Leonard, rasanya juga terlau berat. Aku membutuhkan Arkan di hidupku. Kehadirannya itu seperti candu yang membuatku selalu ingin dekat dengannya.

"Aku tau aku bajingan egois di sini, tapi hanya ini satu – satunya cara yang aku tau untuk menjaga apa yang seharusnya menjadi milikku," kata Leonard ketika aku masih diam, sibuk dengan pikiranku sendiri. Pria itu lantas mengalihkan perhatiannya pada Stefany yang berada di ruang makan. Pandangannya menerawang jauh.

"Aku bercerai dengan Karina ketika Stefany berumur dua tahun. Ada banyak hal yang akhirnya membuat kami sepakat untuk bercerai. Selain karena kesibukanku, ada banyak mimpi yang masih ingin Karina capai salah satunya untuk melanjutkan pendidikannya yang sempat terhenti karena kehamilannya yang di luar perencanaan."

Aku hanya diam menyimak ketika Leonard mulai bercerita, pandangannya masih menerawang jauh. Seolah sedang menggali kenangan yang sudah lama terpendam.

"Hingga satu tahun kemudian Karina memberitaku jika dia akan meneruskan kuliahnya di Landon. Aku tidak punya pilihan lain selain mengijinkannya. Lima tahun dia menetap di sana di temani adik laki - lakinya. Selama itu pula intensitas pertemuanku dengan Stefany berkurang sangat drastis. Jika biasanya weekend dia bersamaku, tapi saat itu aku hanya bisa mengunjunginya empat bulan sekali."

Sekali lagi Leonard menjeda ceritanya, pandangannya kembali beralih padaku, mengunciku untuk kesekian kalinya. "Dan kamu tau hal apa yang paling menyakitkan sebagai orang tua? Ketika anakmu lebih membutuhkan orang lain di banding kamu sendiri. Rasanya seperti dunia runtuh di bawah kakimu sendiri. Dan aku tidak ingin mengulangi perasaan itu lagi."

Aku menarik napas panjang, mendengarkan cerita Leonard membuat hati kecilku berperang hebat. Aku ingin marah atas sikap Leonard yang sangat semena – mena selama ini tapi di satu sisi aku tidak bisa. Dari ceritanya, aku bisa memahami semua tindakan Leonard selama ini. Pria itu memiliki trauma dan wajar jika dia tidak ingin hal itu terulang kembali.

"Aku butuh waktu untuk berpikir," kataku pada akhirnya.

Dia mengangguk pelan. "Tiga hari, aku memberimu waktu tiga hari untuk berpikir."

***

Aku sedang memasukkan barang – barang pribadiku ke dalam kellyy bag* ketika pintu kamarku di ketuk dan tak lama sosok Padma Arsanti muncul setelah pintu kamar dibuka. Wanita itu berdiri dengan mengenakan chiffon blouse yang dipadu dengan celana bahan berwarna hitam sementara rambut sebahunya di kuncir kuda. Ada riasan tipis di wajahnya.

CURE | MOVE ON SERIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang