10

5 0 0
                                    

Deanda dan Ardi duduk di salah satu meja dalam toko kue milik Kinar. Di telinga kiri Ardi dan telinga kanan gadisnya menempel earphone yang mereka gunakan untuk mendengarkan lagu kesukaan keduanya. Mereka sibuk dengan buku bacaan masing-masing. Kencan paling tidak terduga tapi paling romantis menurut mereka. Mereka akan memesan minuman dan kue kesukaan, mendengarkan musik yang sama, membaca buku berbeda, kemudian saling bertukar cerita mengenai buku yang mereka baca.

Novia yang baru saja memasuki toko menengok ke arah tempat duduk kesukaan Deanda. Sangat terkejut melihat kehadiran Ardi di sana, juga melakukan kebiasaan mereka semasa SMA dulu. Memastikan penglihatannya, Novia berdecak setelah tak berhasil melihat pemuda selain Ardi yang sedang duduk di samping Deanda. Tanpa bisa menahan diri, gadis itu segera berjalan cepat menuju ke arah keduanya.

"Apasih Nyonya?" Deanda segera meletakkan buku dan bertanya ketika mendengar suara meja yang digebrak oleh Novia.

Buru-buru Novia duduk di kursi kemudian melepas earphone di telinga Ardi dan Deanda. Tangannya menutup buku kemudian menumpuk di depannya. Gadis itu meletakkan kedua telapak tanggannya ke dagu dan menaik-turunkan alis meminta penjelasan.

"Apasih kamu?" Deanda mendorong pelan dahi Novia.

"Kalian baikan?" Novia bertanya sambil menggosok pelan dahinya.

"Atau balikan?" hanya dijawab dengan senyuman oleh Deanda dan Ardi, gadis itu kembali bertanya dengan senyum menggoda.

"As you see." Jawaban Deanda masih menyisakan pertanyaan lain dari gadis itu.

"Kalau aku liat sih balikan, tapi kalian gak bisa balikan ya sebelum baikan." Seperti biasa, Novia si gadis cerewet.

"Jadi gimana Di?" gadis itu beralih bertanya pada Ardi yang sedari tadi hanya diam dengan senyuman di wajahnya.

"Apanya yang gimana?" tanya pemuda itu.

"Rasanya gimana baikan terus balikan sama orang yang mati-matian kamu perjuangin?" gadis itu kembali bertanya dengan senyum menggoda ke Ardi dengan sesekali melirik Deanda.

"Pertanyaan macam apa itu?" nyinyir Ardi dan Deanda bersamaan, membuat gadis di depan mereka tertawa gemas melihat keduanya.

"Aduh kompaknya kalian." Gadis itu kembali meletakkan kedua telapak tangannya di dagu dan menaik-turunkan alis, tak lupa senyum menggodanya.

***

Beberapa bulan telah berlalu dengan Deanda yang kembali menata kehidupan cintanya bersama Ardi. Novia dan Yaksa semakin dekat dan nyaman satu sama lainnya. Beberapa kali mereka berempat menyempatkan untuk menikmati sore di toko kue milik Novia. Saling menceritakan hari sibuk mereka, bercanda, atau sekedar menjadi pendengar ketika Afat turut bergabung bersama mereka.

"Sepulang sekolah, kue ku sudah harus di rumah." Pinta bocah yang esok hari akan genap berusia 10 tahun itu diangguki oleh Novia.

"Memangnya Afat udah bayar kuenya?" pertanyaan jahil Yaksa membuat Afat cemberut dan disusul tawa Novia, Deanda, juga Ardi.

"Kak Yaksa gak usah diundang deh, gimana kak?" bocah itu berbalik menghadap kakak perempuannya meminta persetujuan.

"Lah kalau Kak Yaksa gak diundang terus Kak Novia marah gimana? Mau kamu gak potong kue?" pertanyaan Deanda membuatnya bertambah kesal.

Tempat mereka duduk bertambah riuh ketika bocah itu menjawab pertanyaan Deanda dengan meneguk habis minuman di gelasnya. Gambaran singkat ketika Afat turut bergabung bersama mereka. Akan terdengar tawa yang riuh ketika mereka berhasil membuat bocah itu kesal. Dasar, sekelompok orang beranjak dewasa yang tidak suka kedamaian masa kecil.

***

Malam ini Novia berencana untuk menginap di rumah Deanda, membantu gadis itu menyiapkan pesta kecil-kecilan untuk adiknya. Hanya mendekor ruang tamu dengan beberapa gambar ultramen yang disukai Afat, balon berwarna merah, juga sebuah spanduk berisi ucapan ulang tahun dihiasi foto-foto semasa bayi hingga hasil potretan diam-diam beberapa hari yang lalu.

Novia melihat Deanda yang tengah menatap foto berukuran besar di ruang tengah, memahami bagaimana perasaan gadis itu ketika harus berusaha tegar demi adiknya. Gadis itu melangkah mendekat, memberikan segelas susu kepada sahabatnya yang tampak tak begitu baik.

"Gak kerasa, Mommy udah tiga tahun ninggalin kami." Senyuman yang Novia lihat bisa ia pastikan bukan berupa senyum bahagia, lebih mirip tersiksa.

"Kita doaian Mommy kamu bahagia di surga." Tangan Novia mengelus pelan rambut sahabatnya, berusaha menguatkan.

Tak mendapatkan respon apapun dari Deanda, Novia berinisiatif untuk mengajak gadis itu ke kamar. Memikirkan bagaimana sahabatnya itu bisa bertahan sampai sekarang. Tetap kuat di hadapan dunia meski Novia yakin bahwa gadis itu tidak pernah benar-benar sekuat itu.

***

Sudah berulang kali Deanda mencoba menghubungi Daddy nya yang saat ini harusnya sudah berada di rumah mereka. Namun, sampai percobaan kesekian kalinya tidak kunjung dijawab oleh lelaki paruh baya itu. Deanda merutuki dirinya sendiri, terlalu berani percaya dengan janji Daddy nya yang sejak tiga tahun lalu berubah menjadi orang asing. Gadis itu sama sekali tidak memiliki kalimat atau bahkan kata yang akan ia sampaikan kepada adiknya. Membayangkan bagaimana pesta ulang tahun Afat yang akan berakhir dengan kekecewaan.

"Gimana De? Sudah pukul empat, kita mulai saja?" bisikan Ardi membuat gadis itu kembali mencoba menghubungi Daddy nya, berharap ini akan mendapatkan kabar.

"Selamat ulang tahun jagoan Daddy." Melihat seseorang yang menampakkan diri di depan pintu, Deanda menghembuskan nafasnya lega. Syukurlah kali ini Daddy nya bisa menyempatkan waktu.

Pesta perayaan ulang tahun Afat berjalan dengansesuai rencana. Bocah itu tampak sangat bahagia dengan perayaan yang ramaididatangi teman-teman juga Daddy nyahari ini.

Du har nått slutet av publicerade delar.

⏰ Senast uppdaterad: Jun 18, 2020 ⏰

Lägg till den här berättelsen i ditt bibliotek för att få aviseringar om nya delar!

Segara RasaDär berättelser lever. Upptäck nu