20

2K 225 36
                                    

Aku pikir kalian tahu gimana cara menghargai karya orang

SEMOGA TERHIBUR DAN SELAMAT MEMBACA!



Duduk termenung dibalkon kamar sambil melihat pemandangan kota padat Seoul, itulah yang Lisa lakukan padahal sudah waktunya dimana ia harus bersekolah.

Kejadian kemarin benar-benar membuat gadis itu kehilangan rasa percaya dirinya hingga ia tak berniat sekolah. Ia benci mengakui jika ingin rasanya ia menangis.

Malu sekali dirinya!

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu kamarnya dan tak lama pintu itu terbuka. Bambam, pria itu memasuki kamar adik tercintanya.

Ia duduk di bangku sebelah Lisa. Ia sudah diberitahu ibunya tentang apa yang terjadi kemarin di sekolah adiknya.

"Kau tidak sekolah?" Tanya Bambam membuka suara.

Lisa hanya diam tak menanggapi. Ia sama sekali tidak berniat membuka mulutnya.

"Lis," panggil Bambam.

"Pergilah!" Usir Lisa dengan nada datar.

"Setidaknya makanlah sarapanmu. Kau harus menjaga kesehatan." Bambam mengelus pucuk kepala Lisa sayang.

Ia tidak bisa membayangkan betapa malu adiknya itu. Ia sendiri merasa sangat malu. Ntah siapa yang memulai, namun insiden itu bahkan sudah menyebar luas.

"Pergilah! Aku ingin sendiri!"

"Lis-"

"Aku yakin kau tidak tuli, oppa."

Bambam menghela bafas pelan, membujuk Lisa yang keras kepala memang harus membutuhkan kesabaran.

Bambam kembali mengelus pucuk kepala Lisa lalu mencium kening gadis itu dan tersenyum manis.

"Jangan lupa bahagia."

Setelah mengucapkan itu, Bambam melangkahkan kakinya keluar dari kamar Lisa. Ia mengerti jika adiknya itu membutuhkan waktu untuk sendiri.

"Bagaimana? Apa dia tidak sekolah?" Tanya sang ibu saat Bambam sampai dimeja makan.

Bambam menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan ibunya.

"Biarlah, bu. Setidaknya berikan dia waktu sebentar."

"Yasudah kalau begitu. Ini makanlah!" Shin hye mendorong sebuah piring berisi dua potong sandwich.

"Setelah itu bersiaplah, kita akan ke kantor. Banyak berkas yang harus kita urus."

Bambam tidak menjawab dan segera melahap potongan sandwich miliknya.

Sedangkan dikamar, Lisa masih betah berdiam diri sambil memandang pemandangan kota yang sangat padat. Ia sama sekali tidak berniat bergerak dari tempat.

Lisa yakin setelah kejadian kemarin, sahabat-sahabatnya akan berlomba untuk mengasihaninya. Lica benci itu!

Ia juga tak berniat mencari tahu siapa dalang dibalik insiden semalam.

Cukup lama Lisa berdiam diri, ia menatap jam yang melingkar sempurnya di lengan kurusnya. Pukul sepuluh pagi, ia sendiri tidak menyangka sudah selama itu ia berdiam diri.

Setelah bosan, Lisa melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya.

Dan perasaan Lisa semakin hancur saat tidak melihat satu orang pun dirumahnya. Lisa memejamkan matanya menahan gejolak menyakitkan di hatinya.

Dimana mereka saat ia terpuruk? Tidak ada!

Mereka hanya bisa menghibur melalui kata-kata, namun tidak ada satupun dari keluarganya memilih untuk menetap di sisinya.

PAINFUL [HUNLIS]Where stories live. Discover now