[3] Kejadian

Mulai dari awal
                                    

"Iya, Pa. Siap!"

"Yang terpenting jangan bikin rumah berantakan!" Arum datang menuruni anak tangga.

"Iya, Ma. Oke!"

"Yaudah kita pergi dulu, nanti pulangnya malam, kamu jaga rumah baik-baik, jaga dirinya nanti aja."

Agaz dengan gerakan cepat menoleh menatap Gaza. "Apa yang papa lakuin ke aku itu, jahat." Lalu kembali beralih menatap tontonannya.

"Lebay, kita pergi duluu, bye!" Gaza dan Arum beranjak menuju pintu utama dan pergi meninggalkan Agaz sendirian.

"Bawain makanan jangan lupa!" Ia bersorak, lalu kembali menonton tv dan menyantap makanan ringan di tangannya. Ia menonton dengan hikmat sesekali menghujat pemeran sinetron yang mati karna tertabrak.

"Gue udah bilang, kalo ada mobil lo minggir! Jangan malah teriak! Bego banget sih!" Agaz mulai berapi-api merutuki tokoh dalam sinetron yang ia tonton. Beberapa detik kemudian terdengar suara seseorang yang sedang menangis.

"Hiks hiks hiks...,"

Ia menoleh ke arah sumber suara, Agaz melihat seorang wanita yang duduk berseberangan dengannya, ia menunduk menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Lo ngejek gue ya? Gue meninggal gara-gara gue teriak duluan pas mobil mau nabrak gue, hiks." Wanita tersebut terus menangis.

"HAHAHAHA! PARAH LO! AHAHAH!" Bukannya iba, Agaz malah menertawainya. Wanita tersebut berhenti menangis, beralih menatap Agaz dengan intens, lalu menunduk kembali.

"Iya deh maaf, gue kan gak tau, lo nangisnya di dapur aja ya? Itu sofa gue kotor kena darah dari baju lo, hehe." Mendengar penuturan Agaz barusan, wanita tersebut mengangkat kepalanya lagi.

"Jahat banget sih, untung lo ganteng, kalo nggak udah gue ajak buat satu alam sama gue." Ia terbang menghilang lalu menembus tembok. Agaz terkekeh geli menatap kepergiannya.

Tak lama kemudian pintu rumahnya berbunyi, menandakan adanya orang lain selain dirinya.

"Masuk aja Ham gapapa, itu sofa yang paling bagus, yuk duduk di sana, gapapa gue mah." Erik datang menuntun Dirham mengikuti langkahnya, mereka datang tanpa aba-aba atau sekedar mengetuk pintu seperti tamu pada umumnya.

Keduanya mengacuhkan kehadiran Agaz, Erik duduk di sofa bertepatan dengan posisi yang hantu tadi duduki sedangkan Dirham tanpa ragu langsung melangkah menuju dapur.

"Rik mau minum apa? Gue ambilin sekalian, santai aja sama gue, gak usah malu-malu," ucap Dirham santai sambil terus melangkahkan kakinya menuju dapur.

"Yang paling mahal dong!"

Agaz memperhatikan tingkah kedua sahabatnya sesekali mendengus kesal lalu beberapa detik kemudian menyeringai jahat. Ia melihat seorang hantu anak kecil yang berlarian didekatnya.

"Eh, Di. Sini deh!"

"Apaan? Mau hina-hina gue lagi? Huh!" Andi memalingkan wajahnya.

"Nggak kok, lo kan penunggu rumah gue yang paling ganteng, gue nobatin lo sebagai ketua anak-anak di sini, dengan syarat lo bantuin gue, mau nggak?" Agaz menaikkan sebelah alisnya ia berbisik-bisik membuat Erik melirik kearahnya lalu bergidik ngeri. Andi yang mendengar penawaran dari Agaz matanya berbinar, memikirkan bagaimana kerennya menjadi pemimpin pasukan hantu anak-anak di sekitarnya.

"Oke setuju, tolongin apa?"

"Lo liat tuh mereka berdua, gangguin, bikin mereka takut, tapi jangan sampai nyakitin."

"Oke, laksanakan!" Ia mulai beraksi, Agaz kembali ke posisi duduknya semula, menonton tv sambil memakan cemilan ditangannya.

"Nih, gue bawain jus buah naga, ini kemasan yang paling bermerk, hati-hati minumnya, takut kerongkongan burique kita meronta-ronta." Dirham menyerahkannya kepada Erik, ia jadi geli sendiri mendengar penuturannya. Sekarang keduanya duduk dengan santai menikmati jus dan makanan yang mereka ambil dari kulkas sembari menaikkan kedua kaki di atas meja.

Brakk!!

Srrttt!!

Tiba-tiba pintu utama tertutup dengan kencang, hordeng di sekitar mereka juga mulai tertutup dengan sendirinya, siapa lagi pelakunya kalo bukan Andi dan teman-temannya. Dirham dan Erik serempak menurunkan kaki mereka lalu duduk dengan tegang, gelas yang sejak tadi  mereka genggam di letakkan kembali di atas meja. Mereka melirik ke sekitar, angin sama sekali tak berhembus, lalu beralih menatap ke arah Agaz yang masih sibuk dengan cemilan ditangannya.

"Eh? Gimana nih? Langsung kena azab kita." Dirham menyenggol lengan Erik.

"Gue juga gak tau, mana masih trauma lagi sama kejadian semalam." Erik mendengus, ia mulai waspada dengan sekitarnya takut melihat sesuatu yang ia tak inginkan.

Wushh!!

Sekelebat bayangan putih melintas di hadapan mereka, mengakibatkan majalah di atas meja terbuka satu per satu. Dirham langsung melompat naik ke atas sofa dan memegang bahu Erik dengan erat.

"Gaz, kita ngaku kalah deh, sumpah nggak lagi-lagi bikin lo kesel, game over oke?" Erik menghadap ke arah Agaz yang masih sibuk dengan cemilannya lalu tangannya meraih sebuah majalah di atas meja dan membacanya.

"Iya, Gaz. Kita kalah deh." Dirham memohon pada Agaz lalu menyatukan kedua telapak tangannya.

"Hihihihihi! Hahahaha! Hihihihihi!"

Suara tawa Andi dan teman- temannya menggema di seisi ruangan membuat Erik dan Dirham semakin bergirik ngeri sedangkan Agaz masih bersikap tidak peduli, membalikkan badannya lalu melangkah menuju anak tangga sesekali menertawai kedua sahabatnya yang kini sedang ketakutan.

"Gaz, tolongin kita dong! Nanti kalo tiba-tiba kita dibunuh gimana?!" Erik berteriak namun masih tidak mendapat jawaban apa pun. Mereka berdua memutuskan untuk mengejar Agaz, bersamaan dengan itu gelas jus mereka melayang di udara beberapa saat membuat keduanya berlari terbirit-birit.

"Gaz! Udah deh! Bisa pingsan di tempat kita berdua!"

Akhirnya Agaz menghentikan langkahnya menaiki tangga, ia menggumam menyuruh mereka semua berhenti, lalu semuanya kembali seperti semula. Agaz berbalik menghadap Dirham dan Erik.

"HAHAHAHAHA!! RASAINN KALIAN!! SIAPA SURUH JUGA OBRAK ABRIK RUMAH ORANG GANTENG! HUU!" Ia tertawa begitu puas, sedangkan kedua temannya masih terkejut dan terdiam di tempatnya. Agaz melangkah kembali menuju ruang keluarga, Dirham dan Erik masih saling tatap dan belum beranjak dari anak tangga, membuat suasana menjadi hening.

BRAKK!!

Agaz menghentikan langkahnya, ia menatap sekitar namun Andi dan kedua temannya sudah pergi. Pintu utama terbuka begitu lebar, namun tak satu orang pun muncul dari sana. Erik dan Dirham semakin ketakutan, bahkan suasananya jauh lebih menyeramkan dari sebelumnya.

Agaz memberanikan diri berjalan mendekati pintu utama, baru beberapa langkah ia tiba di ruang tamu, sebuah lukisan besar menerjang tubuhnya begitu kuat. "AGAZZZ!!!" Dirham dan Erik berteriak begitu kencang lalu menemui Agaz yang tergeletak di lantai dan sudah tak sadarkan diri.



































To be continued...

Am I A Ghost?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang