[14] Dirham dan Runa

150 113 70
                                    

Agaz tersentak sesaat setelah mendengar pertanyaan dari Erik yang menyerangnya bertubi-tubi, sejahat itukah dia? Seaneh itukah dia di mata sahabat-sahabatnya selama ini? Agaz tak habis pikir hingga dirinya tak bisa berkata-kata lagi dan berakhir dengan hanya menatap kedua temannya itu dalam diam.

Namun beberapa detik kemudian ia dikejutkan dengan Erik yang tertawa terbahak-bahak disusul dengan Dirham bergantian membuat dirinya kini bingung sendirian.

"Kenapa?" tanyanya penasaran.

"Muka lo, Gaz. Serius amat dah, gue becanda doang kali HAHAHAHA!"

Erik masih menatapnya geli, sesekali berusaha untuk berhenti menertawainya karena sekarang perutnya sudah keram, Dirham yang menyadari bahwa kondisi ini mungkin akan bertahan lama, ia dengan cepat menggantikan Erik dan mengajukan pertanyaan untuk Agaz.

"Lo kemarin kenapa? Kejadian pas kita lagi ekskul basket, lo cuma duduk sendirian dari awal kita main, nah itu lo kenapa?"

Mendengar pertanyaan itu Agaz langsung menghembuskan nafasnya pasrah, berusaha memikirkan kata-kata yang tepat untuk menceritakan semuanya pada kedua sahabatnya, namun entahlah mungkin tidak semuanya bisa ia ceritakan.

Erik kembali duduk tegak, raut wajahnya berubah serius, sejujurnya ia sangat penasaran dengan kejadian yang menimpa temannya itu kemarin sore. Setelah beberapa saat Agaz baru mulai bercerita, dari kedatangannya yang lebih dulu dari pada yang lain hingga dirinya yang duduk bersampingan dengan Daniel dan keanehan-keanehan yang terjadi selama dirinya berada di sana.

Dirham dan Erik menatapnya bingung, yang Agaz ceritakan jelas-jelas berbeda dengan situasi yang mereka rasakan.

"Lo bilang dari awal lo datang sampai saat Erik manggil-manggil lo, semuanya sepi?"

"Padahal pas kita datang tuh ya, di lapangan udah lumayan rame dan lo udah duduk di sana sendirian, trus kita panggil-panggil buat main karena pelatihnya udah dateng, eh lo nya malah diem aja, kita berdua sampai ngira lo sakit," jelas Erik panjang lebar.

"Trus lo cuma duduk doang? Nggak ngobrol sama Daniel?" Dirham kini mulai penasaran.

Agaz tidak langsung menjawab pertanyaannya, ia terdiam untuk sesaat memikirkan apakah ia harus berkata jujur atau tidak. Jika saja ia ceritakan semuanya, mungkin kedua sahabatnya itu akan salah mengartikan dan akhirnya Agaz memilih untuk menceritakan semuanya nanti saja. "Iya, Ham. Gua cuma bengong."

"Daniel cuma bawa gue ke dunianya, gue gak tau tujuannya apa, dan tiba-tiba dia hilang gitu aja trus semuanya balik lagi kaya normal. Gue milih buat langsung pulang saat itu juga karena gue tiba-tiba pusing," jelas Agaz semeyakinkan mungkin.

Dirham dan Erik mengangguk-angguk paham, tidak ingin mengulur waktu lebih lama lagi mereka segera memutarkan botol itu untuk melanjutkan putaran ke tiga, begitu seterusnya hingga ketiganya merasa bosan dan mengganti-ganti permainan mereka, dan ditutup dengan menonton film bersama untuk membuat hari minggu ini semenyenangkan mungkin.

***

Murid-murid dari kelas 11 ipa 1 berbondong-bondong masuk ke dalam ruang labolatorium untuk melaksanakan praktek pelajaran kimia hari ini, satu di antara mereka terlihat berjalan dengan wajah yang berseri-seri, ia tersenyum begitu lebar. Erik menatap ke arahnya dengan raut wajah heran.

"Seneng banget ya lo sekelompok sama Runa?"

"Wah seneng dong, cuma berdua lagi." Agaz lagi-lagi tersenyum, sepertinya hanya Runa yang bisa membuatnya seperti ini.

Sekarang semuanya sudah siap di tempatnya masing-masing dengan menggunakan jas lab dan sarung tangan, di depan mereka sudah tersedia macam-macam alat dan bahan yang dibutuhkan untuk praktek pembuatan larutan hari ini.

Setelah diberi perintah semuanya serempak memulai kegiatan mereka. Suasana berjalan begitu tenang, terlihat Agaz dan Runa yang juga melaksanakan prosedur dengan baik, Agaz sesekali mencuri pandang ke arah Runa yang berada di sampinya, tanpa ia sadari bahwa Dirham juga menatap ke arah mereka sejak tadi.

Tepat saat Runa menuangkan sebuah larutan ke dalam gelas ukur, tangannya mendadak kaku dan dirinya tiba-tiba saja terdiam membuat larutan itu terus saja tertuang hingga hampir tumpah jika saja Agaz tidak menghentikannya. Sebuah bayangan hitam baru saja masuk ke dalam tubuh Runa, kini wajahnya berubah pucat.

"Lo gapapa?" tanya Agaz khawatir.

"Gapapa."

Runa melanjutkan aktivitasnya, namun Agaz masih menatapnya dengan cemas. Sesaat kemudian ia dikejutkan dengan sesuatu.

"Makasih,"

"kata Alin, kalian bertiga yang bantu gue sama papa," ucap Runa. Dirinya berbicara tanpa memandang Agaz sedikit pun, ia masih sibuk dengan alat-alat labolatorium di tangannya.

Agaz tersenyum. "Papa lo udah ba--"

PRANG!!

Suara pecahan kaca memotong ucapannya, suasana mendadak hening dan para siswa serempak memandang ke arah Dirham yang kini juga terlihat kaget. Tanpa aba-aba Runa berlari mendekati pecahan gelas ukur itu dan membantu Dirham membersihkannya sebelum guru kimia mereka kembali ke sana. Agaz yang melihat itu kini terkejut bukan main begitu juga dengan Erik yang berada di sisi yang berlawanan.

Tak ingin membuang-buang waktu, semuanya kembali fokus pada praktek kelompok mereka masing-masing. Setelah membantu Dirham, Runa kembali ke samping Agaz yang kini hanya terdiam. Mereka melanjutkan tugasnya tanpa ada obrolan sedikit pun, Agaz tak lagi berminat bersuara.

Sementara Dirham masih terlihat menyesal karena kecerobohannya, sudah di pastikan bahwa setelah ini ia akan disuruh mengganti gelas ukur yang pecah. Namun beberapa saat kemudian Dirham tersenyum singkat, ia mengingat saat-saat Runa yang membantu dirinya, juga saat ia melihat sesuatu yang melingkari pergelangan tangan gadis tersebut dan menyadari bahwa itu masih gelang yang sama.

Sementara itu di koridor yang sepi terlihat seorang gadis berjalan sendirian, ia melangkah dari kelasnya menuju toilet. Sesampainya di sana Alin tersenyum sesaat pada siswi lain yang sedang mencuci tangannya lalu beralih menatap cermin di hadapannya yang cukup besar, terlihat matanya yang lesu dan dirinya yang benar-benar mengantuk.

Ia langsung membasuh wajahnya berniat untuk membuat dirinya segar kembali, namun saat ia menatap ke samping wastafel tiba-tiba terdapat kertas yang sedikit basah berada di sana. Alin dengan cepat menoleh ke arah pintu ke luar dan mendapati siswi yang bersamanya sejak tadi berjalan dan menghilang di balik pintu.

Tanpa menunggu lama ia langsung mengambil kertas tersebut dan membaca tulisan yang tertera di sana.

Jauhi Runa dari Agaz.

Singkat memang, tapi cukup untuk membuat Alin terbelalak. Pertanyaan-pertanyaan mulai bermunculan dipikirannya. Siapa yang menulis ini? Lalu mengapa harus dirinya? Ia bahkan baru saja mengenal Agaz?

Lalu beberapa saat kemudian, lamunannya dibuyarkan oleh bel istirahat yang berbunyi. Alin menghembuskan nafas kasar, ia merobek kertas itu dan langsung membuangnya ke tempat sampah lalu berjalan pergi menuju kantin.

Dari kejauhan Daniel tersenyum senang, ia akhirnya berhasil menyampaikan pesannya meski harus menggunakan tubuh Sherly yang tak sengaja bertemu dengannya di tempat dan waktu yang tepat.

Sementara di labolatorium, kelas 11 ipa 1 baru saja menyelesaikan kegiatan praktikum mereka dan sibuk membersihkan ruangan sebelum pergi beristirahat. Namun tidak dengan Dirham, ia langsung melepas jas labnya dan segera berlari keluar mencari-cari keberadaan seseorang dan menyerukan namanya di sepanjang koridor. "Alinnn!!! ALINNN!!!"




















































To be continued...

Am I A Ghost?Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum