"Aku dari tadi ngomong tapi ternyata gak kamu dengar, bagus sekali Novia." Ucap Yaksa kemudian memalingkan wajahnya seolah marah.

"Sa." Panggilan Novia membuat Yaksa menoleh melihat gadis itu.

"Kalau kamu dikasi kesempatan untuk mengubah masa lalu, kamu mau ngubah bagian yang mana?" Novia mengajukan pertanyaan dengan matanya yang menatap kea rah komedi putar.

"Ketimbang berpikir untuk mengubah masa lalu, aku lebih ingin mengubah diriku yang sekarang." Jawaban Yaksa membuat Novia menoleh ke arahnya.

"Tidak puas dengan kamu yang sekarang?" tebak Novia yang membuat Yaksa terkekeh sejenak.

"Bukan tidak puas, hanya saja jika aku bisa lebih puas lagi kenapa harus bertahan di kata puas. Memangnya ada masa lalu yang mau kamu ubah?" Yaksa balik bertanya.

"Hmmm...ini seandainya sih, aku mau punya kembaran laki-laki. Aku tuh kepengen gitu kami bisa berbagi rahasi terkecil sampai terbesar. Menikmati rasanya bertumbuh bersama, dan saling berbagi banyak hal. Membayangkan bagaimana aku akan banyak tau tentang menjadi seorang laki-laki." Jelas Novia.

"Memangnya penting untuk saling tau? Maksudku antara laki-laki dan perempuan."

"Bukan hanya saling tau, tapi juga memahami. Semua hubungan akan menjadi lebih baik ketika kita saling memahami. Tau kenapa aku dan Deanda bisa tetap bersahabat sampai sekarang? Karena kami tidak hanya sekedar saling tau, tapi juga memahami. Ketika kita saling memahami, perbedaan apapun akan berubah menjadi hal yang patut untuk dibagikan."

"Kalau kita sekarang menurutmu bagaimana?" pertanyaan Yaksa membuat Novia tersenyum ke arah pemuda itu.

"Aku belum tau banyak hal selain keluarga juga pekerjaan kamu. Sebagian besar hanya kelebihan-kelebihan yang banyak kudengar dari Mama. Sampai sekarang, kamu masih dalam lingkaran orang baik dan cerdas, hanya itu."

"Hanya tau? Belum memahami?"

"Mulai paham dengan beberapa, tapi sayangnya semua masih tentang kelebihan kamu."

"Bukannya bagus jika semuanya tentang kelebihanku?"

"Aku takut."

"Kenapa?" Yaksa bertanya sambil mengerutkan keningnya.

"Menurutku bukan tidak mungkin jika orang dengan seribu kelebihan akan memiliki satu kelemahan paling berbahaya bagi orang lain."

"Apa menurutmu aku memiliki satu kelemahan itu?"

"Hanya kamu yang paling tau." Percakapan keduanya berhenti ketika alarm pukul sembilan malam yang menandakan waktunya Afat untuk pulang ke rumah telah berbunyi.

***

Mereka sampai di rumah Afat setelah sekitar 15 menit menempuh perjalanan. Yaksa menggendong Afat karena bocah itu sudah tertidur, sementara Novia berjalan menahului keduanya untuk membukakan pintu rumah. Novia menghentikan jalannya ketika mendapati Deanda dan Ardi yang duduk di ruang tamu. Colekan Yaksa di bahu Novia membuat ia segera melangkah masuk ke dalam rumah. Setelah di dalam rumah, keduanya kembali berdiri terdiam menunggu dua orang yang duduk saling diam menyadari keberadaan mereka. Sepersekian detik, Deanda menyadari keberadaan mereka dan segera berdiri.

"Sini aku bawa dia ke kamar dulu." Deanda menjulurkan tangannya berniat menggendong bocah sembilan tahun itu.

"Emang bisa? Aku saja yang membawanya, cukup tunjukkan jalan ke kamarnya." Balas Yaksa yang ragu dengan kekuatan gadis itu.

Akhirnya Deanda hanya menunjukkan jalan sementara Yaksa tetap menggendong bocah itu. Novia memilih untuk duduk di ruang tamu. Memperhatikan Ardi yang sepertinya juga baru saja sampai di rumah itu, belum ada minuman ataupun kue di meja. Menemukan keduanya yang tadi terdiam, mungkin mereka belum memulai pembicaraan menyebalkan tentang cinta mereka. Jujur saja, Novia masih merasa sangat tidak suka pada Ardi. Pemuda brengsek yang dulu menyakiti sahabatnya.

"Sudah tidak mengenalku?" tanya Novia kesal karena pemuda itu tidak juga mengajaknya berbicara.

"Novia." Sapa Ardi akhirnya.

"Syukurlah, kupikir kamu sudah melupakan banyak hal karena kebanyakan berpikir tentang dosa-dosamu ke Dea." Sarkas juga senyum sinis Novia tidak mendapat tanggapan apapun dari Ardi.

"Kita pulang? Atau kamu mau di sini dulu?" tanya Yaksa kepada Novia setelah ia dan Deanda kembali ke ruang tamu.

"Pulang deh, aku mau istirahat." Jawab Novia kemudian berdiri memeluk Deanda.

"Aku sama Yaksa pulang De. Hati-hati di rumah. Langsung istirahat setelah aku pulang. Sampai ketemu besok." Pamit Novia kemudian berjalan ke arah pintu tanpa menoleh ataupun pamit kepada Ardi yang masih duduk.

"Aku pulang. Jaga kesehatan kamu." Pamit Yaksa lalu berjalan menyusul Novia setelah sebelumnya tersenyum ke arah Ardi.

"Aku ambilkan minum dulu." Ucap Deanda setelah menutup pintu rumahnya.

Ardi mencoba untuk menebak apa yang baru saja dilihat dan didengarnya. Pemuda yang ia lihat mengantar Deanda dan Afat beberapa hari yang lalu kini mengantar bocah itu pulang dan menggendongnya memasuki kamar. Kali ini juga ada Novia, mungkin mereka dari suatu tempat yang sebelumnya telah mereka semua rencanakan. Deanda tidak jadi ikut karena sedang kurang sehat. Ia mendengar dengan jelas yang dikatakan pemuda itu, meminta Deanda menjaga kesehatannya. Sedangkan Novia meminta Deaanda beristirahat. Apa hubungan pemuda dengan kedua gadis itu? Siapa pemuda itu? Nampak begitu peduli dengan Deanda juga Novia.

Segara RasaWhere stories live. Discover now