36. Alatha Sadness

16.4K 1K 5
                                    

'Satu yg harus kita semua ketahui. Ada banyak ribuan orang yg jauh lebih merasa sakit dari apa yg kita rasakan!'

~RAP~

。。。。。。。
。。。。。。。

Ana termenung di balkon kamarnya yg baru. Kamar ini sangat besar, belum lagi fasilitas yg memang canggih untuk gadis cacat sepertinya. Kursi roda yg biasanya harus ia dorong dengan tangannya sendiri sekarang hanya memutar mutar menggunakan alat yg ada di kursi rodanya. Ini benar benar canggih pikirnya.

Kehidupan dirinya yg sekarang sudah berbeda. Tidak ada lg kerja sepulang sekolah, tidak ada lg teriakan anak panti, tidak ada lg  memusingkan cara untuk membeli obat dan tidak ada lg berdiam diri saat malam hari hanya untuk memikirkan keluarga kandungnya. Sekarang ia sudah memilik semua yg seharusnya anak remaja lain nya mau. Walapun kekurangan satu. Maminya.

Setelah kemarin di habiskan untuk merayakan kepulangannya. Nanti pagi ia akan ke sekolah seperti biasa. Ia harap citra dan lain nya tidak menggangunya lg. Sehari ia tinggal disini membuatnya sedikit canggung. Rumah ini sangat besar. Bahkan ia harus menaiki lift untuk menuju kamar nya yg ada di lantai tiga. Kamar nya pun di apit oleh kamar kedua abang nya.

Fyuuu… Dirinya masih tidak percaya bahwa ia sudah menemukan keluarga yg sesungguhnya. Ini yg ia mau, tetapi belum ada seminggu ia tinggal, Dirinya sudah merindukan panti.

Ana tersenyun menatap langit malam yg menampakan bulan yg bersinar terang. Tidak ada bintang yg menenamani bulan. Ana tersenyum menatapnya. Sekarang ia harus bisa hidup seperti ini. Bagaimanapun kehidupan nya sekarang sudah berbeda. Dulu ia hanya gadis cacat yg tinggal di panti, tetapi sekarang ia gadis cacat yg memiliki keluarga lengkap, walapun maminya masih belum sembuh. Dan Tidak akan ada lg yg mengatakan ia anak haram.

Lamunan ana buyar saat suara pintu terdengar. Ternyata alatha, kembaran nya masuk melalui pintu yg memang terhubung dari kamar nya. Kamar ana memang terhubung ke kamar kedua abang nya.

"Kenapa belum tidur?" Tanya alatha mengelus rambut ana dan duduk di bangku yg ada di balkon kamar aja.

"Belum ngantuk ka" Jawab ana. Memang ia sedang tidak ngantuk. Dirinya masih tidak percaya bahwa ia sudah menemukan keluarga kandung nya.

Alatha hanya tersenyum dan mengikuti ana yg melihat ke arah langit malam. Alatha tersenyum tipis melihat bulan bersinar terang. Ia jadi mengingat perkataan papi nya.

"Kalo kamu ingin dekat dengan mami, tatap aja langit malam. Mami sangat menyukai menatap langit malam sebelum tertidur"

Itu lah yg papi nya katakan saat ia masih belum mengerti keadaan.

"Suka natap langit malam?" Tanya alatha tanpa melihat ke arah ana.

"Suka. Ini yg sering ana lakuin sebelum tidur. Suka ngerasa deket juga sma kalian setiap natap langit" Jawab ana manatap bulan yg bersinar.

"Kaya mami" Lirih alatha. Namun karna keadaan hening membuat ana mendengar lirihan alatha.

Ana melihat ke arah alatha yg menatap langit sendu. Entah kenapa hati nya juga merasakan hal tersebut. Apa ini ikatan batin karan mereka kembar?

"Waktu kecil. Kaka masih ga tau apa apa. Selalu nanyain kemana mami" Ucap alatha sendu dengan terus menatap langit. Ana yg mendengar ucapan alatha ga tau kenapa, seperti merasakan apa yg alatha rasakan.

"Sampai akhirnya, papi nunjukin mami dengan keadaan kacau. Kaka ga percaya kalo itu mami, tapi papi bilang kalo itu mami. Kaka nangis terus meluk mami, tapi kaka malah di dorong sampe jatuh. Anak seumur 5 tahun siapa yg paham sama keadaan?

Different [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt