The Masquerade PRINCE | Chapter 48 - Her Fear

Start from the beginning
                                    

Dan sekarang, mendapati ia akan menaiki mobil dengan jenis yang sama persis, Anna merasa paranoid. Lebih baik ia memilih berjalan kaki menempuh puluhan kilo meter ketimbang menaiki mobil tersebut. Terdengar tidak masuk akal memang, tetapi Anna rasa hal tersebut pilihan paling bijak.

"M-mereka menggunakan mobil serupa saat menculikku, Dex. Dan s-sekarang, bisa saja supir tersebut sedang menyamar seperti saat lalu. Mereka sama persis, Dex--"

Dextier langsung mengecup pipi Anna agar gadis itu tak meneruskan ucapannya. Ia hampir saja lupa fakta bahwa Anna telah melewati hari sulit kemarin lusa. Dan mendengar secara langsung bagaimana gadis itu menjadi ketakutan, sebagian dari diri Dextier terasa keropos.

"Tak apa kalau takut naik mobil, kau tak perlu berjalan kaki--"

"Tidak semua jenis mobil aku takutkan, Dex. Tapi jenis mobil di depan itu tiap bagiannya terasa akan menerkamku."

Ia menatap lawan bicaranya berkaca-kaca, berharap tinggi Dextier akan menuruti kemauannya.

"Baiklah. Bila begitu tunggu sebentar, aku perlu menelepon supir lain supaya menjemput ke mari. Jangan ke mana-mana, tunggu di sini saja." Pria itu lantas memerintah beberapa bodyguard berdiri di dekat Anna, sebelum sedikit menjauh dengan ponsel melekat di telinga.

Terhitung belasan orang berpakaian hitam langsung mengerubungi Anna layaknya ikan segar yang dikumpuli kucing lapar. Benar-benar berlebihan. Apakah ia akan terus diperlakukan seperti ini? Lantas kapan lagi ia dapat bertindak bebas seperti hari-hari sebelumnya?

Belum apa-apa Anna sudah pusing sendiri. Rasa-rasanya Dextier kini menganggapnya bayi.

Tidak lama kemudian sosok pria yang membuat kepalanya berdenyut kembali. Pria itu datang mengusir orang-orang berbadan besar di sekelilingnya kemudian meraih Anna ke dalam gendongan. Ia sempat menyuruh tangan Anna agar melingkari lehernya, sebelum membawanya kembali masuk. Namun, kali ini tujuan mereka bukan kembali ke ruang rawat inap, melainkan menuju rooftop.

"Kenapa pergi ke atap?" tanya gadis berpakaian biru langit tersebut seraya mendongakan kepala, menatap wajah Dextier dalam radius dekat.

Entah kapan Dextier memasang benda di wajahnya tersebut, karena setiap kesempatan bersama, pria itu sudah dalam keadaan wajah menyeramkan.

"Kau bilang takut menaiki mobil."

"Lalu? Mengapa kita ke mari? Memangnya mobil dapat naik ke atap gedung?" Anna mengerjap polos.

Dextier menyeringai. "Kau akan tahu sendiri."

Jawaban yang diberikan jelas tak membuat rasa penasarannya terobati. Anna sudah akan bertanya lagi ketika mereka sampai di lantai teratas gedung rumah sakit. Tidak berselang lama terdengar suara baling-baling yang semakin terdengar jelas. Detik itu juga mata Anna melebar, melihat helikopter terbang mendekat dan berhenti beberapa meter di depan mereka.

"Dex apa yang--"

Dextier tak mendengarkan kata Anna dan mulai berjalan mendekati seorang laki-laki tinggi yang baru saja keluar dari pintu kemudi.

"Bisa tidak kau tidak mengganggu hari tenangku sesaat saja?" Rexonne melepas penutup telinga lalu berkacak pinggang, memandang kesal wajah tak berdosa Dextier.

Pria itu hanya menganggapnya angin lalu. "Bisakah kau bukakan pintu?"

"Dan bisakah kau sekali saja menggunakan kata 'tolong' saat meminta bantuan orang lain?" Rexonne mendengkus, tak urung menuruti ucapan temannya. Ketika tubuh Anna telah duduk dengan sempurna di kursi belakang, lelaki itu tak bisa menahan decakan dan binaran mata. "Wah ... keluar dari rumah sakit saja kau secantik ini, bagaimana ketika berdandan? Kau pasti--awhh ...."

Rexonne melenguh dan langsung memalingkan wajah kala sebuah sepatu memukul bibirnya di detik itu juga. Lelaki itu mengusap permukaan bibirnya yang terasa kebas lalu memandang sang pelaku dramatis. "Jahat sekali kau. Sudah baik aku membantumu tanpa pamrih, tapi kau malah membalas--"

"Jangan lupakan fakta bahwa helikopter ini masih asetku," sahut Dextier cuek sembari memasang sepatu kembali, kemudian ikut naik. Pria itu memasangkan sabuk pengaman Anna dengan telaten begitu mereka telah duduk bersisihan. "Mau sampai kapan kau berdiri di sana?"

Tatapan datar Dextier kembali menghunus kedua mata Rexonne yang setia mengusap bibirnya.

"Kapan sebenarnya spesies sepertimu mau mengubah sikap?" gerutunya lalu menempatkan diri di kursi kemudi.

"Bukan urusanmu." Ia menatap malas ke depan. "Sudah bagus sikapmu berubah serius beberapa hari kemarin. Kenapa sekarang justru kembali seperti manusia tak berotak lag--"

Sebelum Dextier meneruskan ucapan, kedua tangan Anna sudah membungkam mulut pria itu rapat. Antara berani dan tidak, ia terpaksa melakukannya karena merasa kalimat Dextier sudah kelewatan. Sebenarnya, sejak insiden pemukulan alas kaki tadi, Anna sudah ikut merasakan malu, tetapi hanya ditatapi penuh makna saja Dextier tak kunjung paham.

Rexonne tertawa terbahak-bahak di tempatnya. "Bagus, Nona, terus tutup mulutnya."

Dextier mendelik ke depan, tetapi tak kuasa menepis tangan gadis di sampingnya tersebut.

Saat dirasa lebih tenang, Anna menarik kepala Dextier menjadi lebih dekat dengan bibir. "Kau bilang akan berubah?"

Perlahan-lahan Dextier melepas tangannya, sebelum ikut berbisik juga. "Kelepasan."

Gadis itu hanya menghela napas panjang. Merasa malas menghadapi seorang Dextier.

"Bersiaplah, dalam hitungan detik kita akan terbang," ujar Rexonne seraya menekan beberapa tombol kecil.

Sama ketika pertama kali menaiki pesawat waktu lalu, Anna kali ini berusaha lebih berani merangkul lengan Dextier erat, merapatkan mata dan menempelkan diri sepenuhnya kepada pria di sisinya.

Melihatnya demikian, Dextier sigap menarik tubuh Anna lebih dekat.

"I'm here for you always," bisik Dextier menenangkan, mengusap pipinya pelan dengan mata tak pernah memutus pandangan dari wajah gadis tersebut. "Kuharap kau akan terus bersandar padaku seperti ini, Anna. Tanpa pernah ada jarak, membiarkan waktu melebur dengan sendirinya, sampai maut memisakan kita."

Di tengah bisingnya baling-baling dan rasa takut yang perlahan melebur dengan sendirinya, Anna tak dapat menyembunyikan senyum. Pipinya bersemu merah. Beruntung telinga Rexonne sedang tertutup. Jika tidak mungkin ia akan malu saat bertemu kembali di lain kesempatan. 

TO BE CONTINUED!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

TO BE CONTINUED!

Makasih udah bersedia nunggu ☺🔥🔥

See you,
Vi

The Masquerade PRINCE [COMPLETED]Where stories live. Discover now