25. jeda ... jedug

28.4K 2.7K 211
                                    

"Saya ikut, ya, Re."

"Nggak! Risetnya aja tuh diurus!" tegasku sambil meratakan sunblock tipis di wajah. Sementara Pak Banyu tengah duduk di sebelahku, menggunting kuku dan berusaha membujukku dengan sikap tenang.

Dia mau ikut aku bertemu teman kuliahku masa, mahasiswanya dulu. Big No! Cari mati banget.

Masalahnya, temanku ini, Caca mantan gebetan Mas Rehan, dulunya termasuk mahasiswi halu pemuja pantat seksi Pak Banyu yang kalau Pak Banyu mengajar di kelas bukannya memperhatikan malah curi-curi memfoto buat dibahas di grup kelas mulai dari merek kemeja sampai tebak-tebakkan warna kancutnya.

Bayangin deh kalau nanti tiba-tiba aku datang dengan Pak Banyu. Bisa roboh dunia pertemanan kami.

"Saya bisa urus riset sambil menemani kamu kok."

"Udah ada temen. Pokoknya enggak!"

Lagian, aku tuh lagi butuh banget jarak dari Pak Banyu. Dekat dengan Pak Banyu membuat kadar keganjenanku meroket ke puncak tetek Thanos, dan jangan tanya derajat kemunafikanku. Itu memalukan.

Aku butuh waktu buat diriku sendiri. Untuk memikirkan apa yang kujalani dengan si Bapak ini. Aku mulai nggak santai menghadapinya. Pertemuan kita terlalu intense. Apalagi setelah tatapan tulusnya yang seolah membaca jiwaku, aku merasa nggak sanggup.

"Makan siang sama saya. Jangan menolak!"

Dih. Kalau makan siang mah hayuk, "Ngapain rejeki ditolak," balasku sewot.

 Kalau makan siang mah hayuk, "Ngapain rejeki ditolak," balasku sewot

Hoppsan! Denna bild följer inte våra riktliner för innehåll. Försök att ta bort den eller ladda upp en annan bild för att fortsätta.

"Nggas, nggak berubah ya lo." Baru duduk dan aku disambut Caca dengan kalimat ejekan itu. Breh!

Mentang-mentang dia makin cantik dan glowing, seenaknya aja ngatain. "Percaya deh yang udah punya suami, beban perawatan ada yang nanggung," selorohku manyun.

Caca bisa dibilang salah satu teman dekatku di kampus dulu. Dulu dia sering main ke rumah, buat nugas sekaligus juga modusin Mas Rehan. Kita sefrekuensi kalau ngobrol. Walau kadang mulut gesreknya bikin geli kulit kepala, tapi bisa kutoleransi lah. Pinter, cantik, kaya, makanya langsung sold out begitu wisuda. Dan sekarang dia di Jogja untuk kuliah S2-nya.

"Yeeu, dasar. Nggak masalah itu doang, ya. Sikap lo tuh yang belum berubah. Masih keliatan petakilan banget." Sok menganalisis banget mukanya.

"Emang di jidat gue ada tulisan 'masih petakilan', kok lo sok amat." Bisa banget mengataiku petakilan.

"IKEA lagi diskon kaca gede tuh, beli sono!" Dia tertawa. Aku menyomot keripik milik Caca yang ada di meja. Sebelum aku datang Caca sudah memesan camilan dan beberapa cake sekaligus juice. Aku datang tinggal nyomot yang ada di meja dan masukin ke perut aja.

"Kabar lo gimana? Eh, gebetan lo yang mana sekarang, Nggas?"

Aku lumayan shock karena tiba-tiba ditanyai tentang gebetan. Berasa ke-gep banget. Tapi jelas pertanyaan Caca tidak mengarah pada apa yang kupikirkan. "Ya gue gini-gini aja. Gebetan masih yang dulu juga. Stagnan hidup gue, Ca." Akhir-akhir ini aja banyak anomali. Karena apa? O ya jelas karena terjebak bersama Rahwana berjam tangan Audemars Piguet di Jogja.

Jangan, Pak!Där berättelser lever. Upptäck nu