14. Tired

1K 145 59
                                    

Jika kamu lelah melangkah, maka beristirahatlah. Asal jangan memutuskan berhenti, apalagi mundur perlahan.

•••

"Gimana keadaan Elena?" Bhaska memulai pembicaraan dengan Jo. Saat ini mereka berdua sedang duduk di luar wardrobe room. Gauri dan Jo di undang ke acara talk show dari salah satu stasiun televisi.

Jo menoleh. Sedikit kaget sebenarnya mendengar teman lamanya itu menanyakan Elena. Namun, Jo berusaha berpikir positif. Sambil terus menghisap Vapor Storm di tangannya, lalu menghembuskan asap beraroma mint ke udara. "Keadaannya makin baik. Dan mungkin, 2 minggu dari sekarang, Elena udah bisa kerja lagi sama Gauri."

Bhaska menganggukkan kepalanya. Dia menyandarkan tubuhnya ke dinding dan melipat tangan di depan dada. 2 minggu, sepertinya waktu yang tidak cukup untuk mendapatkan lampu hijau dari Gauri. Mengingat wanita selalu tarik ulur, jual mahal, serta perdebatan yang selalu terjadi di antara mereka, Bhaska membutuhkan waktu yang lebih panjang lagi.

"Jo," panggilnya, Jo menoleh. "Bisa enggak Elena istirahat sebulan lagi, kek? Lo bilang sama Gauri kalau cewek lo masih butuh banyak istirahat." Bhaska terdiam saat Jo mengangkat kedua alisnya. Dia tahu, Jo sangat kaget dengan kelakuannya ini. "Gue butuh waktu lebih lama lagi sama Gauri."

Tentu saja Jo heran. Karena Bhaska yang selama ini dia kenal adalah Bhaska yang akan membiarkan semuanya mengalir apa adanya. Kecuali, kalau itu mengganggu kesenangannya. "Jangan bilang kalau lo suka sama Gauri, Bhas. Enggak, 'kan?" Beberapa detik Jo menunggu jawaban, hanya kebisuan Bhaska yang dia dapatkan. Baiklah, Jo tahu arti diamnya Bhaska. "Wah ... gila! Lo sama Caesar bisa suka sama cewek jadi-jadian kayak dia?!"

"Suara lo menarik perhatian orang lain," peringat Bhaska. Sontak saja Jo langsung berdeham saat menyadari beberapa crew memang menoleh ke arah mereka. "Lo bilang kayak gitu karena selama ini kalian selalu adu mulut. Ya, gue juga, sih. Tapi seenggaknya, gue bisa tahu sisi lain dari Gauri. Sesuatu yang enggak bisa lo lihat."

"Ya, gue akui. Dia emang baik, cantik, multitalented. Tapi, dia enggak menghormati orang lain, suka bertindak seenaknya, kalau marah suka melotot sampai bola matanya mau keluar. Hih!" Jo bergidik. "Beda jauh sama Elena."

Beberapa kali Jo mendapati Gauri berbuat baik. Dia sering memberi makanan pada Mang Cecep. Pizza, pasta, buah-buahan, dan banyak lagi. Gauri juga pernah meminta supir menghentikan mobil di tengah jalan saat mereka akan pergi ke tempat manggung, hanya untuk memberikan sejumlah uang pada seorang nenek yang duduk di trotoar. Namun, begitu masuk, Gauri kembali judes. Dia melotot pada Jo yang sudah menatapnya penuh kagum.

"Tatapan lo kayak pedofil."

Apalagi kalau Jo sudah datang telat ke studio mereka latihan saat akan perform di acara besar. Sambil menatap sinis, Gauri bisa mengatakan hal yang sangat kejam. Padahal, Jo telat juga karena terjebak macet.

"Sekalian aja lo kejebak macet sampai mati. Indonesia enggak butuh penyanyi enggak disiplin kayak lo!"

Nenek sihir, mulut racun, kuntilanak, singa betina, setan cantik. Sudah tidak terhitung berapa banyak sebutan Jo untuk Gauri.

"Gue tebak, pasti Gauri masih ada ganas-ganasnya sampai lo minta perpanjang waktu kerja sama dia, 'kan? Caesar aja yang udah kejar-kejar dia lebih dari 3 tahun, enggak dapat apa-apa, Bhas. Apalagi lo." Bukan bermaksud menjatuhkan, tetapi Jo tidak mau sahabatnya itu bergantung pada harapan palsu. "Gauri itu kayak terikat sama kakak angkatnya yang di London. Siapa namanya? Gaurav? Namanya aja udah mirip banget gitu."

Ya, Bhaska juga tidak tahu kenapa nama mereka bisa semirip itu. Padahal sekedar adik kakak angkat, sahabat yang tumbuh bersama di panti asuhan. Namun, Bhaska tetap mau melangkah. Jika memang Tuhan tidak mengijinkan Gauri menjadi miliknya-tetap menjadi milik Rav-Bhaska akan terima. Meskipun akan meninggalkan luka, setidaknya Bhaska tidak akan mati penasaran.

Last Present [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang