4. That Stanger

1.5K 165 26
                                    

Stangers can be closer. Too close, compared to others. Then, eventually become a lover.

•••

Dengan kesal, Gauri membuka matanya, kembali ke dunia nyata. Rupanya, Gauri ketiduran di sofa ruang tengah setelah melakukan panggilan video dengan Rav beberapa jam yang lalu. Dan sekarang, dia harus terbangun karena dering nyaring dari ponselnya. Dia berdecak keras saat nama Jonathan tertera di sana. Ada apa kekasih Elena meneleponnya siang-siang begini? Bukankah mereka sedang bersama sekarang?
   
"Kalau pembahasan lo ini enggak penting, gue tutup." Begitu panggilan terhubung, Gauri langsung melayangkan ancaman maut. Tangannya sibuk merapikan rambut panjang bergelombangnya. Masih menanti Jonathan bersuara di sana. "Jo, lo mau gue blok sekalian?"
   
Jo menghela napas. Dia pasti akan mendapatkan serangkaian sumpah serapah dari Gauri. Namun, mau bagaimana lagi, Gauri harus mengetahui apa yang telah terjadi. "Ri, Elena keserempet motor. Sekarang, kita lagi di rumah sakit. Kakinya mengalami dislokasi."
   
"Kalau keadaannya parah, lo habis di tangan gue! Share lokasi lo!" Tidak peduli jika Jo akan mendadak tuli di seberang sana, Gauri berteriak dengan sangat kencang, menggunakan nada tinggi khasnya. Lalu, dia berjalan menuju dapur. Mencuci muka ala kadarnya di wastafel, lalu menyambar semua barangnya yang masih ada di atas sofa. "Azab manajer durhaka!" dengkusnya sambil menggunakan kembali Sergio Rossi emasnya.
   
Lalu, dia berjalan keluar dari apartemen. Sempat berhenti saat mendapati tetangga menyebalkannya baru saja masuk ke dalam lift. Dengan terpaksa, Gauri tetap melangkah. Untuk sekali ini saja, tidak apa-apa Gauri mengalah pada keadaan. Tidak apa-apa dia harus berada pada satu ruangan sempit dengan laki-laki cabul itu, hanya sebentar. Karena sebagaimana cerewetnya Elena, dia tetap kakak angkat Gauri.
   
"Hai, kita ketemu lagi," sapa laki-laki itu sambil melambaikan tangannya pada Gauri.
   
Gauri hanya meliriknya sekilas dari sudut mata. "Lo enggak usah sapa-sapa gue kayak gitu. Pura-pura aja enggak kenal." Gauri bisa melihat laki-laki itu mengernyitkan kening, dari kaca dinding lift. "Kalau lo mau bertukar sapa sama gue, lo harus tahu dulu apa aja kesalahan lo. Minta maaf juga!"
   
"Gue enggak merasa punya salah sama lo." Laki-laki itu lebih memilih untuk diam, Gauri juga tidak mau menjawab perkataannya. Meskipun dalam keadaan setengah sadar saat bertemu dengan Gauri tadi pagi, dia yakin tidak melakukan kesalahan apa pun.
   
Begitu sampai di basement, keduanya langsung berpencar menuju kendaraan masing-masing. Baru saja Gauri hendak membuka pintu mobil miliknya, dia harus menahan kecewa melihat ban depan kirinya malah kempes. Perasaan, tadi baik-baik saja. Mengapa sekarang malah kempes di saat genting? Dan tanpa sadar, Gauri sudah berteriak kencang. Suaranya sampai menggema ke seluruh sudut basement.
   
"Ada masalah?" Tanpa diduga, laki-laki tadi bertanya pada Gauri. Dia sampai turun dari Audi hitamnya untuk sekedar bertanya. Tapi kemudian, dia melipat kembali bibirnya saat teringat dengan perkataan Gauri di lift beberapa saat yang lalu. "Oh, sorry. Gue keceplosan," katanya sambil bergerak kembali masuk ke dalam mobil.
   
"Tunggu!" tahan Gauri. Sepertinya, Tuhan memang sedang menguji Gauri hari ini. "Gue mau kasih kesempatan buat lo menebus semua kesalahan lo sama gue. Caranya, lo harus antar gue ke rumah sakit. Manajer gue kecelakaan."
   
Mata laki-laki itu menyipit, benar-benar tidak percaya dengan perkataan gadis yang dia kenal sebagai idola banyak orang itu. Hey, ini bukanlah Gauri yang dia lihat di internet tadi malam. Gauri semalam tersenyum ramah, wajahnya ayu, suaranya juga mendayu nan memabukkan. Namun, Gauri yang di depannya adalah sosok wanita sombong, pemaksa, dan mengutamakan ego tinggi. Pada akhirnya, dia menyerah.
   
"Ya udah, gue antar."
   
Tidak mau laki-laki itu berubah pikiran, Gauri langsung bergerak masuk ke dalam mobil. Dia duduk tepat di samping kursi kemudi, dan memakai sabuk pengaman. Tidak ada percakapan lebih lanjut setelah Gauri menyebutkan rumah sakit tujuan mereka. Yang ada hanyalah suara lagu dengan genre musik progressive house seperti Summer dari Calvin Harris. Jelas itu berbeda dengan selera Gauri. Tapi dia tidak punya hak untuk sekedar mematikan MP3.
   
"Makasih." Meskipun kekesalan Gauri pada laki-laki itu belum habis, Gauri tetap harus mengucapkan terima kasih atas tumpangan yang diberikan kepadanya. Dia segera turun dan berjalan menuju lobi rumah sakit. Namun, dia berbalik saat mendapati bayangan laki-laki itu di kaca pintu masuk. "Kok, lo ikut masuk?"
   
"Gue antar sampai lo ketemu sama manajer lo. Siapa tahu kalian juga butuh tumpangan buat balik lagi ke apartemen, bisa ikut gue."
   
"Gak usah. Nanti gue bisa naik taksi. Lo balik lagi aja sana." Baru saja beberapa saat yang lalu Gauri bisa bersikap baik, laki-laki itu malah kembali membuat perkara. Sungguh, dia sedang tidak mau berdebat sampai menarik urat lehernya, dengan siapa pun itu. "Terserah lo," final Gauri. Daripada dia mengomel pada laki-laki ini, lebih baik Gauri mempersiapkan kemampuan rap-nya untuk mencaci maki Jo.
   
Kaki mungil Gauri terus melangkah dengan cepat menuju ruang UGD. Kata Jo, Elena masih di sana. Gauri masih tidak habis pikir, mengapa Jo bisa begitu lalai menjaga kekasihnya sendiri? Mengapa bukan Jo saja yang terserempet motor? Kalau cedera Elena sampai parah, itu akan berimbas pada pekerjaan Gauri.
   
"Ri?" Jo langsung berdiri dari duduknya saat Gauri tiba-tiba datang tanpa permisi. Saat itu juga, Jo harus mempersiapkan telinga dan kepalanya supaya tidak meledak.
   
Gauri memperhatikan tubuh Elena yang terbaring di tempat tidur. Pergelangan kakinya dibalut menggunakan elastic bandage. Juga ada sepasang tongkat di samping tempat tidur. Itu sudah sangat cukup menjadi deskripsi keadaan Elena. Lalu, setelah memindai keadaan, Gauri segera melayangkan pelototan mautnya pada Jo.
   
"Lo ajak manajer gue pacaran di lampu merah? Lo suruh dia ngamen, terus keserempet motor ibu-ibu, gitu? Kenapa enggak sekalian aja lo ajak dia selebrasi monthsary di tengah jalan tol, hah? Biar mampus kalian berdua ditabrak truk!" Sambil berkacak pinggang, Gauri mencerocos dengan kecepatan ekstra. Lalu, dia beralih pada Elena yang sedang menunduk. "Lo juga! Pake keluyuran segala! Coba kalau lo ikut gue pulang tadi, lo masih bisa jingkrak-jingkrak sekarang. Kalau udah begini, lo juga yang sakit, 'kan?"
   
"Ri, di sini gue yang salah. Lo jangan marah-marah sama Elena," pinta Jo dengan wajah memelas.
   
Gauri kembali melotot. "Gak usah bergaya mau melindungi Elena, deh. Lo aja enggak bisa bikin dia selamat dari penyerempetan itu, 'kan?!"
   
"Jo lagi bawa mobil waktu itu. Sementara gue nunggu di depan mall. Gue enggak ngeh ada motor dari belakang, terlalu asyik main HP. Jadinya, ya ... kayak gini." Elena ikut bersuara. Dia juga tidak bisa tinggal diam melihat kekasihnya dimaki-maki seorang gadis yang umurnya ada di bawahnya. "Namanya juga kecelakaan, Ri. Enggak ada yang tahu bakal terjadi."
   
Tidak mampu berkata-kata lagi, Gauri lebih memilih untuk menarik kursi dan mendudukkan diri di samping Elena. Bukan hanya pekerjaannya yang nanti akan menanggung akibat dari kecelakaan ini, tetapi juga pertanggungjawaban Gauri saat nanti di tanya Bu Hana, ibu panti yang sudah membesarkannya. Meskipun beliau ada di Bandung, Gauri dan Elena ada di Jakarta dengan segudang kesibukan, komunikasi tetap mereka jaga sampai sekarang. Kalau nanti Bu Hana bertanya mengapa Gauri tidak ikut kakak angkatnya itu, dia harus bilang apa?
   
Krieeett ....
   
Suara derit pintu yang didorong membuat perhatian semua orang langsung tertuju pada sebuah kepala yang menyembul dari balik pintu. Ternyata, itu adalah laki-laki menyebalkan yang mengantarkan Gauri.
   
"Lho, Jo? Lo ngapain di sini?"
   
Jo langsung mengangkat kepalanya yang tertunduk karena perasaan bersalah. Senyum di bibirnya langsung terbit saat melihat laki-laki itu. "Lo? Kok, ada di Indonesia? Bukannya lo di London?" Bukannya menjawab, Jo malah ikut melemparkan pertanyaan. "Sini, masuk aja. Lo kayak setan aja nongol kayak gitu." Lalu, Jo menarik tangan laki-laki itu untuk ikut masuk. Dan sekarang, ada 4 manusia di sana. "Ini, cewek gue keserempet motor."
   
"Lho, cewek lo itu manajer Gauri juga?"
   
"Lo kenal Gauri?"
   
Orang bodoh dan orang yang lebih bodoh sedang saling melemparkan pertanyaan.
   
Laki-laki itu mengangguk sambil melirik Gauri yang terdiam di kursinya. "Gue yang antar Gauri ke sini," jawabnya. "Gue juga baru balik dari London 2 hari yang lalu. Terus, bokap beliin apartemen tepat di samping unit Gauri. Jadi sekarang, gue tetangganya Gauri."
   
Jo berdeham untuk mencairkan suasana. "Sayang, kenalin ini teman SMA aku dulu," ucap Jo pada Elena. Gadis itu dengan cepat mengulurkan tangannya untuk berkenalan, begitu juga dengan teman Jo yang langsung membalas uluran itu.
   
"Elena, pacar Jo."
   
"Bhaskara Millard. Lo boleh panggil gue Bhaska."

Last Present [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang