15. Bagaimana Rumah mu?

1.9K 131 1
                                    

_______

Seberapa bisa diriku tanpa dia? Mungkin untuk satu jam saja tak melihatnya aku mulai merindukannya.

_______

Aidil bangun dari tidurnya, melirik arloji hitam yang melingkar di tangannya menunjukkan pukul lima dini hari. Aidil memutar badannya, di lihatnya kasur sebelahnya masih kosong pertanda semalam istrinya memang menginap di rumah sang sahabat.

Aidil mendudukkan badannya, menarik napas perlahan dan mengeluarkannya. Aidil hendak mengambil gelas yang biasa berisi air yang selalu ia minum saat bangun dari tidurnya. Namun, kali ini gelas itu tidak ada, biasanya Zahra selalu menyediakannya saat Aidil masih terjaga dalam tidurnya. 

Aidil menyandarkan badannya, melihat ponselnya yang masih kosong, berharap ada panggilan atau pesan masuk dari Zahra.

"Ayolah Aidil, hidupmu sudah berantakan pagi ini. Istrimu harus pulang hari ini juga," batin Aidil frustasi.

Aidil bingung harus bagaimana. Apakah Zahra masih marah kepadanya? Atau Zahra hanya menginap sebentar saja di rumah Sabrina?

Aidil berjalan menuju kamar mandi, kemudian mengambil wudhu dan melaksanakan sholat subuhnya. Sehabis Sholat subuh Aidil berdiam diri duduk di atas sajadahnya. Menadahkan tangan meminta kepada Allah yang terbaik.

"Ya Allah, kembalikan istriku ke rumah ini. Jika dia marah kepadaku, tolong redamkan amarahnya, dan bila aku terlalu buruk sebagai seorang suami tolong bantu hamba memperbaiki sifat hambamu ini," Aidil terlalu larut dalam doanya, setetes air matanya meluncur tanpa sadar. Mungkin Aidil memang salah, waktu itu dia tidak membela istrinya dengan sepenuhnya.

Selesai sholat Aidil pun ganti baju olahraganya, Aidil berjalan menyusuri tangga menuju lantai dasar, hendak ke garasi rumah mengeluarkan sepeda gunungnya. Di liriknya dapur yang yang sengaja terlintasi saat menuju garasi. Dapur hening, tak ada suara Zahra yang selalu mengingatkannya untuk berbekal air minum saat pergi olahraga pagi.

Aidil melanjutkan perjalanannya, berencana untuk sarapan dan beli air mineral di jalan saja. Lagipula dia sudah memiliki janji olahraga pagi dengan Bayu, jadi dia bisa memaksa Bayu untuk menemaninya sarapan pagi ini. Mungkin kesepian akan melanda Aidil hari ini.

*****

"Jadi dia gak balik?" tanya Bayu, menoleh menatap Aidil dengan penuh selidik.

Aidil menggeleng sambil menutup botol air mineralnya. "Enggak untuk saat ini."

"Lo yakin dia ngambek dan pergi dari rumah gitu aja? Menurut gue sih enggak mungkin, Zahra ngelakuin hal kayak gitu."

"Menurut lo gimana, dia cuman main doang gitu ke rumah Sabrina?"

"Iya," Bayu mengangguk pelan, seraya berpikir. "Kenapa lo bisa tau dia di rumah Sabrina?" pikir Bayu penasaran.

"Dia ngirim pesan ke gue, katanya dia enggak pulang nginep di rumah Sabrina."

Bayu tertunduk lesu. "Masalahnya itu ada di lo, Zahra itu pergi main doang. Entar juga balik."

"Seriusan lo, gue gelisah ni. Kalau istri gue kabur dan minta pisah gimana?"

"Ya Allah Aidil, enggak bakal."

"Ck," Aidil mendesak sebal.

"Kemana Aidil pemimpin angkatan kedokteran? Kemana Aidil seorang otoriter yang selalu menjadi panutan semua orang? Karena seorang wanita dirinya bisa kalap dan kalang kabut tak tentu arah," ledek Bayu terkekeh.

"Gue bisa di lihat seluruh manusia sehebat baja, tapi hati gue hello Kitty ini kalau menyangkut istri. Enggak bisa gue."

Bayu melirik Aidil sekilas, kemudian tertawa lepas. "Bro bro, udah ayo sarapan. Jangan di ambil pusing."

"Hmm," Aidil diam, kemudian berjalan mengikuti Bayu di belakangnya menuju kantin terdekat untuk sarapan.

Aidil tak bisa memungkiri perasaan khawatirnya saat ini, ia takut kehilangan sosok spesial seperti Zahra di hidupnya. Perempuan kedua yang selalu mengerti dan selalu ada di sisi Aidil setelah almarhum Mamanya.

Bagaimana kalau Abi bertanya nanti soal rumahnya? Aidil bagaimana dengan rumahmu saat ini? Apakah terasa hangat? Tidak, tentu saja saat ini Aidil merasa gelisah, karena bidadari surganya tak ada di sisi.

******

Zahra tengah asik memilih beberapa baju di sebuah toko di dalam mall. Di temani Sabrina, dirinya asik berbelanja baju untuk Aidil. Pasalnya Zahra ingat kalau belum lama ini baju  jubah koko selututnya sudah sempit, dan Zahra berinisiatif untuk membelikan suaminya itu yang baru.

"Kok kamu aneh sih?" tanya Sabrina tiba tiba. Sejak semalam Sabrina menukan keganjalan terhadap Zahra. Dari mulai tidak suka makanan yang biasanya Bunda Sabrina masak hingga dirinya menyebut aroma kamar Sabrina bau parfum kakek kakek. Padahal biasanya Zahra baik baik saja dengan semua itu.

"Ha? Aneh giamana?" tanya Zahra menghentikan aktifitasnya memilih milih baju.

"Kenapa kamu mau beliin Aidil baju, setelah kamu semalem nangis nangis dateng ke aku?"

"Aku cuman nangis, tapi kewajiba aku sebagian istri gak boleh tinggal dong," jawaban meleset dari seorang Zahra, jelas jelas dirinya sudah mengabaikan Aidil pagi ini.

"Hello, sadar Zahra. Pagi ini kamu udah abaikan suami kamu."

Zahra diam, kemudian tiba tiba air matanya berlinang.

"Lho, kok kamu nangis sih? Ayo duduk dulu," Sabrina membimbing Zahra untuk duduk di sofa toko.

"Kenapa kamu nangis sih?" tanya Sabrina heran namun juga khawatir.

"Aku sedih, kepikiran Aidil. Aku kangen," tutur Zahra.

Kali ini Sabrina benar benar melihat keanehan sahabatnya ini. Semalam dia bilang Aidil jahat, pagi ini dia meminta untuk di temani memilih baju untuk Aidil dan sekarang, dia menangis karena kangen Aidil? Apa apaan ini.

"Iya iya, siap ini aku anter pulang ya. Buruan pilih bajunya buat Aidil," Sabrina membantu Zahra memilih beberapa baju yang tampak sesuai untuk Aidil.

×××××××

#cekcekAuthor.

ADA YANG RINDU DAN ADA YANG KHAWTIR.

APA JODOH ITU SELALU KEPIKIRAN YA? STAY TUNE YA UNTUK PART PART BERIKUTNYA.

BTW, KEGELISAHAN AIDIL EMANG BERLEBIHAN. AHAHA

Typo bertebaran

Tulang rusuk dokter Aidil (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang