- 20 -

1.1K 159 10
                                    

Malya melirik pada Riga yang tak menyentuh sedikit pun makanan yang ia buat.

Naviel yang pulang lebih dulu karena ada urusan dengan keluarganya, meninggalkan Malya sendirian bersama Riga. Di sana tampak Riga yang masih melamun. Sama sekali tak menggubris makanan yang baru ia letakkan di atas meja.

Netra Malya melirik pada arloji di pergelangan tangan. Sudah cukup malam. Ia tak dapat terus menerus menemani Riga di sini.

"Kak."

Malya melangkah mendekat. Riga sama sekali tak merespon panggilannya barusan. Ia lantas menepuk pundak Riga pelan. Sontak, pemuda itu terkejut bukan main.

"Maaf, Kak!" pekik Malya--sama sekali tak menyangka reaksi Riga akan seperti itu.

Riga menggeleng samar. Ia mengukir senyuman tipis. "Pulang, sudah malam." Gerakan bibir nya di tangkap dengan jelas oleh Malya.

Setelah insiden Riga yang tiba-tiba saja menangis, pemuda itu kemudian menjadi begitu diam. Bahkan, ketika Naviel pamit untuk pergi karena urusan mendadak, ia hanya mengangguk. Tak melihat ataupun mengantar Naviel ke depan pintu.

"Jaga Riga dulu. Jangan biarin dia ngelakuin yang aneh-aneh."

Perkataan Naviel terngiang jelas pada benaknya. Sebenarnya, Malya pun tak mengerti 'aneh-aneh' yang di maksud Naviel itu seperti apa.

"Kakak gak papa aku tinggal?"

Mata Riga membulat mendengar pertanyaan Malya. Ia tersenyum dan mengusap surai Malya. "Gak papa." Lagi-lagi, gerakan bibir Riga memberikan denyutan aneh pada hatinya.

Entahlah, ia hanya merasa sakit kala melihat Riga melakukan hal itu. Tidak seperti orang kebanyakan yang tinggal bicara, dan semua selesai.

Malya mendengkus. "Makan dulu! Sambil aku beres-beres, kakak makan!"

Riga tertawa pelan dan mengangguk. Ia mengambil sendok yang sudah di sediakan. Malya menatap nanar. Bahkan, jemari Riga masih gemetar. Entah apa yang pemuda itu pikirkan hingga keadaannya begitu buruk seperti ini.

Malya beranjak. Ia merapikan beberapa barang yang luput dari jemarinya tadi--ketika membereskan sisa barang-barang Riga yang berceceran.

Setelah semua beres, Malya kembali untuk melihat Riga. Piring berisi makanan itu telah tandas. Malya di buat tersenyum karenanya.

"Oke kak, karena udah abis, aku pamit dulu ya."

Riga hanya mengangguk. Malya heran, tetapi ia tetap melangkahkan kaki menuju pintu. Netranya sesekali menatap Riga yang masih tak bergeming. Namun, ia berusaha tidak peduli dan tetap membuka pintu, dan segera menutup nya.

Riga yang merasa sudah tak ada Malya atau pun orang lain, beranjak ke kamar mandi dengan sedikit berlari. Memuntahkan seluruh makanan yang tadi ia habis kan.

Perutnya sama sekali tak bisa di ajak bekerja sama. Begitu bergejolak, bahkan kerap menimbulkan nyeri yang teramat sangat.

Kala kondisi mentalnya tak stabil, hal ini sering sekali terjadi. Riga tak paham, tetapi itulah yang terjadi.

Setelah menuntaskan semuanya, Riga kembali pada posisi awal sebelum Malya dan Naviel datang. Masuk dan bergelung ke dalam selimut. Enggan untuk beranjak. Namun, kali ini dengan lampu yang menyala terang.

Hatinya cukup tenang karena kedatangan Malya dan Naviel. Terlebih, kala Malya memeluk dan menenangkannya. Ia, merasa masih ada yang peduli dan mengakui keberadaannya.

Senyuman miris terukir pada bibir Riga. Jemarinya menarik selimut untuk menutupi sebagian wajahnya.

Keluarga Sagara tidak butuh orang gagal sepertimu.

Ingatan itu masih terus kembali. Kepala Riga kembali berdenyut. Sepeninggalan Malya, semuanya kembali. Ingatan dan perkataan-perkataan menyakitkan itu kembali.

Ah, kenapa, ia merasa begitu lemah?

......[🎶]

Bunyi jangkrik yang bersahutan menjadi melodi dalam pendengaran Janu. Pemuda itu berbaring tanpa ada rasa ingin beranjak sedikit pun.

Ia ingin menyampaikan berita bagus karena akan merilis lagu baru, dan mendapat kan penulis dan komposer yang mumpuni. Namun, orang rumah tidak ada yang pulang sejak kemarin. Bahkan, hari ini sudah malam, dan sama sekali tidak ada tanda-tanda mereka akan pulang.

Janu mengembuskan napas. Sebenarnya ia penasaran dengan penanggung jawab lagunya yang bernama Egira. Ia pernah mendengar reputasi Egira selama setahun belakangan yang begitu bagus. Namun, dari semua klien, tak ada yang pernah bertemu dengan sosok Egira.

Hal itu kerap membuat Janu penasaran. Namun, ia tidak ingin ambil pusing. 

Janu beranjak duduk. Membuka ponselnya dan mulai mencari beberapa lagu yang di buat oleh sosok bernama Egira. Ia terbelalak kala melihat hasil pencariannya. Sangat banyak. Dan tak jarang, Egira membuat lagu untuk grup yang cukup terkenal.

Dengan segera, Janu memutar salah satu lagu yang di rasa cukup menarik.  Mendengarkannya secara saksama.  Lantunan yang begitu hangat. Membuatnya terbuai begitu saja. Lirik yang tertulis benar-benar menunjukkan ciri khas anak muda. Mendukung para remaja ataupun dewasa muda untuk dapat menghadapi masalah.

Sembari mendengarkan, pikiran Janu melayang. Ia merasa familiar dengan lirik serta ciri khas lagu ini. Ia tak ingin berpikir yang tidak-tidak sebelum menemukan bukti yang valid

Janu mencari lagu lain. Memberikan vibes yang lagi-lagi familiar. Ia terperangah kala mendengar salah satu lirik yang begitu menggelitik hati dan ingatannya.

Even they doesn't want me

Even their words seems so sharp

I can't do anything except loving them, right?

"Kak Riga?" gumam Janu yang masih terperangah. Secara tak sadar, ia kembali mencari lagu yang lain. Berharap semua tidak seperti apa yang ia pikirkan

Semua lagu itu, begitu mirip seperti lagu ciptaan Riga kala masih bernyanyi dahulu.

Semua lagu itu, begitu mirip seperti lagu ciptaan Riga kala masih bernyanyi dahulu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

One Day One Chapter Challenge
#Day21

Mute ✅Where stories live. Discover now