1. Hesti

1.2K 82 19
                                    

Lekat dia mendesak gue ke tembok. Tekanan keras telapak tangan lapangnya menekan tembok.

Pandangan tajam mengunci bibir gue. Mata yang biasa penuh semangat, kini dibanjiri api, membakar keberanian gue menjadi abu.

Setiap hembusan nafas hangatnya pada kulit wajah gue, mengguncang dada gue yang sembari tadi penuh debar.

"Sekarang kamu tahu isi hatiku." Dia menutup ucapan dengan senyum hangat. Memberi gue jaminan, kalau dia tetap sosok Desta yang gue kenal semenjak SD.

Perlahan dia menarik diri, pelan melangkah mundur. Dia menjauh. Dia yang penuh buih berbalik pergi. Sang Singa berseragam SMA membelah kerumunan murid di hadapannya.

Namanya Desta Dewo Denata. Status kami masih nggak jelas. Walau dia baru memberi tahu jawaban atas satu pertanyaan mendasar, itu sudah nggak cukup. Mungkin dulu itu yang kunanti, tapi sekarang aku bimbang.

Sebelum pergi, dia berucap satu kalimat lagi. "Aku tunggu di tempat kenangan. Datang sendiri."

Lama gue menimang kalimat apa yang harus terucap, tapi hanya satu yang mampu gue lontarkan. "Desta!" Itupun mendarat ke tembok. Dia nggak peduli.

Koridor sekolah menjadi saksi bagaimana hubungan kami mendekati klimaks bercabang dan gue wajib memilih.

Gue nggak mengira takdir bakal mempertemukan kami dulu, jauh sebelum gue mengenal apa itu cinta. Seperti dua magnet utara kami susah bersatu. Ketika gue atau dia berusaha mendekat, tercipta gelombang dahsyat mendorong kami kembali ke titik awal.

Kenalin, nama gue Hesti Hastati Hanafia.

Pertemuan gue dengan Desta terjadi kira - kira empat tahun yang lalu. Kala itu gue masih kelas enam SD, seumuran dengannya.

Gue bakal menceritakan sesuai dengan sudut pandang gue.

*

*

*

Hentak bola basket bersatu teriakan beberapa pemuda asing mewarnai  lapangan kompleks perumahan Margorejo Indah.

Semua asing bagi gue yang baru pindah ke Jawa. Padahal, ini hari ketiga gue di Surabaya tapi belum punya satupun teman.

Bukan karena gue nggak mau bergaul, atau sombong, cuma gue nggak bisa bahasa Jawa.

Bisik - bisik cowok datang dari balik pohon. Tiga bocah seumuran gue menghampiri. Salah satunya menenteng bola sepak, berseragam SD Pramuka.

"Kamu anak baru?" tanya Bocah Pramuka.

Gue mengangguk. "Kenapa?"

Dia mengajak berjabat tangan. "Namaku Desta Dewo Denata. Kamu bisa main sepak bola?"

"Bisa."

"Kalau begitu kamu gabung tim kita, ya."

Gue nggak pernah main sepak bola, tapi  pernah nonton sepak bola di TV sama Bapak. Jadi tahu dikit - dikit aturan main sepak bola. Gue pikir nggak ada masalah buat main sepak bola bersama mereka. Hitung - hitung buat nambah teman.

Selama pertandingan, gue mendengar beberapa orang bilang Jancok, Jancok. Penasaran gue bertanya ke Desta.

"Apa arti Jancok?"

"Jancok?" Desta menahan tawa. "Nggak tahu."

"Kalau nggak tahu, kenapa bilang Jancok?" kejar gue.

"Ya keren aja gitu."

"Karena keren?"

"Iya. Kayaknya itu bahasa daerah."

"Terus itu masuk bahasa kromo?"

Magnetic LoveWhere stories live. Discover now