'Bab 24 (Canggung)'

68 4 0
                                    

Laki-laki dengan kemeja navy itu tersenyum tipis memandang perempuan di sampingnya. Wajahnya masih sama seperti dulu, cantik dan terlihat polos. "Sudah lama ya kita gak ketemu."

Perempuan itu hanya tersenyum tipis, bahkan cenderung dipaksakan.

"Kamu lagi nunggu siapa, Khai? Kayak gelisah gitu?" tanya laki-laki itu mencoba mencairkan suasana.

Khaira kembali tersenyum, ia mengubah ekspresi wajahnya layaknya orang bahagia. "Nunggu suami," balas Khaira menekankan kata 'suami'.

Laki-laki itu justru tersenyum, seolah merasa biasa saja. "Udah aku tebak."

"Maaf ya, Hari. Tapi aku rasa kamu mendingan pergi aja deh, lagipula suamiku bakal dateng sebentar lagi. Aku gak mau dia ngira macem-macem, sekali lagi maaf." Dalam hati Khaira berharap Hari mengerti maksudnya dan segera pergi darinya.

Tapi Hari tidak menggubrisya, ia justru menatap Khaira dalam. "Khai, apa aku salah nyapa dan ngajak ngobrol kamu setelah lama gak ketemu?"

Khaira mengembuskan nafas pelan, sebenarnya ia merasa tidak enak hati. Memang Hari tidaklah salah, tapi Khaira selalu tidak bisa bersikap lebih baik. Ia masih ingat betul apa yang membuat pertemanannya dan Andin-sahabat SMAnya dulu hancur. Hanya karena kesalahpahaman Andin padanya yang mengira ia mendekati Hari, padahal itu sama sekali tidak benar.

Dan yang lebih mengejutkan Hari justru berbicara pada Andin jika laki-laki itu mencintai Khaira, jelas saja Andin semakin marah padanya. Dan sejak itu Khaira selalu menjaga jarak di saat ada Hari, ia tidak pernah lagi berbicara akrab seperti sebelumnya.

Melihat Khaira yang hanya diam, Hari kembali berbicara, "Apa kamu berubah karena aku bilang ke Andin, kalo aku mencintai kamu? Apa aku salah? Aku cuma mengungkapkan rasa yang bahkan masih ada sampai saat ini."

Kini Khaira menatap Hari tajam. "Hari, udah ya cukup. Aku mohonn ... kamu pergi, dan jangan pernah muncul di hadapan aku kalo kamu masih ngebicarain hal yang sama." Sungguh Khaira sangat berharap Hari mengerti dan pergi dari hadapannya, sebelum ia semakin sulit mengontrol emosinya.

Hari terdiam, ada rasa sakit yang menyelinap di hatinya. Ia tahu Khaira saat ini sudah memiliki suami, tapi apakah salahnya kalau perasaannya untuk khaira masih ada? Hari sudah mencoba untuk melupakan perasaannya, tapi nyatanya ia tetap gagal. Jujur saja ia bingung harus bagaimana lagi agar ia bisa menghapuskan nama Khaira di hatinya? Sungguh sulit rasanya.

"Har, aku tau kamu orang yang baik. Dan aku yakin di luar sana banyak perempuan yang lebih baik dari aku, jadi kamu harus coba buat buka hati kamu ke orang lain. Jangan terus-terusan nyakitin hati kamu sendiri buat nunggu aku. Karena percuma, Har. Mau gimanapun keadaannya, aku tetep gak bisa sama kamu." Khaira berusaha untuk menjelaskan, karena ia sendiri juga tidak mau terus-terusan menyalahkan orang yang jelas-jelas tidak salah. Khaira jadi merasa jahat dengan Hari selama ini, karena terus bersikap ketus padanya.

Hari mengembuskan nafas panjang, lalu kembali memandang Khaira. "Mulai sekarang, aku mau berusaha buat buka hati ke orang lain. Ya walaupun belum tentu aku bisa ngelupain kamu, seenggaknya aku udah berusaha nanti. Tapi, Khai. Kita masih bisa jadi teman kayak dulu lagi, kan?"

Khaira mengangguk, kini ia tersenyum tulus. "Har, aku minta maaf ya, kalo selama ini sikapku buat kamu sakit hati. Dan soal perasaan? Jangan kamu hilangin, tapi lupain. Menghilangkan perasaan bakal susah, Har. Tapi kalo ngelupain, aku yakin kamu bisa."

Hari ikut mengangguk, hatinya terasa lebih lega sekarang. Dan mulai sekarang dia akan lebih menyibukkan diri, agar lambat laun ia bisa lupa dengan perasaannya sendiri. "Makasih ya, Khai." Laki-laki itu tersenyum simpul.

"Khaira."

Lagi-lagi ia mendengar seseorang memanggilnya, tapi Khaira sadar itu bukan suara Dirga. Khaira langsung berbalik tanpa mempedulikan pertanyaan-pertanyaan di pikirannya.
Saat tahu siapa yang memanggilnya, spontan Khaira tersenyum lebar. "Kak Fajar?" Wajahnya berbinar senang, karena ia bisa pulang dengan Fajar sekarang. Pasalnya angkutan yang ditunggunya tidak datang-datang, padahal langit sudah kemerah-merahan.

' Takdir Cinta 'Where stories live. Discover now