chapter two

Mulai dari awal
                                    

Aku memandangi foto anak laki-laki yang tampaknya duduk di bangku SMP itu. Tangannya terbungkus handwrap berwarna hitam. Ia tertawa sambil memamerkan medali emasnya bersama seorang laki-laki dewasa yang wajahnya amat mirip dengannya. Aku memandangi anak laki-laki itu dengan seksama. Rasanya aku pernah melihatnya, tetapi dimana ya?, pikirku.

"EHM!", aku terlonjak kaget mendengar suara yang tepat berada di belakangku.

Aku lantas membalikkan tubuhku dan melihat si pemilik suara yang ternyata berdiri amat dekat di belakangku. Karena rasa terkejut, aku berbalik dengan terburu-buru. Tas besar yang kusandang di bahu, tersangkut di sisi rak dan membuatku terhuyung hampir terjatuh. Namun laki-laki itu menangkapku dengan sangat cepat. Sekejap saja, lengannya sudah melingkari tubuhku, menahanku.

Aku menatap wajahnya yang berjarak sangat dekat dengan wajahku. Aku sampai tak berkedip karena tatapannya yang amat tajam menusukku. Rasanya aku mengenalnya! Dimana ya?, pikirku.

"Udah jatohnya? Berat nih!", ucapnya ketus.

Aku lantas menegakkan tubuhku dan menatapnya sinis.

"Sorry deh.", jawabku tak kalah ketus.

"Dasar ngga tau terima kasih.", omelnya sambil berlalu meninggalkanku.

"Iya makasih!", jawabku asal, ternyata pemilik wajah tampan ini begitu menyebalkan.

Aku melihatnya melangkah menuju rak berisi peralatan dan lantas membungkus kedua tangannya dengan handwrap hitam. Ia kembali berjalan ke arahku.

"Mau ngapain lo? Pelatih gue mana?", tanyaku bingung melihatnya berjalan cepat ke arahku dengan tangan terkepal.

"Gue pelatihnya.", katanya lantang dengan wajah sombongnya.

"Lo? Ogah! Ngga mau gue latihan sama lo, dasar sombong!", jawabku lalu membalikkan tubuhku hendak meninggalkannya.

"Alah! Bilang aja lo takut. Lagian mana ada sih, artis cewek kayak lo bisa beginian.", teriaknya sambil meninju telapak tangan kirinya sendiri.

Aku menghentikan langkahku dan kembali berbalik menghadapinya. Aku melangkah ke arahnya dan menjatuhkan tasku ke lantai dojo.

"Cewek kayak gue, cewek kayak gimana maksud lo?", tanyaku geram, aku tak pernah sekesal ini dengan siapapun yang berbuat jahat atau bicara kasar padaku.

"Cewek dari kalangan artis yang manja, taunya semua serba ada, bisanya senyam senyum ke kamera, taunya belanja-belanja.", jawabnya menantangku.

Wajahku hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya. Meskipun aku kesal luar biasa, aku tak tahu kenapa aku merasa jantungku berdetak begitu cepat dan tak beraturan saat menatap wajahnya.

"Gue akan buktiin lo salah.", kataku datar lalu menyambar tasku, membukanya dan memasang handwrap pink yang kubeli kemarin.

Untung aku sudah googling cara mengenakan handwrap. Bisa malu kalau sampai pelatih songong ini tahu, aku tak tahu apa-apa soal beladiri apalagi fighting. Ia menatapku lekat lalu membungkukkan tubuhnya dan meletakkan tangannya yang terkepal di lantai. Ia mulai melakukan push-up, menggerakkan tubuhnya naik-turun. Aku sempat terpesona sesaat sebelum...

"Ngga pake lama bisa kan?!", tanyanya ketus sambil push-up.

Ya Tuhan, tidak adakah pelatih yang lain yang lebih ramah dari ini?, pikirku. Aku lantas menempatkan diriku berhadapan dengannya dan meletakkan tanganku yang terkepal di lantai. Ya ampun, sakit juga ya, pikirku. Namun aku tetap berusaha terlihat biasa. Jangan sampai pelatih songong ini melihat aku kesusahan, pikirku.

------------------------------------------------------

ALI

Aku menuruni tangga tanpa suara. Gadis itu berdiri membelakangiku. Ia tampak serius memperhatikan lemari kaca berisi medali, piala dan piagam yang aku kumpulkan sejak aku kecil. Ada juga beberapa fotoku di sana. Aku mengendap-endap di belakangnya.

yellowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang