part 24

0 0 0
                                    

Saat kami bertiga sampai di rumah angga tidak mau keluar dari kamarnya. Dia tak menyambut kami sama sekali. Ayah dan bunda menunjukkan kamarku yang berada di lantai atas se lantai dengan ruang kerja angga. Kamar cantik yang sempat ku lihat beberapa waktu lalu. Desain yang sangat indah dan membuatku nyaman.

Ayah keluar kamar kemudian tapi tidak dengan bunda, dia duduk tersenyum di sampingku. Kemudian tangannya membelai rambutku.

"Bunda sayang sama kamu" kata bunda

Aku masih diam saja hanya tersenyum menanggapinya namun bunda kemudian memelukku.

"Kamu mau apa dari bunda? Sudah lama sekali bunda tidak merawatmu. Mau bunda masakin atau tidur dengan bunda? Atau kita belanja sama sama?" Tanya bunda antusias

"Enggak bunda. Fasya pengen sendiri" jawabku sangat mengerti bagaimana perasaannya yang bahagia sekali saat ini

"Kalau gitu bunda keluar ya. Kalau butuh apa apa pencet belnya" kata bunda sambil menunjuk bel di dinding atas ranjang. Dan aku mengangguk.

Usai bunda keluar kamar aku mengunci kamarku yang maha luas dan duduk di balkon kamar. Aku sebenarnya melamun, memikirkan angga yang masih terus mengusik hatiku. Apalagi menyadari sekarang aku berada se atap dengannya. Bakal setiap hari bertemu dengannya. Dan akan menerima tatapan kebencian juga tentunya. Dan aku akan di paksa bersikap baik dan akrab dengan angga yang itu semua hanya di bibir saja.

Sudah pasti mansion ini bukanlah surga bagiku. Belum ada satu hari aku tinggal disini aku sudah ingin pulang. Pulang ke rumah yang bukan rumahku dan bukan keluargaku. Tapi tentu saja itu semua hanya di angan belaka. Karena pada nyatanya aku masih duduk menekuk lutut di kursi gantung balkon kamar. Aku tidak akan keluar kamar jika ayah tak mendatangi kamarku untuk mengajakku makan siang bersama. Aku akhirnya keluar sudah dengan sangat menyiapkan ekspresi dan sikap saat nanti bertemu dengan angga yang sekarang menjadi kakakku.

Bunda sudah duduk di salah satu kursi meja makan sementara angga tidak terlihat sama sekali batang hidungnya. Ayah menarikkan sebuah kursi untuk aku duduk kemudian bunda menatakan makanan untukku.

Kami belum mulai makan saat angga keluar dari kamarnya dan berlalu

"Ngga makan siang dulu" kata ayah

"Males! Urus aja anak kesayangan kalian itu" kata angga ketus

"Angga! Fasya ini juga adik kamu!" Pekik ayah

"Kalau gitu harusnya kalian adil dong!" Balas angga

"Dasar ya anak nggak tau di untung! Sudah bagus kami menyelamatkan kamu dan membesarkan kamu dari kecil" kata ayah frontal.

"Tunggu. Maksud ayah? Aku ini bukan anak kandung kalian?" Tanya angga berhenti

Ayah dan bunda diam membisu

"Jawab!" Teriak angga dengan membanting kunci mobilnya

"Iya! Ayah menemukanmu di pasar triwindu. Kau tau, seseorang menjualmu dan ayah mencurimu dari penjual itu!" Kata si ayah

"Hehehehe ayah bercanda pasti. Ayah bohong, bunda ayah bohong kan?" tanya angga pada bunda

"Ayah tidak bohong, itu alasan kita pindah kesini karena para penculik mengejar kita" jawab bunda

"Terus siapa orang tua kandungku?!" Angga menghentakkan kakinya dengan kencang sampai membuat aku dan bunda kaget

Tak ada yang menyahut baik bunda maupun ayah karena aku yakin mereka berdua pun tidak mengetahui siapa orang tua kandung angga sebenarnya.

Angga kemudian berlalu dan sepanjang makan siang aku hanya membatin 'apa mungkin papa dan mama yang kehilangan putra mereka ya orang tua angga?' karena jika di tarik ke belakang mengingat masa lalu mama dan papa yang memiliki anak kembar dan kehilangan satu di antaranya. Tapi wajah dika dan angga tidak mirip jika mereka saudara kembar. Tapi kan ada juga kembar tak seiras.

Usai makan siang aku coba menelfon dika dan memintanya bertemu denganku hari itu. Dia datang ke rumah beberapa saat kemudian dan aku langsung mengajaknya ke balkon kamarku untuk membicarakan masalah pelik ini

"Dik, ternyata angga bukan anak kandung ayah sama bunda"

"Tau dari mana?" Tanyanya santai

"Tadi waktu makan siang ayah sama bunda keceplosan bilang dia itu ditemukan di pasar triwindu, pasar bayi di luar negri itu kan?" Jawabku

Dika membelalak. "Oke aku paham, jadi maksud kamu bisa jadi si angga adalah saudara kembarku?" Lanjutnya

"Bisa jadi" jawabku mantab

"Hahahaha ya mana mungkin sih! Muka kita aja jauh jauhan" aku sudah menebak dia akan menolak fakta itu

"Dika, kembar kan tak se iras juga ada" dika bungkam mendengar jawabanku.

"Aku kasih tau papa dan mama supaya mereka bujuk angga untuk tes DNA" dika kemudian menelfon papa atau mama setelah berfikir lama

Namun hari itu gagal, tak semudah itu membuat angga yakin jika papa dan mama adalah kedua orang tua kandungnya sehingga aku dan dika pun terpaksa melancarkan misi untuk angga.

Aku dan dika membagi tugas, aku bertugas mengambil sampel rambut atau darah angga dan dika bertugas mengetesnya. Sehingga malam hari itu saat angga pulang aku segera berpura pura membawa jarum dan berlari ke arahnya. Alhasil lengannya tak sengaja tergores jarumku dan akhirnya berdarah. Aku buru buru memasukkan sampel jarum yang terkena darah angga ke plastik dan berbalik.

"Eh punya mata nggak sih! Lihat tanganku jadi luka!" Kata angga kasar

"Yah maaf kak, nggak sengaja abis aku mau panggil tukang bubur" kataku membual tak jelas tapi syukurlah angga tidak peduli dan berlalu.

Dika sudah menunggu di luar sehingga aku buru buru menyerahkan sampel darah pada dika agar di antar ke rumah sakit.

**

Hari pun berganti, aku sangat menanti hasil DNA dari dika sejak pagi. Namun Dika masih tetap tidak memberi kabar pasti kepadaku sampai akhirnya siang hari papa, mama dan dika datang ke rumah dengan bahagia.

Ayah dan bunda menyambutnya dengan ramah meski belum tahu apa maksud kedatangan mereka.

Aku ikut menyimak dari ruang makan apa yang mereka bicarakan. Papa dan mama segera mengutarakan maksud kedatangan mereka sembari menyerahkan bukti tes DNA angga yang menunjukkan bahwa angga adalah anak keluarga pak dani. Aku sudah menebak pasti nama kecilnya dimas. Dia adiknya dika. Hahahaha

Aku terus menyimak drama seorang pelayan mengetuk kamar angga berulang kali sampai kemudian angga mau keluar dan menemui orang tua kandungnya. Angga memeluk erat mama sambil menangis. Dika dan papa kemudian. Sembari dia mencariku. Bunda memanggilku ke luar dan aku datang.

"Fasya, maafin aku selama ini ya. Aku tau aku yang salah" katanya menyesal

"Enggak kok, kalo kamu nggak datang mungkin aku nggak akan bisa ketemu keluarga kandungku begitupun kamu" jawabku

Duniaku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang