Bab 9 | Bahagiakan Mereka

7.6K 770 41
                                    

Bugh!

Sret!

"Eh....mas! Udah!" lerai Hanum, terlambat sedetik saja sudah ada balasan pukulan dari suaminya untuk sang Kakak. Tangan Rakha memang sudah berada di kerah Gama tadi, setelah menerima pukulan telak di pipinya.

Mereka berada di sebuah rumah sakit besar di kota Jakarta. Keberadaan mereka berawal dari Gama yang khawatir pada Ardan, dan memutuskan untuk pergi ke rumah adiknya, disanalah ia menemukan tubuh Ardan yang sudah hampir tergeletak sempurna di lantai dingin kamar mandi.

"Dia....masih kau terima dia hah?! Wanita gak tau diri yang udah nyakitin kamu!" geram Gama tangannya menunjuk kasar Hanum yang tengah berdiri di sebelah Rakha. Hanum hanya menunduk sebagai respon, terlihat takut dengan tatapan marah kakak iparnya.

"Udah, deh, mas! Aku gak mau Mas Gama ikut campur urusan keluargaku lagi!"

"Ikut campur? Kau bilang ikut campur?! Gak abis pikir aku itu, kau sudah membuat Ardan memiliki banyak sekali memar di tubuhnya, penderitaan psikis dan fisik, itu bahkan bisa jadi urusan semua orang yang tau dan berprikemanusiaan."

"Om....." Suara lirih dari tengah koridor itu membuat semua orang menoleh padanya, meskipun hanya satu yang ia panggil. Wajahnya pucat sekali, bibirnya kering disertai luka mengering di sudut bibirnya, jangan lupakan matanya yang menyiratkan betapa berat penderitaan yang tengah ia jalani.

"Ardan....kamu udah sadar?" Gama hendak melangkah mendekati Ardan, tapi yang ia dapat malah gelengan pelan dari Ardan.

"Om, Ardan gak papa. Mulai sekarang Om nggak perlu nolong Ardan sesuai perintah Ayah---" Ardan memberi jeda sebentar, menundukkan kepalanya, kemudian menampilkan senyuman sendu di wajahnya, "maaf, maksud Ardan pria yang telah berjasa membesarkanku. Om, bagaimanapun dia, Ardan berhutang besar padanya"

"Lihat! Lihat Ardan, Rakha! Apa hati nuranimu udah terbuang?! Huh?!"

"Mas Gama lebih baik pergi dari sini, mas"

"Apa?!"

"Om...." Gama menoleh pada Ardan lagi, menatap mata nanar milik remaja itu, "Ardan nggak mau hubungan Om Gama sama.....adik om itu nggak bagus gara-gara aku. Jadi, Ardan minta tolong om, sekali ini aja, setelah itu Ardan nggak bakal meminta sesuatu yang merepotkan om lagi"

Gama tidak tega melihat betapa rapuhnya keponakannya itu, tapi bagaimanapun ia juga tetap tidak mau membuat hubungannya dengan adiknya rusak, lagipun itu juga permintaan Ardan sendiri, "kalau bukan karena Ardan, aku nggak bakal pergi dari sini"

Setelah itu, Gama melangkahkan kakinya menjauh, tak luput pandangan Ardan dari punggung pamannya itu. Ardan takut semuanya akan semakin runyam karena kelahirannya di bumi, memang seharusnya ia tidak boleh terlahir dulu.

"Maafin Ardan, om. Ini salah Ardan karena terlahir di keluarga ini, dan merusak kebahagiaan om sama yang lain. Ardan terima kasih karena Om Gama udah peduli sama om"

"Kau!"

Ardan hampir saja terlonjak kaget saat suara tegas Rakha sampai di gendang telinganya. Anak itu menatap mata kesal Rakha, membuatnya mengerti betapa bencinya pria itu padanya, betapa menjijikkannya di mata pria itu.

"Bereskan barangmu, kau harus pulang sekarang!"

Ardan mengangguk pelan, kakinya melangkah berbalik menuju ruang rawatnya, sambil menyeret infus yang sedari tadi digenggamnya. Dari sana, Ardan mulai berdoa, berharap jika nanti Tuhan berkehendak mengambilnya, maka itu akan menjadi sebuah kebahagiaan bagi semua orang yang pernah ia repotkan.

.

.

.

Ardan [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang