9. Tekad Yang Bulat

120 12 6
                                    

Udah ah gak pengen banyak omong:'v

Kalo ada typo benerin yah.. :))

Happy Reading....

Hari minggu telah tiba. Ini adalah hari libur dimana para santri merasakan kebebasannya selama setengah hari. Karena gerbang Pesantren Putra dan Putri dibuka dari pagi sampai pukul 3 sore hari nanti.

Seperti tradisi pesantren pada umumnya, di Daarul Ma'arif juga ada beberapa wali santri yang datang dengan dalih mengobati rindu dan memberi uang bulanan kepada anaknya masing-masing.

Pagi itu setelah berbenah dan mencuci pakaian. Alan, Husen, dan Dodi sedang jalan kaki menuju ke pasar untuk membeli beberapa makanan dan juga pakaian muslim untuk Alan. Karena stok baju muslim Alan di lemari hanya sedikit.

"Dod, Orang tuamu enggak jenguk?" tanya Alan di perjalanan menuju pasar.

Dodi terdiam sejenak, raut wajahnya berubah sedih. "Orang tuaku sudah meninggal, Mas," lirih Dodi sedih.

Alan terhentak, ia merangkul tangannya ke pundak Dodi. "Sorry Dod, Aku enggak bermaksud."

Dodi tersenyum, "Ora popo, Mas. Biasanya yang jenguk Aku itu Nenek sama Kakek-ku, mereka sudah kesini minggu lalu," tutur Dodi.

Alan mengangguk paham. Sedangkan Husen hanya menjadi penyimak sejati .

"Kalo orang tua Mas Alan. Kapan mau jenguk kesini?" tanya Dodi.

Alan tersenyum kecil, pertanyaan itu berbalik kepadanya. Ia melepaskan rangkulan tangannya. "Orang tuaku juga sudah meninggal, Dod. Sejak aku masih kecil."

"Hoalah Mas, maaf. Nda bermaksud, ternyata kita berdua senasib yo, Mas," lirih Dodi.

Alan mengangguk sambil tersenyum kecil.

Sekarang mata Alan dan Dodi sedang menatap Husen dengan tajam. Mereka sedang memikirkan apakah orang tua Husen juga sudah meninggal seperti mereka? Jangan-jangan mereka bertiga senasib.

Husen yang sedari tadi hanya menyimak obrolan merasa terdeskriminasi. Ia mengkerutkan wajahnya, "apa maksud kalian natap Aku seperti itu?" tanyanya bingung.

Mereka berdua semakin menatap Husen tajam.

Alan melirih, "jangan-jangan orang tua kamu juga sudah,-"

Ucapan Alan terpotong karena Husen mengarahkan kedua tangannya ke wajah kedua temannya. Ia mengusap wajah keduanya kasar.

"Jangan asal ngomong! Orang tua-ku masih sehat wal afiat!" Cetus Husen dengan wajah geram.

"Ya kirain, ya kan Dod?" Cetus Alan.

"Iya, Mas." Dodi mengangguk.

"Kalian tuh bener-bener yah!" Husen ingin sekali mengacak-ngacak wajah kedua temannya itu.

Alan dan Dodi terkekeh, mereka berlari mendahului Husen.

"Becanda kalian enggak lucu!" Teriak Husen kesal. Ia berlari mengejar Alan dan Dodi.

***

Jam setengah 9, Mereka bertiga sudah berada di Pasar dan sudah mendapat beberapa barang yang dicari.

Kebetulan Alan membawa tas untuk memudahkan membawa pakaian-pakaian muslin yang ia beli. Sementara Husen dan Dodi keduanya membawa kresek berisi makanan ringan.

"Bakso yuk?" ajak Alan sambil memegang perutnya.

"Nah kebetulan, Mas. Itu Bakso paling enak di sekitar sini." Dodi menunjuk sebuah gerobak bakso yang berada di sisi jalanan.

HAFALANOn viuen les histories. Descobreix ara