8. Kemunculan Pelangi

89 12 0
                                    

Assalamu'alaikum.Wr.Wb

Eh kalo gue ngecoblak disini tuh menurut kalian gimana si? :'v risih gak? Wkwkwk...

Risih yah? Hmmm.... Yauda iya:((

Tapi bodo amat! Gue bakal tetep nyoblak disini wkwk:'v

Nyoblak sebelum cerita dimulai adalah jalan menulisku wkwkwk:'v

Yuk ah langsung.. klo ada typo benerin yooo:))

Happy Reading...

"Kenapa kamu suka hujan?"

Pertanyaan Alan sukses membuat Hafa menghentikan langkahnya. Kini posisi mereka saling membelakangi.

Hafa menarik nafasnya, menghembuskannya perlahan.

"Karena tidak ada yang bisa melihatku menangis disaat hujan," jawab Hafa.

Alan terkejut. Menangis? Bukankah Alan melihat Hafa hanya tersenyum? Hafa sama sekali tidak terlihat bersedih ketika hujan.

"Tapi kamu terlihat bahagia dibawah hujan?" tanya Alan.

Hafa tersenyum, "beberapa orang merasakan hujan, lainnya hanya merasakan basah."

"Aku justru merasakan sakit ketika hujan, aku membencinya." Alan membalikan badannya. Sekarang ia menatapa Hafa dari belakang.

Hafa masih membelakangi Alan, ia sedikit mendengus tersenyum kecil. Ternyata ada seseorang yang pemikirannya berbanding terbalik dengannya tentang hujan.

Alan melirih, "kedua orang tuaku sudah meninggal, mereka kecelakaan karena mobil mereka tergelincir genangan air hujan. Dan bukankah kamu sendiri tertabrak mobil disaat hujan?"

Hafa membalikan badannya, ia tersenyum, "Hujan tidak pernah turun dengan maksud yang buruk, waktu dan keadaanlah yang membuatnya terasa buruk."

Alan terdiam atas apa yang di ucapkan oleh Hafa. Perempuan di depannya seperti sudah bersahabat baik dengan hujan.

"Aku pamit, assalamu'alaikum."

Hafa melangkah meninggalkan Alan, memasuki rumahnya.

Alan masih terdiam memikirkan perkataan Hafa. Baginya Hujan tetap salah, ia selalu turun di waktu yang tidak tepat dan di keadaan yang tidak bersahabat. Hujan selalu menimbulakan masalah baginya.

*****

Di sisi lain Husen dan Dodi sedang merutuki keberadaan Alan. Hujan sudah mereda, mereka melanjutkan pekerjaannya, menaikan kotak-kotak makanan ke atas cator. Akan tetapi Alan masih belum kembali.

"Mas Alan kemana? Lama sekali," Dodi bertanya.

Husen hanya mengangkat bahunya, ia pun tidak tahu.

"Loh, kancane sampean sing sijine mendi?" Yogi yang baru tersadar pun bertanya.

"Maaf lama, aku habis dari toilet tadi mas." Alan datang dengan nafas tersenggal.

"Ya udah buruan, kita harus cepet-cepet ke pondok!"

"Baik Bang."

15 menit berlalu, mereka melakukan pekerjaannya dengan cepat. Makanan siap di antar ke pondok putra dan putri.

Sayangnya Alan, Husen, dan Dodi harus kembali berjalan kaki ke pesantren. Karena mereka bertiga tidak mungkin naik ke atas cator semuanya.

Langkah kaki mereka melangkah beriringan, silih berganti. Sesekali mereka menghindari genangan air hujan di sepanjang jalan.

HAFALANKde žijí příběhy. Začni objevovat