6. Syarat mendapatkan Hafa

85 9 0
                                    

Assalamu'alaikum gaes...

Gue minta maaf kalo gue gak update kemarin, soalnya gue nulis tuh sambil kerja gaes, ada kesempatan dikit gue tulis, kalo gak ada kesempatan ya gak nulis:'v nah kemarin tuh gak ada kesempatan:'(

Udah ah curhatnya, langsung aja..wkwkwk

Kalau ada typo benerin yah...

Happy Reading...

Alan membalikan badannya. Melihat perempuan itu kaget...

"Kamu?"

Alan melihat seorang perempuan cantik dengan gamis berwarna pink berdiri di depannya. Perempuan yang sama yang telah membuat Alan jatuh Cinta pada pandangan pertama di Stasiun kemarin. Tidak salah lagi, itu memang Hafa.

Akan tetapi Alan melihat sebuah balutan kain kasa melingkar di kepala Hafa. Apakah itu luka serius? Kenapa Hafa terlihat baik-baik saja. Wajahnya masih terlihat cantik.

Hafa tersenyum sebagai sapaan kepada Alan. Ia meletakan satu gelas es jeruk beserta tekonya di sebuah kursi. Kemudian ia menundukan kepalanya.

"Permisi, Assalamu'alaikum," lirihnya lalu pergi meninggalkan Alan. Dia tidak mau berlama-lama berduaan dengan laki-laki yang bukan muhrimnya. Lagi pula Buya Nawawi menyuruhnya hanya untuk mengantar minum saja. Karena memang di rumah Buya Nawawi tidak ada pembantu. Semua pekerjaan Rumah di kerjakan oleh Hafa dan Umi Hanifah istri dari Buya Nawawi.

Alan masih terpaku, dia tersenyum sambil menatap kepergian Hafa. Senang rasanya melihat dia baik-baik saja.

"Wa'alaikumussalam," lirih Alan pelan.

Harusnya Alan tadi mengobrol, bertanya, dan berbincang seperti apa yang ia harapkan. Tapi entah kenapa tadi dia tidak bisa berkata apa-apa. Wajah indah Hafa membuatnya terbungkam. Sepertinya memandang wajah Hafa saja itu sudah lebih dari cukup untuk membuatnya bahagia. Lebay? Ya memang itu kenyataannya.

Alan meneguk segelas es jeruk yang ia tuang sendiri dari teko, kemudian melanjutkan tugasnya membersihkan kandang. Namun kali ini semangatnya kembali membara setelah bertemu Hafa.

2 jam berlalu, jam menunjukan pukul 11:45. Sebentar lagi dzuhur. Alan selesai dengan hukumannya.

"Fyuhh ... Selesai juga," lirihnya.

"Cuma gak sholat sekali hukumannya segini beratnya, buset dah ini pesantren," decak Alan kesal.

Alan mengipas-ngipas wajahnya dengan tangannya sambil menghela nafasnya.

"Assalamu'alaikum, sudah selesai?"

Alan dikejutkan dengan kedatangan Buya Nawawi, beliau tiba-tiba saja berada disana.

"Wa'alikumussalam," jawab Alan.

Buya Nawawi melirik seluruh kandang, memastikan apakah Alan melaksanakan pekerjaannya dengan baik.

"Bagus, saya suka kerja kamu. Bersih," ujar Buya Nawawi dengan ekspresi biasa saja tanpa senyum.

"Eu iya terimakasih, Buya." Alan tak habis pikir, Buya Nawawi ini sengaja tidak tersenyum agar disegani atau dia memang begini orangnya?

"Sekarang kamu kembali ke pesantren, jangan kamu ulangi lagi kesalahan ini. Mengerti kan?"

"Iya Buya, mengerti." Alan mengangguk paham, "Tapi Buya, saya boleh bertanya sesuatu?"

"Kamu ingin bertanta soal putri saya, kan?" Jawab Buya Nawawi datar.

Alan menggaruk kepalanya yang tak gatal, "I-iya betul, Buya." Alan terkekeh pelan.

HAFALANOnde as histórias ganham vida. Descobre agora