Pergi

4.4K 411 6
                                    

Billa dan aku saling terpekur dalam diam. Sepulang Amira dari sini, ia tidak lagi banyak bicara. Secangkir teh dalam genggamanku sudah kehilangan uap hangatnya. Sesekali mbak Rani yang melintasi ruang tengah untuk mencuci botol atau membuatkan susu baru untuk Naya, menegur kami yang belum juga makan malam. Tapi aku benar-benar tidak bernafsu makan. Pun demikian Billa yang merasa gagal mempersatukan aku dan Amira sebagai bentuk permintaan maafnya.

"Jadi, apa ini artinya kalau kita seharusnya ..."

"Enggak," potongku cepat. 

"Aku tahu." Billa embuskan napas berat. "Tapi aku masih cinta sama kamu."

"Aku juga masih cinta Amira."

Kami saling berpandangan, lalu entah siapa yang memulai, kami tertawa terbahak-bahak. Billa sampai beberapa kali menyeka sudut matanya yang berair. 

"Aku nggak percaya," ucapnya di sela-sela tawa. "Kisah cinta kita kok tragis gini, sih."

Tawaku berhenti sudah. Kami sama-sama terengah karena lelah tertawa. Namun Billa tak kunjung berhenti menyeka mata. Dari sudut mata, bisa kulihat dia menangis.

"Jangan sedih," hiburku. Lebih pada bicara dengan diri sendiri. "Suatu saat nanti pasti ada jalan keluar."

Billa tidak menjawab. Ia kemasi barang-barangnya lalu berpamitan. Tidak seperti yang biasanya, kali ini ia mengatakan, "Aku pergi."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Puzzle Piece √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang