Kelabu

3.9K 419 3
                                    

Amira tampak tidak bergairah menyantap Chocolate Soufflé kesukaannya. Membuatku turut mengalihkan perhatian dari sepotong red velvet di hadapanku. Kujulurkan tangan untuk mengusap anak-anak rambut di dahinya. Amira tersenyum tipis.

"Kamu kenapa?" tanyaku. 

"Enggak tahu," ia genggam tanganku erat. "Beberapa hari belakangan kita jadi jarang ketemu. Aku kangen banget sama kamu. Tapi enggak tahu kenapa, sekalinya ketemu aku malah ngerasa kamu beda."

Aku menelan ludah, "Karena hari ini aku pakai blazer?"

Amira tergelak. Ia sempat mengomentari jas cokelat yang kupakai, ketika aku tadi menjemputnya. Katanya, selera berpakaianku semakin mengalami peningkatan. Dan aku tidak bisa cerita jika Nabilla lah yang memilihkan pakaian ini untukku. 

"Mungkin." Amira raba lenganku, lalu berhenti di pundak. "Tapi aku kangen Dimas yang hangat. Bukan Dimas yang rapi. Pakaian ini bikin kamu terasa jauh, meski masih bisa dijangkau."

Tidak peduli seberapa erat aku memeluk, atau seberapa indah kalimat penghiburan yang kulontarkan, aku tidak bisa mencegah Amira untuk tidak menangis di tengah-tengah makan malam kami. Seandainya aku tahu bahwa tangisan wanita dapat meruntuhkan dinding hati yang paling keras sekali pun.

 Seandainya aku tahu bahwa tangisan wanita dapat meruntuhkan dinding hati yang paling keras sekali pun

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Puzzle Piece √Where stories live. Discover now