Iba

4.1K 447 12
                                    

Nabilla menyongsongku dengan pelukan ketika aku tiba di  rumahnya. Ada bekas darah mengering di kepala dan lengannya lebam-lebam. Aku menawarinya memeriksakan diri ke rumah sakit namun ia menolak.

"Orang-orang bakal bertanya-tanya, dari mana aku bisa luka-luka," sergahnya. Kami berdiam di mobilku. Petir menyambar-nyambar di luar jendela, Billa sesekali mengkerut jika gelegarnya terdengar nyaring. 

"Lantas? Kenapa kamu telepon tadi, kalau kamu nggak mau diantar ke rumah sakit?" Aku tidak bisa menahan nada suaraku untuk tidak meninggi. "Tahu nggak sih, tadi itu aku rela ngebatalin kencan sama Amira, cuma demi..."

Matanya yang besar membulat. Kilatan kesedihan memantul dari iris gelapnya. "A-aku minta maaf," wajahnya terlipat. 

"Harusnya kamu minta maaf  sama Amira." Aku tahu tidak selayaknya melepaskan kekesalan pada Billa karena telah membuat Amira bersedih. Aku memang laki-laki yang tidak tegas.

"Aku nggak minta maaf karena itu," desisnya. Pandangan kami berserobok. "Aku minta maaf karena selama ini aku selalu mencari kenyamanan di kamu. Dan aku nggak menyesal karena ada di antara kamu dan Amira."

Aku tidak tahu siapa yang lebih dulu memulai, di detik kesadaranku kembali, aku sedang mencium Nabilla bertubi-tubi. Hujan deras membanjur sudah di luar mobil.

 Hujan deras membanjur sudah di luar mobil

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.
Puzzle Piece √Onde as histórias ganham vida. Descobre agora