Rekat

3.6K 388 2
                                    

"Kamu harus makan, Dim," Billa menyuapkan sesendok bubur lagi padaku, namun kutepis dengan tangan.

"Aku sudah kenyang." Billa letakkan kembali mangkuk bubur di meja nakas, lalu beranjak dari sisi ranjang dengan hati-hati. Terlalu hati-hati untuk tidak menyenggol kakiku yang terbalut gips. Ia rapikan lagi letak bantalku sebelum kurebahkan kepala di sana. Billa pasangkan selimut, namun buru-buru kutepis. "Enggak perlu, aku nggak dingin, kok."

"Bener, kamu sudah nggak perlu apa-apa lagi?" Billa bertanya untuk keseribu kalinya sejak ia tiba di rumah sakit. Kuanggukkan kepala dengan lemah. "Aku pulang, kalau gitu."

Ia kemasi barang-barang, lalu beranjak meninggalkan ruangan ini setelah menutup penyekat antarranjang. Ruangan yang kutempati berisi lima pasien lain, dan masing-masing ranjang dipisahkan dengan korden panjang di tiga sisi. 

Mataku hampir mengatup karena efek obat nyeri ketika sayup-sayup kudengar suara. 

"Permisi suster, boleh saya tanya ruangan pasien bernama Dimas? ... Dimas Anggara ... D6 ... terima kasih."

Aku mungkin sedang mengigau, karena sepertinya kudengar suara Amira. 

Korden penyekat ranjangku tersingkap.

"Dimas?"

Ini mimpi, kan?

Ini mimpi, kan?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Puzzle Piece √Where stories live. Discover now