:: 014 ::

33 9 2
                                    

Setelah merapihkan buku yang sudah dibaca, Syifa beranjak dari tempat duduk. Ia memeluk buku catatan berwarna merahnya sambil melangkah ke luar perpustakaan.

Melihat Syifa yang baru saja ke luar, Gilang pun dengan cepat mengakhiri aktivitas membacanya. Ia menutup lalu merapihkan buku yang telah ia baca juga.

Namun, saat akan beranjak. Dahi Gilang berkerut tajam. Melihat tas kecil yang sedari tadi tiada pemilik yang mengambilnya.

Dengan sikap abainya, Gilang pergi mengikuti langkah Syifa. Sama sekali tidak peduli dengan tas kecil itu. Walaupun sepertinya ia sudah tahu pemilik tas tersebut.

Saat berada di luar, Syifa refleks menggigil ketika semilir angin yang terasa dingin menerpa.

Melihat awan kumulonimbus membuat hatinya sedikit cemas. Sepertinya akan hujan besar. Sangat besar. Tiba-tiba, gawai yang ia simpan di saku sweaternya bergetar. Karena penasaran, ia mengambil dan melihat penyebab gawainya tersebut bergetar.

Selang beberapa detik, akhirnya Gilang tiba di luar. Ia terlihat menghela napas panjang melihat gadis yang berdiri membelakangi di hadapannya itu.

Dengan perlahan, Gilang melangkah mendekatinya.

''Kok belum pulang?" Tanyanya untuk membuka pembicaraan langsung yang pertama kali dengan Syifa.

Mendengar pertanyaan tersebut, Syifa melirik. ''Nunggu angkot, kak," jawabnya lembut sembari menunjukkan lesung pipit ketika tersenyum.

Manis.

Satu kata yang diucapkan Gilang dalam hati untuk menggambarkan senyuman Syifa.

''Nggak usah panggil kakak, panggil aja Gi---"

Tiba-tiba, gawai Syifa kembali bergetar. Membuat Gilang gagal untuk memperkenalkan nama.

''Maaf kak, tunggu sebentar." Syifa membuka notifikasi pesan WhatsApp di gawainya. Ia pun mengetik suatu balasan sebelum akhirnya dikirim.

Setelah berhasil terkirim, Syifa pun kembali melirik Gilang yang terlihat sedang menatap awan.

''Tadi kakak mau bilang apa?"

''Sebentar lagi hujan besar loh. Aku antar pulang ya," ajak Gilang.

''Nggak, nggak usah kak."

''Biar aku antar aja, daripada kehujanan."

''Katanya kan 'nggak usah', ngotot amat sih. Mending pulang bareng gue," ujar seseorang yang tiba-tiba muncul dari belakang dan langsung memeluk tangan kiri Gilang.

''Feb, lepasin." Gilang meminta selembut mungkin. Padahal, ia ingin sekali berteriak kepada Febita. Tentu saja, Febita. Gadis yang memeluk tangan kiri Gilang adalah Febita. Namun, karena tidak ingin merusak image-nya di hadapan Syifa. Juga tidak ingin berikan kesan pertama yang buruk, Gilang menahan keinginan untuk berteriak tersebut.

Sambil menyembunyikan kebingungannya dengan kehadiran Febita, Syifa tersenyum lebar. Ia pun sedikit mengangguk.

''Lagi pula, tadi kak Rian chat aku. Katanya, dia mau segera ke sini buat jemput."

''Tuh, dengerin! DIJEMPUT SEGERA," ujar Febita dengan menebalkan pengucapan 'dijemput segera'. Ia pun tersenyum terpaksa kepada Syifa. ''Iya, kan?"

Syifa mengangguk. ''Iya, kak. Mungkin sekitar 5 menit lagi kak Rian datang."

''Jadi, kita pulang bareng ya." Febita semakin mengencangkan pelukannya.

Tidak mendengarkan perkataan Febita, Gilang terus menatap Syifa dengan rasa penasarannya.

''Siapa Rian?" Tanyanya dalam hati.

Beloved Saturday //Great Distance in A Small LibraryWhere stories live. Discover now