:: 012 ::

30 11 0
                                    

Di tempat lain, kurang lebih 4 km dari lokasi Gilang saat ini. Terdapat sekolah SMA Bina Insani.

Dari sekolah tersebut, terdengar suara ramai murid-murid. Bagaimana tidak? Saat ini, jam istirahat. Bel kebebasan bagi murid berbunyi. Waktu dimana sekolah bagai 'sarang lebah'. Bising, riuh. Paduan suara yang tak berikan irama. Itulah kata yang menggambarkan keadaan sekolah tersebut saat ini.

Di kelas 11 IPA 3, terlihat hanya tinggal beberapa murid. Karena dominan, pergi ke kantin.

Seorang murid perempuan dengan rambut lurus sebahu itu berjalan mendekati seseorang yang duduk sendiri di meja paling depan. Dengan membawa sebuah cokelat di genggamannya.

''Syifa! Sendirian aja, lagi apa?" Tanyanya.

''Biasanya juga aku sendiri, Mit," jawab Syifa yang sedang menulis di buku catatannya.

''Nih!" Murid perempuan itu mengasongkan sebuah cokelat yang dibawanya kepada Syifa.

''Apa ini?" Tanya Syifa yang tampak kebingungan.

''Cokelat," jawab murid perempuan tersebut.

''Iya, aku tahu. Maksudnya dari siapa?"

''Dari siapa ya?..."

''Mita, jangan main-main deh! Atau cokelatnya nggak akan diterima," ancam Syifa tidak mau tahu.

''Galak amat," ujar murid perempuan yang bernama Mita. Dia adalah sahabat Syifa.

Sambil duduk mendekati sahabatnya, Mita menghela napas panjang. ''Dari kak Rian," bisiknya.

Mendengar nama tersebut, tangan Syifa berhenti menulis. Ia memandang Mita dengan ekspresi kesal.

''Kenapa harus diterima, sih? Aku kan udah bilang, jangan berhubungan lagi sama kak Rian!" Larang Syifa.

''Syif, aku kasian sama dia. Hampir dua tahun loh dia ngejar-ngejar kamu. Waktu aku kasih nomor WhatsApp kamu, dia tuh senengnya sampai loncat-loncat tau!"

''Tapi... aku kan nggak suka," ucap Syifa sambil membuang pandang.

''Kak Rian itu baik, tajir, ganteng, pinter, jago basket, kakak kelas idaman! Kurang apa coba? Aku nasihatin kamu sebagai sahabat. Orang tulus kaya kak Rian itu, jangan kamu sia-siakan. Jangan diabaikan. Terima dia," ujar Mita dengan senyum manisnya. Ia mengasongkan kembali cokelat yang ia bawa. ''Langkah awal untuk hal baru," ucapnya.

Dengan ragu-ragu, Syifa menerima cokelat tersebut.

Ia menatap lekat cokelat tersebut sambil berpikir.

''Oke! Kalo gitu... aku ke toilet dulu ya," izin Mita sebelum akhirnya beranjak.

''Mit!" Panggilan Syifa yang membuat langkahnya terhenti. Ia pun berbalik.

''Thanks ya," ucap Syifa.

Mita tersenyum puas. Ia mengacungkan ibu jari. ''Oke bos!"

Syifa tersenyum tipis, ia menyimpan cokelat tersebut di tasnya. Kemudian kembali menulis di buku catatan.

Beloved Saturday //Great Distance in A Small LibraryWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu