-Achtzehn : Frau voller Überraschungen-

616 93 34
                                    

Gilbert menghela napas, perihal amplop, isi dari amplop serta bapak pembina OSIS tercinta yang duduk di luar lingkup meja rapat.

Yap, Gilbert mengadakan rapat untuk menindaklanjuti perintah bapak pembina OSIS yang seharusnya sudah dilaksanakan beberapa minggu lalu. Tentu karena Mathew sakit, Gilbert gesrek, dan [Name] yang kabur-kaburan.

Gilbert tak banyak bicara, dia semakin hari semakin kisut. Tidak ada nafsu hidup. Bayangkan saja. Biasa dapat energi dari menjahili Mathew dan [Name], sekarang wakilnya si alis tebal yang kebal dari segala mara bahaya tidak merespons apapaun jika dijahili (malah memarahi) dan sialnya Gilbert takluk.

"Anggaran sekolah hanya berlaku bagi ekskul yang aktif memberikan prestasi. Aku membuat daftar mana saja yang akan masuk blacklist. Dan aku rasa, kita bisa menyingkirkan barang dua atau tiga ekskul? Benar begitu, Pak Sadiq?" Arthur yang berdiri di dekat layar proyeksi sembari memamerkan grafik kinerja ekstrakulikuler menengok pada pembina OSIS.

Sadiq mengerutkan kening, melirik Gilbert, Gilbert beberapa kali hanya membuang-buang nafas tanpa ada suara memprotes maupun setuju.

"Aku tidak meminta sampai segitunya," tukas Sadiq. "Aku hanya ingin memotivasi ekskul yang lain. Tapi, kalau musyawarah kalian menghasilkan itu, apa boleh buat. Selagi masih wajar, silakan lanjutkan."

Lagi, Gilbert membuang-buang napas.
Arthur di samping layar proyeksi mengukir senyum senang. Dana lebih baik masuk ke kantung OSIS, harus ada perombakan di acara-acara utama OSIS. Alasan Arthur begitu ambisi ingin kursi ketua di OSIS ialah; dirinya gemas ingin memperbaiki kinerja OSIS. "Baik, kalau begitu—"

"HO! TIDAK SEMUDAH ITU, KIRKLAND!"

Pintu membuka, kosen pintu membentur tembok. Dua suara gaduh di tengah heningnya ruangan membuat makhluk-makhluk di dalam sana terperanjat. Begitu pun dengan Gilbert.

Wanita kaca mata dengan rambut dikucir satu, dan lengan kemeja yang digulung sampai memperlihatkan lengan atas tampil di ambang pintu. Wajahnya ... mengandung kedengkian.

Arthur untuk beberapa detik tak mengenal wanita aneh itu. Oh lihat lah alisnya yang ratusan di sana mengangkat berbarengan. Niscaya, dia mulai mengingat.

"Eh, tunggu. Ada apa ini? Tak tahu kah ini tempat OSIS? Tiba-tiba datang seperti itu. Akan kami maafkan, sekarang pergilah." Suara Arthur yang mengusir itu menambah stamina [Name] buat mengamuk.

"Kau yang seharusnya enyah dari sini, Kirkland-alis-tebal!"

Alfred ditempat duduk menyemburkan tawa. Arthur melirik ke sana sebentar, balik lagi ke si [Name].

"A-apa masalahnya dari tadi? Ki-kita saling kenal, bukan? [Last Name], silakan." Arthur menunjuk pintu dengan ramah, walau wajah sudah kusut dan alisnya mulai berkedut.

Gilbert di tempat memperhatikan [Name] dengan penuh minat. Seperti orang lain. Tapi tetaplah [Name], ia yakin.

Di kedua sisi pintu bagian luar, ada trio ekskul koran.

"Huwahh~ kita menguping semua pembahasan mereka. Kita seperti spy, Kiku, Ludwig!" Feliciano bercicit riang pada kedua kawan di seberang. Yang entah kenapa, berkeringat dingin dan berwajah kalut.

"Kau dengar tadi, Kiku?"

"I-iya, Ludwig-san." Kiku membetulkan kacamatanya yang melorot.

"Kita harus merekam amukan [Name] agar jadi cerita paling hot di koran sekolah!" Ludwig menahan suara baritonnya.

Kiku di samping kanan Ludwig mengangguk kuat-kuat, kamera ia siapkan. Sedang Ludwig memegang alat perekam serta buku saku andalan. Feliciano di seberang mereka hanya merekahkan senyuman. (Padahal uang ekskul habis sama dia buat bikin pasta).

"Maaf atas kedatanganku yang ... keren ini." [Name] malu mengatakan barisan terakhir dari naskah yang diketik Kiku.

Yep, selama kurang lebih lima hari, [Name] belajar jadi siswi pemberani. Ingat bahwa [Name] selama ini kikuk dan kurang pergaulan? Nah, selama lima hari itulah [Name] digodok sampai jadi pemberani begini. Hal yang paling mendorong ialah hasrat ingin membalas dendam pada Kirkland si alis tebal.

Gilbert di sana mulai merahkan senyuman. [Name] balas tersenyum. Dia mendekat dan menyodorkan kertas yang tengah terlipat.

"Senior, maafkan aku. Aku jahat padamu. Aku pernah baca soal psikologi, katanya ada banyak manusia yang melakukan cara aneh ketika ingin dekat dengan orang lain. Mungkin orang itu adalah dirimu. Ini, kita baru saja menyelesaikan satu hal dari daftar ini."

Kinerja untuk wakil Osis:

1. Mematuhi setiap perintah ketua
2. Tidak boleh membantah ketua
3. Ketua Osis Gilbert sangat keren, tanamkan itu dalam jiwa dan bersumpah akan setia sampai mati
4. Sedia menyiapkan bento setiap istirahat
5. Selalu mau diajak bila kencan
6. Ketua Osis Gilbert itu keren, ingat! 

"Ketua OSIS Gilbert keren!" teriak [Name] seraya senyum merekah yang tidak ada seorang pun pernah melihatnya.

Gilbert menatap itu begitu tersihir.

"Aku sudah membantah ketua, tidak mematuhimu, melawanmu." Suara [Name] kian memelan. "Juga ... menyakitimu."

Arthur hendak memaki bila gadis itu tidak segera pergi. Namun, kalah cepat dengan Gilbert. Gilbert bangkit berdiri dan memojokkan [Name] ke sisi layar proyeksi. [Name] begitu gugup dan wajahnya memerah. Pasalnya, Gilbert begitu dekat, dengan satu tangan di sisi kepala [Name].

"Hei, aku tambah poinnya sebagai hukuman."

"A-apa itu?"

"Tujuh; senyuman manis wakil ketua hanya untuk ketua!"

Matang menyeluruh wajah [Name].

Ludwig, Kiku dan Feliciano segera masuk menampakkan diri dengan berbagai jepretan kamera dan pertanyaan khas para jurnalis di luar sana.

"Saya ada pertanyaan, jadi Anda memilih siapa sebagai wakil ketua Anda?" Ludwig menyodorkan alat perekam suara.

Gilbert membebaskan [Name] dan menghadap ke adiknya.

"Aku akan berikan kesempatan pada Arthur. Karena Mathew mundur tanpa memberikan alasan jelas, dan penggantinya selama dia sakit ingin kembali di posisi ini, aku akan berikan kesempatan bagi keduanya melalui persaingan sehat." Senyum licik sang kakak benar-benar menenangkan. Ludwig di sana tersenyum kecil. Kakaknya kembali ceria.

"Persaingan seperti apa itu, Senior?"

Gilbert tertawa. "Kesesesese. Membantuku menyeleksi ekstrakulikuler! Yang membuatku nyaman, dialah pemenangnya!"

Beberapa tawa pecah di dalam ruangan; terutama Alfred dan France yang menertawakan si Arthur. Arthur menahan kesal. [Name] menengok ke sana dengan senyuman sombong yang ia punya.

Semua orang tahu siapa yang bakal menang ....

Sadiq berdiri dan terbahak. "Bagus! Selesaikan sebelum ulangan tengah semester, anak-anak!"

.
.
.
.
.
.
.

Fortsetzung...

A/n:

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

A/n:

2 chapter lagi tamat, guys! (/ω\)

My Senior (Gilbert) (Hetalia)Where stories live. Discover now