-Sechzehn : Schlechtes Gefühl-

521 92 11
                                    

Setelah apa yang dilakukan Gilbert lusa, [Name] tidak lagi diganggu. Tapi, entah kenapa [Name] merasa tidak enak. Buktinya sekarang, ketika melintas melewati ruang OSIS yang kebetulan jalannya searah dengan perpus, [Name] berpapasan dengan Gil. Gilbert yang tampak pendiam dan memegang map berisi banyak kertas. Dia menatap [Name], [Name] hendak membuka mulut dan meminta maaf. Namun, Gilbert malah mempercepat langkah dan berbelok memasuki ruangan OSIS.

[Name] terdiam di tempat dengan mulut setengah terbuka.

"Dia ... marah?" Jika memang benar, itu wajar, [Name] berteriak padanya. Eh tapi, salah dia juga, datang-datang melempar kue! Wajah ganteng Senior Arthur kan terkotori.

[Name] untuk kali pertama kesal, alih-alih ketakutan seperti yang sudah-sudah. Dia menghentak-hentakkan kaki tak sadar. Ingin memperlihatkan kekesalan juga.

"Aku juga bisa kalau mau marah!"

.
.
.

[Senior]

.
.
.

Entah sejak kapan, [Name] menjadi bagian dari ekskul koran. Dia datang lagi membawa cerita gembira seputar kedekatannya dengan Senior Arthur. Itu benar, mereka mulai dekat! Betapa senangnya.

"Me-menurut kalian ... apa berharap lebih itu boleh?" [Name] malu-malu meminta saran. Dia menyesap teh pelan-pelan.

"Boleh! Tentu, itu wajar, [Name]-chan." Feliciano mendukung seratus persen.

"Itu menakjubkan, [Name]-chan, aku dukung." Kiku juga sependapat.

Hanya Ludwig yang mengerut kening. Senior Arthur si ambisius dalam segala bilang di sekolah mendekati [Name] si gadis kutu buku yang tidak populer? Bukan maksud merendahkan, tapi sebagian besar tidak mungkin. Kecuali ....

Ludwig diam begitu ditanya [Name]. Ludwig menatap atap ruangan ekskul sembari berpikir. Semenjak lusa, semenjak kedekatan [Name] dan Arthur, kakaknya bertingkah aneh.

Dia jadi sedikit normal dan itu menyeramkan.

Gilbert selalu makan telat, sibuk mengurus kertas-kertas dan wajahnya selalu kusut di pagi hari.

"[Name], bagaimana tugasmu di OSIS?"

[Name] terkejut atas pertanyaan Ludwig. "Aku kira ... tugasku sudah selesai. Karena Senior Mathew sudah pulang dari rumah sakit."

"Dia belum pulih benar, bukan?"

[Name] mengangguk ragu-ragu.

"Kakak sepertinya sedang sibuk. Aku membantumu agar terlepas dari kejahilan kakak. Sepertinya kali ini tugas dia sebagai OSIS begitu berat. aku harap dalam segi ini, kau bisa membantunya, [Name]." Ludwig berkata tanpa ekspresi apa-apa kecuali ketegasan.

[Name] merasa tersindir. Kalau dipikir-pikir, yang ia lakukan hanyalah melarikan diri.

"Ba-baik, nanti aku coba."

.
.
.

[Senior]

.
.
.

Tambah dua hari lagi dan sudah seminggu [Name] tidak menghadap ke ruang OSIS. Dia menunggu kabar dari senior Mathew. Tapi, senior Mathew tidak membalasnya. Sepertinya dia akan pindah sekolah.

Senior Mathew, aku mohon. Aku tak tahu harus bagaimana. Jika senior sudah sembuh. Aku ingin menyerahkan tugas wakil ini kepadamu.

[Name] menghela napas setelah mengirim pesan. Dia berfokus pada pelajaran yang tengah diikuti.

Kedekatan [Name] dengan Arthur tidaklah sesuatu yang bisa dibanggakan. [Name] jadi malu curhat ke anggota klub koran. Arthur perlahan mulai menjauh dan kini bersatu dengan angin lalu.

[Name] kembali menjadi kutu buku yang hidup tenang dan Arthur kembali menjadi senior populer yang susah didekati kutu buku.

[Name] tertawa miris, menggeleng heran. Bisa-bisanya dia berpikiran jadi salah satu nerd beruntung.

"Hai, [Name]."

[Name] terkejut pada seseorang yang menunggunya di depan kelas. Dia mengerjapkan matanya berulang kali. Sesosok manusia yang hampir-hampir kasat mata.

"Senior Mathew!" [Name] mendekat dan menilik lebih jauh wajah serta fisik senior.

Mathew tertawa senang melihat [Name] yang berwajah khawatir. "Maaf, aku yakin permintaanku sangat membuatmu tersiksa."

"Eh, tidak, kok, sungguh! Bisa membantu Senior, aku senang." Seratus persen [Name] berbohong.

Mathew mengangguk senang. "Kalau begitu, aku akan kembali mengambil jabatan itu."

Melihat wajah Mathew yang segar, berbanding terbalik dengan suara via telepon minggu sebelumnya, membuat [Name] mengerutkan kening heran.

"Aku akan fokus di perpustakaan dan wakil OSIS akan aku serahkan pada Arthur."

[Name] terlonjak di tempat.

"Ah aku harus mengurus buku-buku baru yang datang siang tadi. Mau membantu beberapa [Name]?"

[Name] masih terdiam melamun. Arthur datang ketika dia menjadi wakil sementara, dan pergi setelah Mathew sembuh.

"Em, maaf Senior, aku ada janji. Kalau besok bagaimana?"

"Oh iya, masih banyak kok. Aku butuh seseorang untuk membuat arsip. Besok datang ya, [Name], ada buku baru tentang perkembangbiakan hewan. Kau pasti menyukainya." Mathew sama seperti dirinya yang menyukai buku ilmu pengetahuan. Tapi, entah kenapa sekarang yang ada dalam pikiran [Name] hanyalah wajah Gilbert yang lelah dan kertas menumpuk di dalam map.

"Tentu, Senior. Sampai jumpa besok!"

Ketika mereka berpisah. [Name] mengirimkan pesan pada sepupu. Hanya Antonio Fernandez Carriedo yang tahu tentang Senior Gilbert.

"Ah, aku belum minta maaf. Aku ingin minta maaf."

.
.
.
.
.
.

Fortsetzung...

Fortsetzung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A/n:

Oh my oh my. Cerita ini masih ada yang nunggu nggak?

Sudah siap dengan next chapter?

Beda ya, kalian tuh pinter karena banyak baca buku sains. Jadi, mulai curiga sama kelakuan si Arthur:P

Arthur jadi semacam villain di sini. Wkwk.

Maaf update nya lama, gengs (つω'*)

My Senior (Gilbert) (Hetalia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang