VII. More Sorrow

664 39 0
                                    

Happy reading guys. Salam cinta dari penulis

Ninda_Rayanti

***

Usai membaca surat Idris, Cashya memberikan kertas itu pada Zeka. Namun Zeka menolaknya, ia menghindar dari sodoran kertas itu seakan itu adalah sesuatu yang menjijikan.

"Kamu nggak mau baca surat dari Baba? Ada pesan buat kamu, Mas." Cashya berucap pelan.

Zeka menggeleng. "Tidak perlu, kamu saja."

Cashya menyodorkan lagi, namun dengan reaksi yang sama Zeka menolaknya. "Kalau aku meminta kamu buat baca surat ini bukan sebagai Cashya yang anaknya Baba, tapi sebagai Cashya istri kamu yang katanya Baba dalam surat ini aku nyawa kamu. Kamu masih tetap mau nolak?"

Cashya adalah kelemahan Zeka, dari Cashya belum lahir Zekalah yang selalu menyempatkan diri menemani Serafina cek kandungan. Zeka jugalah yang ada di saat Serafina butuh suami untuk mendampinginya melahirkan. Saat Cashya lahir, Zeka pula yang mengurus ari-arinya sampai membuat Cashya selalu menangis apabila tidak bertemu dirinya selama seminggu penuh. Cashya juga yang sempat membuat Zeka hampir goyah untuk meninggalkan Jakarta karena tangisannya yang malam itu membuat benak Zeka terasa seperti tersayat.

Helaan napas Zeka terdengar berat, dengan terpaksa ia meraih surat itu dan membacanya datar. Saat benar-benar membaca pesan Idris untuknya, Zeka menghela napas lagi.

Cashya memeluk Zeka, ia paham mengapa suaminya terlihat uring-uringan. Sudah pasti ia teringat dengan kematian kedua orangtuanya. Pada akhirnya mereka hanya saling berpelukkan, sembari mengharap jika keadaan Idris akan baik-baik saja.

Namun seperti Tuhan yang jauh lebih menyayangi Idris, permintaan Idris dikabulkan. Saat dokter keluar dari ruangan, gelengan kepala dengan wajah tanpa senyum.

Tangis Cashya menderas, ia bahkan memukul dada bidang Zeka yang tak bersalah. Zeka amat mengerti apa yang Cashya rasakan, ia begitu marah dengan keadaan.

Pada saat bertemu jenazah Idris, Cashya belum menerima kenyataan. Berkali-kali ia mengguncang tubuh Idris, memintanya agar bangun dari tidur lelapnya. Bukan sekali dua kali Cashya menjerit, berkali-kali sampai Zeka harus memeluknya untuk menahan rontaan Cashya.

Saat Zeka akan memandikan jenazah Idris, ia berkata pada pihak kepolisian untuk mengautopsinya. Zeka tahu ia gegabah dan tidak meminta persetujuan Cashya dulu, namun tetap saja ini terlalu aneh untuk Zeka.

***

Pemakaman dilangsungkan pada hari itu juga, Indah pun sebagai sahabat Cashya ikut dalam pemakaman itu.

Zeka? Jangan ditanya, lelaki itu bahkan yang membantu memandikan almarhum Idris, mengangkat keranda Idris dan ikut menggendongnya ke liang lahat.

Awalnya Indah yang Cashya peluk. Namun usai Zeka meletakkan Idris dan naik ke atas, Cashya berganti memeluk tubuh kokoh suaminya.

"Jangan tinggalin aku, Mas. Cuma kamu yang aku punya sekarang." Cashya meminta.

Zeka mengecup ujung kepala Cashya. "Begitupun aku, sekarang cuma kamu yang aku miliki."

Saat Zeka memeluk Cashya, pandangan lelaki itu hanya terfokus pada kedua kuburan yang ada di pojok pemakaman. Namun ia tidak punya keberanian untuk ke sana, masih ada kemarahan yang Zeka rasakan.

Cashya sendiri tak melihatnya, karena ia hanya terfokus pada kedua liang lahat orangtuanya. Meyakini diri bahwa saat ini keluarganya hanyalah suaminya.

Istri Muda Where stories live. Discover now