6th: Perak dan Perunggu

106 16 10
                                    

"Ada kabar angin yang berasal dari selatan. Tentang perunggu yang semakin langka."

Di dalam gubuk, seraya menyendok perlahan-lahan sup ikan dan potongan rotinya, Mukholas memecah sunyi. Sontak, perhatian Louise dan Azalia pun ikut teralih ke kadal tua itu. Mengambaikan sesaat rasa asin di mulut mereka.

"Aku tidak tahu pastinya. Tapi, para pemborong yang membeli ikan tadi sempat mengatakannya beberapa hari yang lalu. Kemudian, hari ini dia memberi tahu isu terusannya."

Louise menelan ikan asin dan rotinya bulat-bulat, lalu menenggak air hingga air hingga mendesah. "Apa itu?"

"Perak akan turun dan perunggu akan naik."

Kedua pasangan yang duduk menghadap Mukholas pun terdiam. Pasalnya, sebuah isu yang bisa jadi mengubah dunia perdagangan seluruh negeri di tanah ini baru saja mereka dengar. Dan agaknya, kurang dapat diterima akal sehat.

Logisnya, sama seperti emas yang memiliki berat dan meleleh di panas yang berbeda. Perak memiliki keunikan yang tidak dapat disandingkan dengan logan lain. Selain itu, petani sekali pun tahu betapa sulitnya penambang menemukan logam-logam tersebut.

Tentang pastinya, kalangan setingkat Louise dan Mukholas dapat dipastikan tidak tahu banyak tentang urusan para Alkemis. Namun, pengaruhnya terhadap pasar agaknya dapat mereka terka.

"Jadi maksudmu, posisi perak yang menjadi mata uang penengah antara akan diganti dengan perunggu yang lebih langka? Kemudian untuk menekan kelangkaan di tambang, kemungkinan terbesarnya perak seperti Tridas akan diturunkan kemurniannya."

Mukholas mengangkat bahunya, lalu menenggak bir yang dicibuk langsung dari gentongnya. "Tidak tahu." Ia mulai terlihat dari mata berselaputnya yang linglung. "Tapi jika memang begitu, bukannya kita harus cepat-cepat mengumpulkan perunggu sebanyak-banyaknya?"

"Maksudmu?"

Mukholas melempar dua keping perak Tridas dan belasan perunggu dari berbagai kerajaan serta katedral. "Bayaran kalian."

"Tapi ini..." Louise agaknya sungkan akan uang yang diberikan padanya, apa lagi selepas mendapat makanan dari si pemberi. Namun, dari kesan Mukholas yang setengah mabuk itu, nampaknya ia bersikeras akan bayaran itu.

"Ambil saja, lagi pula perak itu tidak akan berguna lagi untukku." Tambah Mukholas.

"Anda sepertinya yakin sekali soal isu ini."

Mata berselaput Mukholas yang menatap bara api di perapian melemas seiring pikirannya yang tersingkir oleh candu alkohol. Problematika di dalam kota bagi dia yang hidup alakadarnya dari alam tidak amat begitu berpengaruh. Selama rasa bir dan roti tidak berubah, baginya itu saja cukup. "Entahlah..."

***

Malam kembali bertemu dengan mereka yang kali ini berperut kembung. Sensasi sejuk malam di musim tanam masih menyelimuti nuansa di sekitar mereka akan terlelap. Sebuah kandang kuda dengan tumpukkan jerami di sana-sini.

Bau tidak sedap dari kotoran kuda pun mereka hiraukan sehubung akhirnya mendapat tempat bernaung sementara. Mungkin tidak bisa dikata yang terbaik, tapi lebih dari cukup ketimbang tidak sama sekali. Nyamuk pun tidak banyak hadir di sana berkat kepalan lavender yang dibakar. Menambah rasa syukur Louise dan Azalia akan istirahat mereka malam ini.

Seperti kemarin, Azalia terlelap di atas perut Louise, membuat perjaka itu merasa canggung dan tidak nyaman. Tapi mau membangunkan pun sudah terlambat, karena Azalia sudah amat pula terlelap. Kompleksinya yang tepat menghadap kepala Louise menunjukkan itu semua. Seperti wajah putri yang benar-benar lelah dengan dunia luar.

Land of PromisingDove le storie prendono vita. Scoprilo ora