🐧Chapter10🐧

1.4K 84 0
                                    

SELAMAT MEMBACA

(POV MBAK LALA)

Aku pergi ke toko emas meninggalkan ibu-ibu yang pergi ke penjuru toko-toko yang ada di mall untuk membeli pakaian, jujur aku tak tertarik membeli apa yang sedang ibu-ibu itu cari. Soal pakaian mah bisa pinjam ke mbak Yaya, karena pakaian dia pada bagus-bagus, busyhet.

Aku nggak tahu mbak Yaya dapat uang dari mana padahal dia nggak kerja dan hanya ngandelin uang dari mas David yang kerja sebagai satpam. Sangat-sangat membosankan, bekerja dengan memakai pakaian yang itu-itu saja setiap harinya.

Btw, mas David ini sedikit menggoda orangnya tampan, kekar, wangi, berkulit kuning langsat yang memabukkan, hasrat berahiku muncul begitu saja saat sedang bersamanya. Aku ingin merasakan keindahan tubuh pria itu. Tapi, lupakan saja, mas David sangat mencintai istrinya, dia tak mau membuat hati istrinya terluka dengan tidur bersamaku, tetangganya yang paling asik.

Tapi akan kuusahan bagaimana caranya agar aku bisa merasakan sentuhan prianya mbak Yaya. Hmmm, mungkin bu Mala bisa membantunya. Aku tidak tau pasti kenapa wanita tua itu begitu membenci seorang wanita yang sangat baik seperti mbak Yaya. Apakah hatinya benar-benar tertutup? Tapi tertutup apa? Uang? Jabatan? Ah, aku tidak peduli!

Selesai membeli perhiasan yang Mengabisakan setengah uang yang ku punya, kumemutuskan pulang. Pulang sendirian, bodo amat dengan ibu-ibu itu, mereka juga nggak pernah respect sama aku, huh. Menyebalkan.

Jangan kalian pikir aku akan menyisakan uang 1.5 juta yang masih tersimpan cantik di tas bermerek yang aku minta 5 bulan dari mbak Yaya. Aku akan pergi ke bar menikmati sentuhan pemuda-pemudi yang ada di sana. Gini-gini aku memang orang bodoh yang tak pernah tau keadaan, karena pergi ke bar pagi hari menjelang siang. Salah sendiri, aku tidak pernah dipuaskan mas Stiven, menyebalkan memang.

Lupakan saja! Aku langsung cuss ke bar sesampainya di sana aku langsung menenggak red wine, aku menyukai rasa minuman haram itu.

Sial, aku harus merogoh kocek lumayan banyak. Belum juga melampiaskan hasrat, aku terlebih dahulu diusir, karena kurang membayar minuman enak tapi sialan itu.

Dengan langkah kesal, aku pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, karena aku belum mengisi perut, segera ku melenggang ke dapur.

SIAAAAL!!!!!!!!!

Aku tidak bisa menemukan makanan di bawah tudung saji. Aku tidak bisa memasak, biasanya mas Stiven lha yang memasakan makanan untukku. Tapi, di mana dia sekarang? Bukannya hari ini ia libur kerja?

Arggh, aku lapar. Aku ingin membeli makanan. Tapi, uang ku telah habis. Terpaksa aku harus meminta makanan dari tetangga sebelah. Oh ya, di mana mas David? Kenapa sewaktu aku bermain ke rumahnya tadi, tak tampak batang hidungnya sama sekali? Apakah dia kerja? TIDAK! Kerjanya dia juga hari ini libur. Ah lupakan saja.

Kumelangkah menuju rumah mbak Yaya dari pintu depan. Karena pintu belakang di tutup gerbangnya oleh mbak Yaya, pastinya.

Saat telah sampai di rumah mbak Yaya, segera ku masuk tanpa salam. Tetangga biasa lha, apalagi untuk aku yang tak punya sopan santun.

Ku berjalan ke arah dapur mencari makanan di sana. Tapi tak kutemukan, apakah ini sudah masuk bulan puasa? Aku pikir belum.

Oh ya, aku lupa, lupa belum membuka tudung nasi. Eh-eh tunggu-tunggu, ke mana semua penghuni rumah ini? Apakah sudah terlelap ke alam mimpi? Ck, contoh orang miskin yang tak menghargai waktu.

Setelah selesai mengambil makanan yang ada di meja menggunakan piring yang ada di rumah ini juga. Aku pergi pulang, memakannya di rumah. Takut ketahuan mengambil makanan tanpa permisi terlebih dahulu.

****

Lelah √Where stories live. Discover now