PART 7

3.5K 323 14
                                        

Beberapa pekerjaan kemarin sempat ter-pending gara-gara aku harus menerima hukuman dari Rafael. Hari ini akan menjadi hari yang sangat sibuk. Aku terus berkutat di depan komputer, sesekali mengecek tumpukan faktur yang baru saja aku terima. Ini akan sangat melelahkan. Harusnya aku bisa bersantai ria jika saja kemarin tidak ada acara terlambat dan berakhir ngebabu di kandang Rafael.

Aku melirik ke arah pintu ruangannya. Setelah memberi briefing sebentar tadi, laki-laki itu bergegas kembali ke ruangannya. Aku tidak peduli lagi dan kembali melanjutkan pekerjaanku.

"Sst, sst, sst ...."

Leherku celingukan mencari asal bunyi itu.

"Kalila." Bisikan itu memanggil. Farhan yang posisi kubikelnya di belakangku mendekat. Ternyata memang dia. Aku mengernyit melihat tingkahnya.

"Apaan sih?! Ganggu orang aja!" bentakku setengah berbisik.

"Lo kemarin pulang diantar si bos ya?"

Eh? Si Gempal ini ternyata tahu. Dari tatapan matanya yang nyebelin aku curiga dia berpikir yang aneh-aneh.

"Kalau iya, emangnya kenapa?"

Farhan terperangah. "Jadi, itu beneran lo?"

Kali ini mataku menyipit. Dia itu tahu atau sok tahu, sih? Rasanya ingin kugetok saja kepalanya pake heels.

"Lo pake pesona apa? Kenapa si bos bisa langsung tertarik sama lo?"

Wah benar deh nih orang cari ribut. Ini masih pagi, astaga. Dia malah bergosip yang tidak-tidak.

Dengan geram aku menjawab, "jangan mikir yang nggak-nggak, ya. Udah sana kerja. Jangan ganggu gue lagi, gue sibuk."

Aku kembali ke layar komputer, mengabaikan Farhan yang cekikikan di belakang. Hanya dia satu-satunya biang usil di kantor ini. Aku tidak tahu kenapa orang sepertinya bisa diletakkan di divisi ini, menempati posisi sub kabag anggaran.

Menjelang jam istirahat siang, aku masih saja sibuk. Aku berpikir akan makan siang di kantor saja karena pekerjaan masih belum kelar. Sebelum jam pulang, aku harus membereskan beberapa dokumen yang baru saja aku terima dari bagian marketing.

"Lil, lo dipanggil Pak Rafael tuh." Aku tahu itu suara Via.

"Bilang kalau gue lagi sibuk," jawabku tanpa menoleh ke arahnya. Jari tanganku masih memainkan tuts komputer.

"Yee, lo bilang aja sendiri."

Aku memundurkan badan. Harus banget ya aku menemui orang itu? Apa lagi sih?

"Suruh ngapain sih, Vi?"

"Mana gue tau. Lo mau dikasih bonus lagi kali." Via terkekeh dan kembali ke tempat duduknya.

Aku berpikir sejenak, memastikan tidak ada kesalahan yang aku perbuat. Setelah dirasa tidak ada, aku baru berdiri, dan beranjak menuju ruangan kabag. Di ketukan pertama aku mendapat sahutan agar segera cepat masuk. Mataku langsung menangkap keberadaan Rafael yang sedang membolak-balik dokumen begitu memasuki ruangannya.

"Apa kamu sudah menerima laporan dari bagian marketing hari kemarin?" tanyanya begitu aku sampai di hadapannya.

"Sudah, Pak. Ini sedang saya masukan datanya."

Rafael mengangguk. "Bisa kamu carikan aku berkas rapat bulanan dua bulan ke belakang?"

Iya?

"Itu, Pak. Kan semua sudah ada di lemari arsip itu."

"Iya, saya tau. Tapi, saya tidak menemukannya. Apa kamu keberatan membantu saya?" Rafael beralih menatapku, dan membuat dadaku kembali bergemuruh.

In Between 1 (END)Where stories live. Discover now