Aku langsung menuju ruang rapat saat ku tahu kantor nampak sepi. Yahh hari ini pengganti sementara kepala bagian keuangan kami yang baru pasti sudah datang. Dan aku terlambat. Bagus Kalila. Semoga saja bos pengganti Randy tidak menandai kamu sebagai karyawan yang kerap datang telat saat jam istirahat sudah usai.
Aku mengetuk ruang rapat sebelum kukuak pintunya. Dan saat itu juga, aku merasa semua mata tertuju ke arahku.
"Maaf saya telat," ucapku lengkap dengan senyuman. Tidak, tepatnya cengiran. Aku merasakan kakiku menempel kuat di lantai saat mataku menangkap sosok yang tengah menatapku tajam. Refleks jantungku memompa lebih cepat dari pada seharusnya. Aku nyaris tak berkedip mendapati manusia paling tampan yang pernah menjadi obsesiku saat masih berseragam putih abu-abu ada di sini. Jadi, dia memang benar ada. Mungkin saja kemarin yang aku lihat memang benar dia. Bukan hanya sekedar halusinasiku belaka.
"Kalila!" Seperti tercabut dari halusinasiku mendengar geraman jengkel suara bariton yang setiap hari menganggu pekerjaanku. Siapa lagi kalo bukan teman sesama sub kepala bagian keuangan,Farhan.
"Kamu kenapa? Melamun? Sudah telat datang. Melamun pula."
Apa?
Aku hanya melirik sekilas ke arahnya lantas menghampiri meja rapat menempati kursiku.
"Sebelumnya saya minta maaf atas keterlambatan saya. Terutama saya minta maaf sama Pak Rafael, karena saya tidak ada saat--"
"Kamu tau nama saya?" potong suara berat itu.
Sial! Tiba-tiba aku merasa salah ucap.
"Padahal saya belum sempat memperkenalkan diri di sini."
Nah loh!
"Itu .... "
Tidak mungkinkan aku jawab, kamu adalah mantan gebetanku saat sekolah dulu. Ya Tuhan, mana ada istilah mantan gebetan.
"Pak Randy pernah menyinggung sedikit nama penggantinya Pak," kataku akhirnya. Bohong sedikit pada pertemuan pertama bukan sesuatu yang bisa dibanggakan.
Akhirnya rapat singkat ini berakhir. Laki-laki itu seperti membawa kekuatan magic tersendiri buatku. Selama dia berpidato singkat di depan, aku sama sekali tidak lepas memandangnya. Sesekali tatapan kami bertemu. Tapi sepertinya itu bukan hal berarti untuknya.
Sudah berapa tahun aku tidak melihatnya? Sepuluh atau sebelas tahun? Entahlah. Yang jelas semakin matang usianya semakin terlihat ... menawan.
***
Aku melompat-lompat meraih sebuah buku yang tidak bisa kujangkau dengan tanganku karena letaknya di atas rak paling tinggi. Hingga sebuah tangan membantuku meraih buku itu.
Mulutku menganga saat kutahu siapa yang menolongku. My Obsession.
Mulutku langsung mengatup saat kulihat alisnya mengernyit. Dia memberikan buku itu, menggeleng, lantas pergi. Aku melongo di tempat.
"Eh tunggu...."
Dia berhenti, dan aku salah tingkah. Aku merutuki diriku sendiri saat itu.
"Ada apa?"
"Itu ... aku belum mengucapkan terima kasih."
Astaga! Dia tersenyum, manis sekali. Untuk pertama kalinya dia melempar senyuman padaku. Setelah hanya diam-diam selama ini memperhatikannya saja.
"Ada yang bisa aku bantu lagi?" tanyanya membuatku semakin gugup. Aku menggeleng lantas menunduk.
"Oke, aku pergi dulu."
YOU ARE READING
In Between 1 (END)
ChickLit°°FOLLOW AUTHORNYA DULU SEBELUM BACA YA GAES 😉 Bertemu dengan cinta masa lalu kadang terasa menyenangkan. Apalagi jika cinta itu sampai sekarang belum move on. Aku senang melihatnya kembali. Di sini dia begitu jelas terlihat. Bersamanya setiap wak...
