The Masquerade PRINCE | Chapter 23 - Before It's Too Late

Start from the beginning
                                    

Tapi ... ia adalah Dextier. Tidak mungkin akan ....

"Arghhh ...," geramnya mengacak rambut kasar. "Aku tidak peduli. Sama sekali tidak peduli. Ia hanya seorang pelayan. Bukan urusanku memikirkan nasibnya." Dengkus Dextier kemudian melangkahi kaki Anna, menghampiri lemari pending.

Sebotol air langsung ditegaknya hingga tandas. Meski begitu, matanya tak lepas sedikit pun dari wajah Anna. Lagi-lagi, ia mendengkus saat menuntup kasar pintu pendingin. Meruntuki pikirannya ketika wajah berderai air mata Anna tiba-tiba melintas di kepala. Fix, ia memang dalam masa paling bodoh seumur hidup.

"Kenapa pula aku harus peduli? Tinggal anggap saja ia salah satu musuhku. Memang semudah itu, bukan, menjalani hidup? Dan aku tidak akan semudah itu luluh hanya karena rasa iba sialan ini." Dextier menarik seringai tajam. "Tidak ada kata iba dalam kamus seorang Dextier. Sorry, Ms. Mute, aku tidak akan semudah itu luluh dalam wajah polosmu."

Tanpa membuang waktu, pria seperempat abad itu melegang pergi. Akan tetapi ... baru saja kakinya menapaki setengah tangga menuju lantai dua, sesuatu seperti menghantam logika. Memporak poranda dan memutar balik jalan pikiran Dextier. Jika sedang berkumpul, mungkin teman-teman laknatnya akan dengan senang hati menertawakan Dextier saat ini.

Berbalik, ia setengah tergesa berjalan menghampiri Anna. Berjongkok, ke dua tangannya mengambil posisi di belakang lekukan leher dan lutut. Sepersekian detik, tubuh Anna terangkat dan menempel di dada Dextier.

Kalah.

Menyerah.

Logikanya secara egois bersikap gila. Inilah yang sebenarnya sangat ia benci. Perempuan. Makhluk Tuhan yang paling menakutkan sekaligus mengancam. Dan Dextier benci mengakui jika paling lemah apabila dihadapkan dengan kondisi lemah seorang perempuan. Berbeda halnya saat dalam keadaan biasa, perempuan yang sedang dalam kondisi lemah dan memperihatinkan jauh lebih berbahaya dari serangan musuh mendadak.

Hal lain yang malas Dextier akui adalah ... Anna satu-satunya perempuan—di luar hubungan darah—yang berhasil mengikis segala logikanya sebagai laki-laki. Dan Dextier akan segera mencari cara menghentikan kegilaan itu, sebelum apa yang—sangat—tidak ia inginkan terjadi. Entah dengan menyingkirkan wanita itu dari kehidupan—selamanya, atau dengan cara lain. Yang paling penting saat ini adalah membuat wanita itu menjauh dari hidup Dextier.

***

Sinar matahari mengusik tidur Anna. Gadis itu melenguh pelan sembari menghalau cahaya menggunakan tangan. Menguap kecil, ia mulai bangkit untuk meregangkan otot. Tidurnya terasa begitu nyenyak. Sampai rasanya—jika bisa—Anna tidak ingin bangun sepanjang hari. Mungkin karena faktor ranjang yang ia tempati, sehingga tidurnya menjadi sangat berkualitas. Tapi, tunggu ....

Ranjang?

Seketika Anna tersentak dan langsung turun dari ranjang. Oh Gosh. Sejak kapan ia berpindah tempat tidur di atas ranjang Dextier? Hal terakhir yang Anna ingat, ia duduk bersandar di konter dapur, kemudian tak sengaja terlelap. Dan seingatnya pula, ia tak memiliki kebiasaan berjalan saat tidur. Lantas siapa yang telah memindahkannya ke mari? Tidak mungkin, 'kan, jika yang memindakannya ialah ....

Anna segera menggeleng. Menepis pemikiran aneh yang tidak akan mungkin terjadi.

Tidak.

Tidak.

Pasti semalam ia berjalan saat tidur. Maka dari itu ia terbangun di atas ranjang Dextier. Memikirkan Dextier, seketika membuat Anna panik. Di mana pria itu? Tidak mungkin bukan jika pria itu nekat tidur di sofa di saat tubuhnya sedang dalam kondisi tak baik?

Terburu-buru Anna merapikan tempat tidur. Kemudian berlari kecil ke luar kamar, mencari keberadaan Dextier. Dari balkon, kemudian mengitari perpustakaan, Anna beralih menuju ruang kerja ketika tak menjumpai Dextier. Begitu handle ia dorong, terpampanglah sosok Dextier yang duduk di kursi putar dan terlihat begitu serius menatap layar komputer. Tanpa sadar, Anna mengembuskan napas lega.

Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pria itu baik-baik saja.

"Tuan Puteri rupanya sudah bangun?"

Tanpa mendongak, Dextier mengeluarkan suara yang terdengar begitu datar dari tempat Anna berdiri. Well, nada datar dan dingin memang menjadi ciri khas pria itu saat berbicara. Namun, suara pria itu kini terdengar berbeda dari biasanya. Anna sampai tidak dapat mendeskripsikan saat tubuhnya seketika terasa panas dingin saat ini. Bahkan tanpa ia menyadari, ke dua tangannya saling meremas ujung seragam pelayan.

Pertanda buruk!

Kursi tempat Dextier duduk berdecit saat si empu memundurkan tubuh, langkahnya terlihat sangat ringan ketika berjalan mendekati Anna. Tapi, kini suasana justru terasa seperti akan terjadi adegan pembunuhan beberapa saat lagi: mencekam dan sanggup membuat bulu kuduk meremang.

Begitu sosok jangkung sudah berada tepat di depannya, Anna berusaha mengendalikan diri untuk tidak bergetar ketakutan. Astaga. Aura Dextier begitu menakutkan. Seiring dengan remasan tangannya yang kian menguat, Anna tanpa sadar menahan napas. Kakinya juga ikut bergerak gelisah. Seakan belum cukup menyebar aura mematikan, Dextier justru menambah perasaan mencekik dengan mensejajarkan wajah dengannya.

Wajah menyeramkan penuh cacat itu terlihat sangat dekat, sampai embusan napas hangat dapat dengan jelas Anna rasakan. Dan efek yang ditimbulkan lebih dari sanggup membuat ia sulit menelan ludah.

"Mulai detik ini, jauhkan dirimu dariku saat bekerja. Aku tidak mau tahu bagaimana cara kau memenuhi kebutuhanku tanpa menampakkan diri. Dan apabila kau dan aku tidak sengaja berpapasan, jangan pernah kau berani menunjukkan wajahmu di depanku. Mengerti?"

Menelan ludah, Anna hanya dapat mengangguk patuh.

"Kau tahu, bukan, jika aku tidak suka dibantah?"

Keringat dingin semakin bercucuran. Bukan hanya di dahi, tetapi juga di telapak tangan Anna yang terasa semakin dingin. Dengan gerakan takut-takut, gadis itu memaksa kepalanya mengangguk.

"Jadi jangan pernah kau berani membantah perintahku, atau kau akan tanggung sendiri resikonya!" bentak Dextier tepat di depan wajah pelayannya itu. "Sekarang pergilah, jauhkan dirimu dariku!"

Sontak saja perlakuan Dextier, membuat Anna ketakutan setengah mati. Ke dua kakinya bahkan sudah lemas tak berdaya. Meski begitu, tidak ada hal lain yang dapat Anna lakukan selain mengangguk patuh kemudian berjalan meninggalkan sang majikan dalam keadaan menunduk. Hampir saja air matanya ikut berkonspirasi memperburuk keadaan, namun bersyukurnya Anna dapat menahan. Sungguh, ia tak mengerti apa yang telah terjadi dengan Dextier. Pagi ini tuannya itu berubah menjadi monster menakutkan. Dan entah hal apa lagi yang akan ia alami setelah ini. Tapi, semoga saja Tuhan selalu memberikannya kelapangan dada.

 Tapi, semoga saja Tuhan selalu memberikannya kelapangan dada

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Terima kasih sudah membaca

See you soon,
Vi

The Masquerade PRINCE [COMPLETED]Where stories live. Discover now