Dia pergi. Dan membuat perasaan kecewa hinggap seketika. Kenapa aku tidak bisa seberani mereka yang menyukainya? Tapi bisa bercakap-cakap dengannya meskipun sedikit, itu sangat membuat hatiku berbunga-bunga.
Aku melihatnya mem-pushing bola voli. Di tengah matahari yang bersinar cerah, wajahnya sangat memukau. Buliran keringat sesekali mengalir dari pelipisnya. Wajahnya yang memerah karna paparan sinar matahari semakin menambah pesona. Apa hanya aku saja yang berpikiran seperti itu? Ternyata tidak. Semangat dari para siswi yang meneriakkan namanya sudah membuktikan bahwa dia lebih daripada sekedar bintang di lapangan itu.
"Rafaeeeeellllll!!!! Semangat!!!"
Dia Rafael menolehkan pandangannya ke sini. Ke sekumpulan siswi yang sedari tadi bersorak menyemangatinya. Aku tidak tahu pasti dia tersenyum untuk siapa, tapi kenapa aku yang merasa deg-degan? Aku menggenggam erat-erat sebotol minuman mineral saat Rafael mendekat ke arah kami. Kakiku otomatis menyingkir karena beberapa anak cewek lain mendorongku. Mereka sama sepertiku, membawa air mineral di tangannya.
Kalau mereka mungkin membawa minuman untuk diberikan pada sang idola. Tapi kalau aku tentu saja untuk ku minum sendiri. Aku membuka tutup botolku dan meneguk isinya. Mendengar anak-anak cewek berteriak dari tadi membuatku merasa gerah. Isinya tinggal setengah saat kusadari botol minumanku berpindah tangan. Aku melongo saat melihatnya menghabiskan minumanku yang tinggal setengah.
"Yah, habis deh. Sorry ya. Lain kali aku ganti," katanya tersenyum lalu memberikan botol kosong padaku. Dan dia lari begitu saja kembali ke lapangan bergabung dengan teman-teman volinya. Mulutku masih setengah terbuka saat dia sudah kembali bermain dengan bolanya. Itu tadi apa? Aku merasa pipiku menghangat.
Hujan sangat lebat saat bunyi bel pulang terdengar. Sebagian anak di kelasku memilih untuk tetap tinggal di kelas, sebagian lainnya pulang menembus hujan. Aku salah satu dari mereka yang lebih memilih menunggu hujan reda. Tapi aku menunggunya di luar kelas. Dari sini aku bisa melihat Rafael dan teman-temannya bercanda. Melihat tawanya dari jauh seperti ini saja sudah membuatku bahagia.
Hujan masih rintik-rintik saat aku memutuskan untuk keluar dari gedung sekolah. Aku berjalan cepat dengan kepala yang terus menunduk menghalau air yang terus menetes dari atas langit sana.
DUGH!!!
Kepalaku membentur sesuatu yang teramat keras. Badanku mundur seketika. Aku mendongak dan mendapati Rafael sedang menatapku yang mulai kebasahan.
"Sorry, aku nggak sengaja," kataku terbata.
"Kamu kehujanan, mending cepetan kamu berteduh."
Aku mengerjap beberapa kali, masih belum menyangka seseorang di hadapanku adalah Rafael.
"Duh, kelamaan!"
Rafael menarik tanganku, menyeretku berlari mengikuti langkahnya yang panjang. Akhirnya aku dan dia sampai di halte bus.
"Hujannya deres lagi," ucapnya menyugar rambut yang basah terkena air hujan. "Kamu oke?" matanya kini beralih menatapku. Aku gelagapan. Duh, kenapa aku bisa segugup ini di dekatnya? Bagiku ini seperti mimpi.
"I-iya, aku baik. Hanya basah."
Dia tertawa. Apanya yang lucu coba? Tapi kemudian aku sadar itu adalah tawa paling renyah yang pernah aku dengar.
"Aku juga basah, kan kena air hujan. Kalo kena api ya kebakaran."
Aku mengangguk dan tersenyum sekilas. Sumpah hatiku menghangat dibuatnya.
"Siapa?"
"Apa?"
"Nama kamu siapa? Kamu cewek yang sering aku lihat di perpuskan?"
"Kalila."
"Ka-li-la. Okeh, akan aku ingat." Dia tersenyum menatapku. Saat itu jantungku memompa darah lebih cepat dari biasanya. Tak lama karena busku sudah datang.
"Aku pulang duluan. Busku sudah datang."
"Okeh, hati-hati yah."
Diam-diam aku menghitung berapa kali interaksiku bersamanya. Ada senyum yang mengembang saat aku merasakan sesuatu yang lebih dari biasanya. Aku tidak berharap lebih. Bisa menjadi teman seorang Rafael itu sudah cukup. Ujian nasional tinggal menghitung bulan. Sedikit penyesalanku karena Rafael baru menyadari keberadaanku sekarang.
***
Aku tersentak dari lamunanku. Dia benar-benar Rafael yang aku kenal dulukan? Apa dia masih mengingatku. Dari sikapnya, aku merasa dia tidak mengaggapku ada. Aku beranjak menuju meja kerjaku. Berusaha menetralisir perasaanku yang entah kenapa tiba-tiba berdenyut sakit.
YOU ARE READING
In Between 1 (END)
ChickLit°°FOLLOW AUTHORNYA DULU SEBELUM BACA YA GAES 😉 Bertemu dengan cinta masa lalu kadang terasa menyenangkan. Apalagi jika cinta itu sampai sekarang belum move on. Aku senang melihatnya kembali. Di sini dia begitu jelas terlihat. Bersamanya setiap wak...
PART 3
Start from the beginning
