***
Suasana cafe bernuansa klasik ini nampak ramai. Padahal hujan sedang deras-derasnya. Pelangggan Ersa didominasi oleh anak muda dan pekerja kantoran sepertiku. Seseorang membukakan pintu dari dalam terlebih dulu saat tanganku hendak mendorong pintu kaca transparan yang terdapat banyak tulisan kata-kata menarik di daunnya. Milan, salah satu pegawai Ersa, tersenyum sumringah menyambut kedatanganku.
"Sore Mbak Lila," sapanya ramah. Terlalu ramah menurutku malah dengan senyum dibuat selebar itu. Aku tahu dia tampan, tapi dia terlalu bocah untuk menarik perhatianku.
"Sore Milan." Aku menyambut senyumnya antusias. Tepatnya pura-pura antusias. "Ersa mana?"
"Ada di atas Mbak. Mbak Lila mau pesan seperti biasanya?"
"Mmm, aku mau tiramisu sama teh hangat yah. Tapi tehnya jangan terlalu manis, kan aku sudah manis."
Milan terkekeh. "Iya, Mbak Lila memang manis banget."
"Jangan menggodaku Milan. Nanti aku bisa jatuh cinta sama kamu."
Tawaku hampir meledak saat melihat wajah polos di depanku memerah seketika. Ya ampun, ini anak lucu sekali sih.
"Mbak bisa saja. Pesanan Mbak nanti akan saya antar ke atas yah."
"Oke Milan, aku tunggu," ujarku mengerling sebelum beranjak menuju lantai dua.
Ersa sedang membereskan mejanya saat aku sampai ke lantai dua. Barang-barang yang biasa berantakan sudah tertata rapi di tempatnya.
"Jangan suka menggoda anak itu. Dia masih polos."
Aku menghempaskan tubuhku saat Ersa menatapku memberi ultimatum.
"Gue nggak goda. Lucu aja lihat mukanya yang salting gitu."
Ersa semakin melotot. "Lo bisa genit sama pegawai gue tapi kenapa sama cowok lo sendiri nggak bisa?"
Mulai lagi. Pembahasan yang tidak akan pernah habis kalau sudah Ersa kupas.
"Itu beda cerita. Cowok gue kan jauh."
"Bogor seberapa jauhnya?"
"Udah deh. Penting banget ya bahas soal itu? So lo mau ngapain gue sampe disuruh cepet-cepet datang begini? Gue tuh capek pengin pulang ke rumah."
"Paling di rumah juga lo tidur. Apalagi sekarang hujan begini." Ersa meraih sebuah paper bag dan menyerahkannya padaku.
"Apalagi ini?"
"Gue baru selese baca. Ceritanya menarik banget tau nggak. Lo bisa contohin mereka."
Aku sudah tau isi paper bag itu apa, tapi tak urung juga kuintip isinya.
"Ini harus banget gue baca ya?"
"Wajib." Ersa mengacungkan telunjuknya. Aku cuma menggeleng. Sumpah hubungan asmaraku tidak semencemaskan itu. Sejak aku cerita soal lamaran Wisnhu yang aku tolak, Ersa terus mencecarku dengan pertanyaan, seberapa besar sih cinta lo sama si ganteng Wisnhu?
Ya Tuhan, laik-laki yang bertitel dokter selalu dia sebut manusia ganteng. Dan sampai saat ini aku selalu kena ceramahnya yang tidak pernah putus itu soal asmara.
***
Aku menegakkan punggungku seketika saat pandanganku menangkap sesuatu. Tidak memperdulikan lagi dengan ocehan Ersa yang sudah terdengar seperti burung berkicau. Aku memastikan mataku tidak salah lihat, kuturunkan kaca jendela mobil. Saat ini kami berada di persimpangan lampu merah. Mataku mengerjap beberapa kali. Wajah itu masih sama bersinarnya seperti dulu. Bahkan malah tambah berkilau. Aku baru akan membuka pintu mobil saat suara klakson mobil bersahutan di belakang mobil Ersa.
"Et dah! Iya ini gue jalan. Nggak sabaran amat sih!" gerutu Ersa mulai menjalankan mobilnya.
Kali ini aku kehilangan lagi. Dia yang sejak tadi kupandangi pun berlalu bersama mobilnya.
"Aku nggak mungkin salah mengenali orang," gumamku menggigit bibir.
"Apa lo bilang?"
"Eh, apa?"
"Lo tadi bilang apa? Salah apa?"
"Gue nggak yakin sih, tapi kayanya gue tadi lihat orang yang sepertinya gue kenal."
"Siapa?"
"Gebetan gue pas SMA?"
"Apa?! "
"Reaksi lo berlebihan."
"Jangan bilang lo mau berpaling dari Wishnu demi gebetan masa lalu lo itu."
"Sinting. Gue nggak mungkin sebego itu."
"Baguslah. gue pikir lo bakal kayak Anita. Tapi sikap Anita perlu dicontoh sih. Tapi nggak dengan dia yang kembali sama masa lalunya. Dia sih nggak punya pacar sekece Wishnu. Jadi sah-sah aja kalo dia jatuh lagi ke cinta masa lalunya."
"Tunggu. Lo lagi ngomongin siapa sih? Anita? Siapa dia? Temen lo? Gue pikir temen lo Cuma gue doang."
Ersa nyengir. "Itu tokoh yang ada di novel yang gue kasih ke lo barusan, hehe."
"Apa?"
Menjelang senja, saat mobil Ersa berhenti di perempatan lampu merah, aku melihatnya lagi. Dari sebrang mobil lain, sosok itu tampak tenang dibalik kemudi. Apa mataku yang hanya salah lihat? Ah, mungkin iya. Sudah lama sekali. Aku pasti hanya salah mengenali orang. Itu saja.
YOU ARE READING
In Between 1 (END)
ChickLit°°FOLLOW AUTHORNYA DULU SEBELUM BACA YA GAES 😉 Bertemu dengan cinta masa lalu kadang terasa menyenangkan. Apalagi jika cinta itu sampai sekarang belum move on. Aku senang melihatnya kembali. Di sini dia begitu jelas terlihat. Bersamanya setiap wak...
PART 1
Start from the beginning
