Chapter 12

58.4K 6.5K 1.1K
                                    

Hai... untuk teman-teman semua, karena keadaan akhir-akhir ini sedang mengkhawatirkan, aku cuma pengin bilang jaga kesehatan kalian dan semoga kalian semua selalu dalam lindungan Tuhan 🙏🏻 Stay healthy, and stay alive. Sesuai imbauan dari pemerintah, tolong hindari banyak aktivitas di keramaian dulu sampai kondisinya membaik dan memungkinkan, kecuali memang sangat diperlukan. Kamu punya tanggung jawab penuh atas diri kamu, jadi nggak boleh membahayakan kesehatanmu dan orang-orang yang kamu sayang. Mari sama-sama berdoa semoga virus yang sekarang tengah melumpuhkan dunia segera berlalu dan kita bisa beraktivitas seperti sedia kala 🙏🏻 Aaminn...

Maaf update-nya ngaret akhir-akhir ini. Mohon koreksinya kalau ada typo atau kalimat rancu ☺️





Happy Reading



Di dalam kamar mandi, Allea membekap mulutnya sambil melompat-lompat panik. Rasanya ingin berteriak kesal dan memaki dirinya sendiri saat hati malah mengambil alih seluruh logikanya. Ia menciumnya ... ia mengisap bibir lelaki yang selama ini nyaris membuatnya gila. Dan seolah tidak cukup bodoh, Allea juga mengatakan tentang perasaan menyedihkannya pada Rion—padahal ia sudah berusaha begitu keras untuk menutupi dari mereka semua.

Astaga ... apa yang telah ia lakukan?

Mengapa malah bertanya begitu pada Rion? Ini
benar-benar di luar rencananya. Secara tidak langsung, ia menyatakan kalau ia masih mengharapkan Rion begitu besar. Makin kembang-kempis lah itu kepalanya. Walaupun faktanya memang begitu, tetapi seharusnya Allea sadar kalau Rion bukanlah jangkauannya sekarang. Dia sudah punya Sandra, dan dirinya hanya dianggap tidak lebih dari Adik Kecilnya saja.

Sial ... sial! Ia benci dibuat lemah oleh cinta seperti ini.

Mondar-mandir, Allea menggigiti kukunya sambil memikirkan bagaimana ia harus berhadapan dengan Rion nanti di luar. Ia memang merasa sedikit lega telah mengatakan perasaannya. Tetapi ini sama sekali tidak baik untuk kelangsungan harga dirinya.

Harga diri? Seperti punya saja...

"Tenang, tenang...." Allea menyandarkan tubuh ke pintu, meremas-remas rambutnya yang sudah berantakan. Sepertinya ia harus bergegas mendinginkan kepala agar tidak semakin semrawut seperti sekarang. Tubuhnya pun bau alkohol, dan ia merasa sedikit pusing.

Dengan cepat, Allea menanggalkan semua pakaian, berdiri di bawah kucuran air dingin yang seakan menembus tulang. Shower yang mengalir deras, membuatnya sedikit menggigil, tapi paling tidak ini bisa sejenak mengalihkan pikirannya dari semua hal yang tengah berkecamuk dalam kepala. Rion ini, dan Rion itu.

Allea akan sesekali meringis—saat air menerpa permukaan kulit wajah. Terasa perih. Ia lupa kalau wajahnya dihiasi oleh banyak cakaran kuku dan sudah diobati juga. Bahkan Rion sudah memperingatkan dirinya agar lukanya tidak terkena basah dulu.

Apa yang sebenarnya ia pikirkan?!

Cukup lama di sana, dan setelah merasa puas menggerutui dirinya sendiri, dengan cepat ia mengenakan pakaian. Allea memeras rambutnya yang basah, menyeka dengan sweater meski tidak membantu banyak. Tidak ada handuk, barangkali kamar mandi tamu ini jarang dipakai—sehingga Allea menyeka basah di kulitnya menggunakan tanktop yang bahannya lebih halus dan menyerap air dengan baik. Terlalu gengsi untuk meminta pada Rion, apalagi setelah pernyataan tidak langsung cinta sepihaknya beberapa saat lalu.

Berdiri di balik pintu, Allea menepuk dadanya berulang kali, sambil berharap semoga Rion sudah tertidur. Lebih dari tiga puluh menit di dalam kamar mandi, seharusnya Rion sudah melakukan banyak hal. Termasuk tidur, atau bekerja. Atau, apa pun, selama tidak mengharuskan keduanya bertatap muka. Untuk malam ini saja, ia tidak ingin melihatnya—sebab kepalanya sudah tidak mampu lagi menampung semua hal tentang dia.

Chasing YouWhere stories live. Discover now